Batik Belanda: Sejarah Industri, Profil Pembatik, dan Informasi Lengkap

Potret kehidupan keluarga Indo-Belanda menggunakan Batik Belanda sumber wikimedia.org

Keindahan batik yang telah lama menjadi warisan budaya Indonesia juga memiliki daya tarik bagi orang-orang Indo-Belanda pada masa kolonial. Keindahan dan keeksotisan batik mempunyai tempat tersendiri bagi mode busana mereka dan menjadi bidang usaha yang menguntungkan pada masa itu. Atas dasar tersebut, berkembanglah industri rumahan batik yang dikelola orang Indo-Belanda dan menghasilkan motif batik khas di beberapa kota besar. Motif batik khas itu saat ini kita kenal sebagai batik Belanda.

Batik Belanda dengan motif Buketan dan berisen latar geringsing

Batik Belanda dengan motif Buketan dan berisen latar geringsing. (Sumber: Pinterest.com)

Batik Belanda atau yang juga dikenal sebagai batik Belanda pada awalnya lahir dari kreativitas janda-janda yang harus menopang kehidupan keluarga setelah kepulangan sang suami. Berkat tangan dingin mereka, usaha mereka dapat berkembang dan mempunyai tempat di masyarakat Hindia Belanda, nama wilayah yang sekarang menjadi Indonesia.

Batik Belanda adalah salah satu contoh akulturasi kebudayaan di Indonesia.  Cara pembuatan batik ini tidak berbeda dengan batik yang lain namun memiliki karakteristik menggunakan ikon dan gambar-gambar khas Eropa dan Belanda seperti bunga, hewan dan tokoh folklore khas Eropa.

Bunga-bunga yang menjadi ragam hias adalah bunga yang jarang digunakan pada batik yang dibuat oleh pembatik pribumi.  Jenis bunga-bunga itu seperti bunga tulip, bunga lily, dan bouqet.

Hewan yang digambarkan dalam batik Belanda ini juga jarang digambarkan oleh pembatik pribumi. Hewan-hewan itu seperti burung walet, burung phoenix, burung merak, rusa, dan sebagainya.

Tokoh folklore Eropa juga menjadi ciri khas batik Belanda, tokoh folklore itu seperti gadis berkerudung merah, sekelompok orang menggunakan baju tentara Eropa dan Romawi. Motif adaptasi lukisan Eropa juga menjadi salah satu ciri khas batik ini.

Batik, pada awal abad ke-19 merupakan salah satu produk tekstil yang laku dipasaran. Namun, seperti yang ditulis oleh Raffles pada The History of Java batik masih menjadi kain pengganti atau alternatif dari kain chintz, kain dari India yang zeperti batik namun memiliki kualitas yang terbaik pada masa itu.

Kain chintz sendiri diakui beberapa penulis buku dan ahli batik, seperti Harmen. Vledhuisen dan Adi Kusrianto sebagai kain yang diadopsi dalam penciptaan batik, khususnya batik khas pesisir. Oleh masyarakat Indonesia, kain chintz ini dikenal dengan nama sembagi, serasah, atau kumitir.

Kondisi Industri dan Perdagangan Batik Belanda

Industri batik Belanda tumbuh di rumah-rumah pengusaha batik.  Biasanya mereka memiliki tempat yang cukup untuk produksi sendiri. Para pembatik datang ke tempat mereka dan diawasi langsung.

Rata-rata para pengusaha Batik Indo-Belanda tidak membuat batiknya sendiri. Namun, menggunakan jasa pembatik di sekitar tempat tinggalnya. Para pembatik itu dibayar dengan gaji yang murah, tetapi pengusaha batik Belanda di Pekalongan, Eliza van Zuylen memberikan beberapa bantuan seperti misalnya ketika sang pembatik sakit, melahirkan, bahkan meninggal.

Batik Belanda yang bermotif burung merak dan buketan. (Sumber: pinterest.com)

Batik Belanda yang bermotif burung merak dan buketan. (Sumber: pinterest.com)

Ketika industri batik sedang berjaya – menurut Herman C.  Vledhuisen pada 1890 – 1910 – pembatik mendapatkan berbagai fasilitas seperti pinjaman uang pada awal kontrak bekerja karena pada saat itu kebutuhan terhadap pembatik yang baik cukup tinggi.

Batik-batik Belanda yang diproduksi mempunyai pasar yang baik dan pelanggan tetap. Pengusaha batik bisa menjual langsung ke pelanggan dan mereka juga menjual kepada reseller batik, pada saat itu banyak pedagang Tionghoa dan India yang menjadi resellernya.

Pelanggan tetap mereka, yang biasanya adalah orang-orang kaya di Hindia Belanda diberikan motif-motif khusus. Banyaknya batik berkualitas yang dimiliki seseorang juga menjadi salah satu simbol status pada saat itu.

Salah satu faktor utama dalam persaingan industri batik Belanda adalah penciptaan motif dan teknik mewarnai.

Motif-motif batik Belanda memiliki ciri khas yang membedakan produsennya. Beberapa motif itu seperti motif buketan yang dimiliki van Zuylen, bentuk burung walet yang dimiliki L. Metzellar, dan sebagainya.

Namun, motif-motif itu sangat mudah untuk ditiru. Pembatik dapat bekerja di beberapa pengusaha batik. Mungkin itu adalah adalah satu faktor kuat peniruan motif tersebut. Beberapa batik-batik lain yang sezaman memiliki motif yang sama namun ciri khas tersebut melekat oleh sang inovator.

Foto keluarga Belanda. Sang ibu menggunakan batik Belanda. Sumber: pinterest

Foto keluarga Belanda. Sang ibu menggunakan batik Belanda. (Sumber: pinterest.com)

Pada sekitar 1870 pengusaha batik Belanda mulai membubuhkan tanda tangan pada kain batiknya. Biasanya letak cap tersebut berada di bagian kanan atas kepala atau pinggir. Mungkin penggunaan tanda tangan ini berkaitan dengan praktik tiru-meniru tersebut, atau sebagai kontrol atas kualitas batik dan branding.

Teknik pewarnaan menjadi salah satu rahasia perusahaan. Dalam mewarnai batik, nahan dasarnya bisa menggunakan pewarna alam dan warna sintetis. Namun, untuk menghasilkan warna yang unik dan baik harus menggunakan teknik tetentu.

(Ketahui bahan-bahan pewarna batik dari yang alami hingga sintetis!)

Karena batik yang baik adalah batik yang memiliki warna yang bagus, tidak mudah luntur, dan tidak mudah memudar maka rahasia pewarnaan batik hanya dimiliki oleh sang pengusaha batik.

Pengusaha-pengusaha Batik Belanda

Pengusaha batik Belanda di Indonesia tersebar di daerah pesisir utara Pulau Jawa, khususnya Kota Pekalongan yang paling banyak memiliki pengusaha batik Belanda. Di sekitar daerah selatan Pulau Jawa terdapat di Kota Banyumas dan Pacitan.

Berikut ini adalah beberapa profil pengusaha Batik Belanda yang memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan batik Nusantara.

Carolina Josephina von Franquemont

Beliau adalah salah satu pelopor pengusaha  batik Belanda. Pada 1840, Josephina van Franquemont mendirikan usaha batiknya saat umur 23 tahun. Usaha batiknya didirikan di daerah Ungaran, tidak jauh dari Semarang.

Batik buatan van Franquemont oleh masyarakat Indonesia dikenal sebagai batik Prankemon.

Seperti yang dikutip Vledhuisen, Dari wawancara dengan anggota keluarga van Franquemont oleh Rouffaer,batik-batik buatan van Franquemont memiliki pelanggan dari kalangan perempuan Eropa, Indo-Belanda, dan Indo-Cina. Namun pelanggan yang terbanyak adalah orang kaya Tionghoa.

Motif-motif yang menjadi ciri khas batik Prankemon ini di antaranya:

  • Motif batik cerita rakyat

Batik yang tergambarkan tokoh cerita rakyat “si gadis berkerudung merah” (Sumber: wereldculturen.nl)

Motif cerita rakyat digambarkan pada batik Prankemon di badan batik. Cerita rakyat yang digambarkan tidak hanya cerita rakyat yang berasal dari Eropa namun juga berasal dari Tionghoa.

  • motif batik wayang
  • motif batik perang Jawa
  • motif batik puisi

Motif batik puisi adalah motif yang digambarkan atas pengejawantahan sebuah puisi atau sajak-sajK rakyat yang berkembang di daerah sekitar. Motif ini cukup unik karena setiap sajak digambarkan dengan ikon-ikon pada batik. Cerita dalam sajak itu dibuat berurutan dan digambarkan dalam garis-garis diagonal.

Catharina Carolina van Oosterom

Beliau adalah pengusaha batik yang juga berada di Ungaran. Usaha batik ini berdiri pada 1845. Namun, pada 1855 pindah ke Banyumas.

Batik van Oosterom memiliki tempat di masyarakat, terutama di daerah Jawa Barat.  Batik ini dikenal dengan nama batik Panastroman.

Batik Prankemon dengan warna krem dan kombinasi hijau, merah, dan biru yang khas. (Sumber: batikplatform.wordpress.com)

Karakterisitik batik Panastroman memiliki warna merah tua, biru, hitam di atas warna krem.

Motif-motifnya bergambar malaikat, peri kecil, buah anggur dan macam-macam hewan.

Ikon malaikat dan peri kecil adalah ikon khas agama kristen yang sudah terkenal oleh berbagai kalangan.

Mungkin ikon tersebut terkait dengan aktivitas van Oosterom sebagai missionaris agama kristen protestan.

Batik Panasteroman aktif dalam mengikuti pameran dan pasar tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Acara-acara tersebut adalah salah satu jalan untuk mendapatkan pasar di daerah tertentu dan mendapatkan citra barang berkualitas baik.

Van Franquemont meninggal dunia pada 1877, namun produksi batiknya masih tetap berjalan.

Usaha batik beliau diwariskan oleh keponakannya, Miss Willemese dan Mrs. Matheron.

Van Zuylen bersaudari

Van Zuylen bersaudari terdiri dari Christina dan Eliza van Zuylen. Mereka berkecimpung dalam industri batik Belanda pada akhir abad ke-19 di Pekalongan.

Batik-batik karya mereka dikenal dengan nama batik Panselen.

Batik Panselen, memiliki gambar burung yang khas dan karakteristik perbedaan warna di badan dan kepala batik. (Sumber uncrated.wordpress.com)

Batik Panselen, memiliki gambar burung yang khas dan karakteristik perbedaan warna di badan dan kepala batik. (Sumber uncrated.wordpress.com)

Saat merintis, Christina van Zuylen dibantu oleh Lien Matzelar dengan meminjamkan tiga orang pembatiknya. Sedangkan, Eliza membantu kakaknya dalam mengurus usaha mereka.

Batik yang dibuat pada awalnya hanya berupa taplak meja, sapu tangan dan jenis-jenis yang cukup murah. Namun, ketika bisnis merka mencapai kesuksesan, sarung dan kain panjang mulai diproduksi.

Menurut keturunan dari Lies, Christina membatasi produksi dengan hanya membuat taplak dan sapu tangan karena tidak ingin berisiko.

Eliza van Zuylen mulai bekerja di rumahnya sendiri karena suaminya kurang suka Eliza lebih sering berada di rumah Christina untuk mengurus usaha batiknya.

Usaha batik Eliza diurus dengan profesional. Sehingga usahanya terus berkembang dan membesar.

Pada 1904, ia pindah ke rumah besar dan membangun bangunan untuk workshop membatiknya seluas 30 x 80 m untuk pembatik yang diawasi langsung dan 6 x 20 m untuk pembatik senior. Tiga pompa juga dibangun sehingga tidak membutuhkan air sungai lagi dalam proses pewarnaan.

Para pembatiknya setiap hari bangun pada 4:30 dan jika datang pagi-pagi diberikan sarapan gratis.

Motif-motif khas batik Panselen cukup sederhana. Biasanya tergambar buketan (bouquet) di bagian badan dan kepala kain. Di pojok kiri dan atas terdapat kupu-kupu dan burung khas van Zuylen. Pada bagian latar kepala dan bacan memiliki warna yang kontras.

Kebesaran nama van Zulyen atau batik Panselen ini mulai banyak ditiru oleh pembuat batik-batik lain.

Beberapa pembatik Tionghoa yang menggunakan model buketannya menuliskan “MD van Zulyen” yang berarti Model Dari van Zuylen.

Pada beberapa kasus, banyak stempel-stempel palsu yang salah penulisannya, seperti M. d. E. v. Zeylen, E. V. Zeylen, e v Zuiljen, E v Zuilen Pekalongan, m b Panselen, hingga VAN ZIELEN PEKALONGAN S. H.

Padahal, setelah 1940 cap yang biasa tertulis Batikkery – Mevr. E. Van Zuylen sudah tidak digunakan lagi dan hanya tertulis nomor produksi pada batiknya.

L. Metzelaar

Lien Metzelaar membuka usaha batiknya pada 1880 di Pekalongan untuk membantu mendapatkan penghasilan tambahan keluarga. Selain membatik beliau juga menyewakan kamar di rumahnya dan membuat bunga untuk perayaan.

Usaha batiknya bertambah besar ketika pedagang Arab yang bernama Baoudjir mulai menjual batiknya di Batavia (Jakarta). Peluang itu dimanfaatkan Boudjir untuk memberikan pinjaman kepada L. Metzelar untuk menambah jumlah produksinya.

Batik van Osten. (Sumber: Museumbatikpekalongan.info)

Batik van Osten. (Sumber: Museumbatikpekalongan.info)

Batik-batik Belanda buatan L. Metzelar lebih banyak di Batavia karena Boudjir menjadi pembeli terbesarnya. Namun, ada juga yang masih beredar di Pekalongan karena ada pelanggan tetap di sana.

Batik produksi L. Metzelar dibubuhi tanda tangan yang bertuliskan L. Metzelar Pekalongan. Ketika namanya terkenal tanda tangannya berubah menjadi L. Metz Pek.

Kekhasan batik ini adalah gambar bunga-bunga khas Eropa yang beukuran kecil yang berada di bagian kepala.

Usaha batik Lien Metzelar berhenti pada 1918 karena dijual kepada Jacqueline van Ardenne dan pindah ke Bandung.

Penutup

Batik Belanda adalah simbol dari kekayaan kebudayaan Indonesia. Masa kolonial Belanda yang saat ini sering kita dengar dengan tanam paksanya, kesengsaraannya, dan selama 350 tahunnya juga meninggalkan warisan berupa batik Belanda. Keindahan batik membuat banyak orang Indo-Belanda membuat dan menjadikannya ladang usaha.

Batik Belanda mulai surut ketika kedatangan Jepang pada 1942. Pada masa Pemerintahan Militer Jepang banyak dari orang Indo yang dimasukkan ke dalam penjara. Mereka juga mengubah tatanan kehidupan di Indonesia yang tadinya orang Belanda menduduki strata yang paling atas menjadi di strata yang paling bawah.

Bacaan lebih lanjut

Vledhuisen, Harmen C. (1993) Batik Belanda 1840 – 1940: Dutch Influence in Batik from Java History and Stories. Jakarta: gaya Favorit Press

Sumber

Vledhuisen, Harmen C. (1993) Batik Belanda 1840 – 1940: Dutch Influence in Batik from Java History and Stories. Jakarta: gaya Favorit Press

Heringa, Rens, Harmen C. Vledhuisen, dkk (1996) Fabric of Enhancement: Batik from the North Coast of Java. Los Angeles: Los Angeles County Museum of Art

“Pengusaha Batik Belanda” sumber: museumbatikpekalongan.info

“Batik Belanda” sumber: batikdan.blogspot.co.id

Pesan, saran dan kritikmu turut membangun website ini!

error: Maaf, konten terproteksi.
%d bloggers like this: