Dialog Budaya: Hidup Harmonis di Tengah Keberagaman

Dialog budaya dengan tema “Agama dan Kebhinekaan” yang digelar pada Jumat, 16 Juni 2017 di Ruang 34 Masjid Istiqlal diharapkan sebagai ruang antarpemuka agama untuk berdialog secara damai. Berbagai informasi yang mengenai agama-agama yang hidup di Indonesia disampaikan langsung dari tokohnya. Hal ini untuk menghindari rasa saling mencurigai satu sama lain dan melihat hubungan lintas agama yang harmonis.
Dalam dialog budaya tersebut dihadiri oleh Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, Romo Antonius Suyadi Pr, Ketua Komisi Hubungan Antaragama Keuskupan Agung, Melkisedek Puimera, Pendeta GPIB, I Wayan Sudharma, Ketua Bidang Kebudayaan dan Kearifan Lokal Parisada Hindu, Liem Wira Jaya, Sekretaris Jenderal DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Peter Lesmana, Sekretaris Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia.
Dialog budaya yang dimoderatori oleh Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Nadjamuddin Ramly berjalan lancar dan damai.
Begitu banyak pesan damai yang terkandung dalam pertemuan ini. Masing-masing pembicara menyampaikan pesan damai melalui sudut pandang agama yang dianut.
Pesan Bapak Nasaruddin Umar dalam dialog budaya
Dari umat Islam, Bapak Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah tokoh yang sangat menghormati kemanusian.
Berbagai diantaranya yang beliau lakukan adalah membantu membuat rumah ibadah umat agama lain, merawat tawanan perang, mengizinkan berdirinya rumah ibadah lain di sebelah masjid.
Islam adalah agama yang sangat menghormati umat beragama lain.
Di Al Quran tertulis “muliakanlah anak cucu Adam.”
Umat beragama lainnya wajib dihormati, tidak hanya umat muslim.
Beliau menyayangkan pihak-pihak yang ingin mengambil kesempatan “mengaduk-ngaduk” umat dengan mengatasnamakan islam demi mendapatkan kepentingannya.
Pesan Romo Antonius Suyadi
Romo Antonius Suyadi Pr. menyampaikan bahwa lembaganya mengarahkan para umatnya untuk menuliskan ucapan selamat bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri dan ditempel di depan rumah.
Beliau juga hidup dalam lingkungan yang penuh toleransi dalam keluarganya.
Dibesarkan oleh keluarga muslim, Romo Suyadi memilih menjadi Katolik pada usia yang cukup muda.
Orang tua beliau merestui.
Bahkan ketika menjadi pastor, orang tuanya hadir di Gereja Katedral. Saat lebaranpun, beliau pulang kampung untuk meminta restu kedua orangtuanya
Pesan Bapak Melkisedek Puimera
Bapak Melkisedek Puimera menyampaikan hubungan dekatnya dengan berbagai pemeluk agama lain.
Sangat toleran dan baik.
Masing-masing juga mengkaji kitab suci yang lainnya.
Tidak ada curiga-menyurigai seperti belakangan yang terjadi.
Beliau mengajak seluruh umat beragama di Indonesia untuk hidup berdampingan dan harmonis karena itulah yang dicita-citakan oleh seluruh umat manusia.
Beliau mengibaratkan keharmonian ini seperti jeruk “Walaupun di dalam jeruk banyak bulir-bulirnya, namun sama manisnya.”
Pesan Bapak I Wayan Sudharma
Menurut Bapak I Wayan Sudharma, pergesekan yang terjadi belakangan ini karena hati mereka tidak dekat.
“Tidak perlu berteriak-teriak jika hati dekat, seperti orang yang berpacaran walaupun berbisik-bisik masih terdengar karena hatinya dekat.” kata Bapak I Wayan.
Beliau menyampaikan dalam kitab Weda tidak dibeda-bedakan orang yang hidup di bumi.
Semuanya menghirup oksigen yang sama dan juga diresapi oleh zat ilahi yang sama.
Jangan sampai keberagaman yang hidup di Indonesia menjadi terpecah belah.
Pesan Bapak Liem Wira Jaya
Agama Buddha mengenal keberagaman.
Manusia berbeda-beda menurut karmanya.
Bapak Liem Wira Jaya sedikit menyampaikan sejarah agama Buddha.
Bahwa Pangeran Sidharta melihat penderitaan manusia.
Akhirnya beliau keluar dari istana dan mencari tahu apa yang menimbulkan penderitaan manusia.
Setelah berusaha, dia menemukan apa yang menyebabkan manusia menderita, yaitu nafsu keinginan.
Pesan Bapak Peter Lesmana
Banyak orang yang bertanya-bertanya mengenai agama Konghucu.
Dalam kesempatan ini Bapak Peter Lesmana menyampaikan bahwa di dalam agama Konghucu percaya akan kebhinekaan.
Simbol Tian dalam agama Konghucu menggambarkan kebhinekaan.
Di satu lingkaran ada irisan antara hitam dan putih dan di dalam warna tersebut ada warna yang berbeda.
Akar agama Konghucu adalah agama yang membuat manusia menjadi orang yang terpelajar secara kehidupan.
Banyaknya pergesekan antaragama yang terjadi di Indonesia mungkin karena jarang sekali ada komunikasi antara mereka.
Sedikitnya komunikasi dapat menimbulkan rasa saling curiga mencurigai dan prasangka buruk.
Dengan dialog seperti ini, timbulah sebuah pengetahuan akan ajaran agama-agama di Indonesia.
Mengetahui ajaran agama lain dengan lebih dekat jauh lebih baik ketimbang berprasangka buruk.
Dari dialog budaya ini, kita bisa merasakan bahwa tidak ada satupun ajaran agama yang mempunyai niat buruk kepada agama lain.
Penutup
Semua ajaran agama mengingkan adanya perdamaian, keamanan, dan keharmonisasian dalam kehidupan bagi seluruh umat manusia. Keberagaman yang ada di dunia ini adalah sebuah keniscayaan. Bagi agama Islam, disebutkan dalam Al Quran Surat Al Hujurat ayat 13 bahwa manusia diciptakan berbeda adalah untuk saling mengenal.
Mari kita bangun keharmonisan dan kebersamaan di tengah kebhinekaan Indonesia!