Sahilin: Sang Maestro Kesenian Batanghari Sembilan dari Sumatera Selatan

Batanghari sembilan adalah seni pertenjukan khas Sumatera Selatan. Mendengar kata batanghari sembilan pastilah tertuju pada seorang pria, yaitu Bapak Sahilin. Bapak Sahilin adalah ikon kesenian ini dan dikuatkan dengan pemberian penghargaan sebagai Maestro Seni Tradisi oleh Kemdikbud pada 2008.
Artikel ini menceritakan bagaimana pertemuan penulis dengan Bapak Sahilin di kediamannya, di daerah sekitar Tanggabuntung, Kota Palembang.Tentu juga ditambah informasi lain agar memperkaya pengetahuan tentang kesenian ini dan Bapak Sahilin.
Banyaknya penghargaan dan bergelar Maestro yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tidaklah tergambar dari lokasi kediaman beliau.
Beliau tinggal di sebuah rumah panggung yang cukup sederhana. Rumahnya pun cukup jauh dari jalan besar. Mungkin ketika sungai yang berada di depan gang meluap, daerah rumah Bapak Sahilin terendam air.
Dengan kondisi yang serba keterbatasan, Bapak Sahilin masih aktif melestarikan batanghari sembilan.
Beliau juga masih bersemangat untuk mengajar bagi generasi-generasi muda yang ingin mempelajari kesenian ini.

Potret Rumah Bapak Sahilin, begitu sederhana bagi seorang maestro batanghari sembilan.
Asal, calon murid tersebut datang ke rumahnya karena keterbatasan ekonomi membuat beliau tidak dapat menghampiri satu-satu murid yang ingin belajar.
Penjelasan Singkat Batanghari Sembilan
Kesenian ini berjenis kesenian pertunjukan yang dimainkan oleh sepasang penyair pantun dan biasanya penyair pria juga sambil memainkan alat musik gitar. Pantun dinyanyikan berbalasan mengikuti alunan gitar.
Mendengar batanghari sembilan seperti mendengar lagu yang mendayu-dayu, dengan lirik pantun yang berbahasa khas Sumatera Selatan.
Asal-usul nama kesenian ini belum diketahui. Namun, yang pasti tidak lepas dari daerah penghasil kesenian ini.
Ialah, daerah batanghari sembilan yang berarti sembilan sungai yang bermuara di Sungai Musi.
Versi Bapak Sahilin sendiri, nama ini diperkenalkan oleh Alm. Djaafar Malik, seniman dari daerah Lahat.
Masa Kecil dan Sumber Inspirasi Bapak Sahilin
Bapak Sahilin adalah anak kedua dari sembilan bersaudara dari pasangan Muhammad Saleh dan Demah. Beliau lahir pada 1948. Bapak Muhammad Saleh adalah seorang petani karet yang pernah menjadi tentara musik pada masa Jepang.
Ketika berumur lima tahun, Bapak Sahilin terkena penyakit cacar. Sehingga membuat ia kehilangan kemampuan melihat karena ini pula beliau selalu memakai kaca mata hitam di setiap penampilannya, walaupun pada malam hari sekalipun.
Ayahnya, Muhammad Saleh sangat menyukai kesenian. “Dulu almarhum bapak senang nian samo lagu-lagu keroncong, Melayu, dan lagu daerah. Bahkan bapak marah-marah kalau sampai siaran radio yang lagi acara itu sampai dipindah.” Kenang Bapak Sahilin.
Kesukaan ayahnya terhadap kesenian turun kepada Sahilin muda. Ia diberikan gitar oleh ayahnya. Ketika orang tuanya pergi menyadap karet, Sahilin muda memainkan gitar.
Ketika sudah mahir memainkan gitar, ia pun belajar menembang. Seperti penuturannya, malah terkadang ayahnya yang memainkan gitar dan dia yang menembang.
Ketika ayahnya wafat, ia merasakan pedih dan pahitnya kehidupan. Pengalaman itu menginspirasi lagu “Sukat Malang” yang diciptakannya.
Saat ini, inspirasinya berasal dari kehidupan sekitar. “Adonyo siang malem, naik turun, susah seneng, tuo mudo. Itulah yang selalu aku pikirke dan dijadike pantun dalam tembang batanghari sembilan ini.” tutur beliau.
Masuk ke Dapur Rekaman dan Mendapatkan Penghargaan
Rekaman studio pada 1975 adalah tanda penghargaan atas kiprahnya sebagai seniman batanghari sembilan.
Pada tahun itu, Palapa Studio mengorbitkan album pertamanya yang bernama “Ratapan Mati Gadis.” Album itu laku di pasar.
Minat pendengar batanghari sembilan cukup banyak, pada album kedua “Tiga Serangkai” dan album ketiga “Serai Serumpun” juga laku keras.
Hasil penjualan album-album tersebut ia pergunakan untuk membeli tanah, membangun sebuah rumah sederhana, untuk menikah dan menghidupi keluarganya.
Kiprahnya sebagai seniman batanghari sembilan semakin diperhitungkan dengan berbagai penghargaan yang ia terima.
Beberapa di antaranya adalah:
- Maestro Seni Tradisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 2008
- Anugerah Batang Hari Sembilandari Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS) dan Gubernur Sumatera Selatan pada 2009
- Penghargaan dari Dewan Kesenian Daerah (DKD) OKI pada 2007
- Penghargaan dari DKP pada 2006
- Penghargaan dari Komite Relawan Sedunia pada 2000

Penghargaan Anugerah Kebudayaan yang diberikan oleh Mendikbud kepada Bapak Sahilin.

Penghargaan Batanghari Sembilan yang diberikan oleh Ketua Dewan Kesenian Sumatera Selatan dan Gubernur Sumatera Selatan kepada Bapak Sahilin.

Penghargaan yang diberikan oleh Komite Relawan Sedunia kepada Bapak Sahilin, terlihat terdapat sarang rayap di bagian kiri atas.
Kabar Terbaru Sang Maestro
Penulis dan rekan, mengunjungi Bapak Sahilin pada 5 November 2017 di kediaman beliau, daerah Tanggabuntung, Kota Palembang.
Kami dijemput oleh Saidina, anak sang Maestro di depan gang yang berada di jalan dekat pelabuhan kapal feri.
Sesampainya di rumah beliau. Beliau tampak sehat dan masih aktif mengisi pertunjukan.
Beliau menceritakan kondisi kehidupan beliau saat ini.
Ia menyambung hidup dengan uang honor pertunjukan ke pertenjukan yang biasanya ketika hajatan pernikahan dan khitanan.
Mungkin, jika sedang ramai bisa mengisi 5-6 panggung setiap bulan. Namun, tiga bulan terakhir belum ada undangan tampil lagi.
Ia tidak pernah mentarifkan setiap undangan pertunjukan. Ia ikhlas menerima apa saja yang diberikan oleh tuan rumah.
Sebelumnya, ia juga aktif pada program di Pal TV dan RRI Palembang. Namun sekarang sudah tidak.
Ketika ditanyakan tentang murid yang pernah menimba ilmu kepadanya. Ia mengingat hanya satu orang yang pernah belajar kepadanya.
Ialah Jefri. Sekarang, Jefri juga sudah menjadi seorang seniman Batanghari 9.
Ia berkata masih mampu jika harus mengajar lagi. Ia selalu membuka rumahnya lebar-lebar untuk murid yang ingin belajar kesenian ini.
Ia sangat khawatir dengan kondisi generasi penerus. Seperti yang pernah ia ucapkan.
“Anak-anak malas menghafal pantun-pantun lama yang dianggap rumit dan panjang. Kalau memikirkan siapa nanti yang mau meneruskan seni batanghari sembilan, saya sering sedih,” kata Sahilin.
Penutup
Kesenian batanghari sembilan adalah salah satu kekayaan budaya yang harus dijaga. Pelestarian ini harus mengajak semua pihak dan melibatkan banyak unsur.
Keberadaan seniman seperti Bapak Sahilin harus didayagunakan agar keseniannya tidak punah. Maestro seperti Bapak Sahilin sangat senang jika bisa meneruskan keahliannya. Namun, kekurangan fasilitas dan pra sarana.
Semoga, pada masa mendatang. Bapak Sahilin dan maestro-maestro seni tradisi yang lain dapat menyalurkan keinginan mengajarnya. Demi kelestarian kekayaan budaya Indonesia.