Mengenal Pewarna Batik: Dari yang Alami Hingga yang Sintetis

Pewarna batik adalah salah satu faktor yang menunjang pembuatan sebuah batik. Dahulu hanya dikenal pewarna alami, namun sekarang telah dikenal berbagai zat sintetis/kimia untuk mewarnai batik. Penggunaan pewarna alami tentu tidak lepas dari ilmu pengetahuan dan kearifan yang dimiliki nenek moyang kita. Sedangkan, munculnya pewarna kimia adalah simbol dari kemajuan teknologi dan perkembangan Industri batik.

Berbagai keunggulan dan kekurangan dimiliki pewarna alami dan sintetis/kimia. Pewarna alami terkenal dengan keramahan lingkungan, namun memiliki jumlah yang terbatas. Sedangkan pewarna sintetis/kimia sangat menguntungkan untuk industri, walaupun memiliki dampak pada pencemaran lingkungan.

Artikel ini akan mengulas tentang berbagai hal tentang pewarna batik.

Mari disimak!

Pewarna Batik Alami

Pewarna Batik alami adalah pewarna yang dihasilkan dari berbagai tumbuhan dan bahan-bahan alami lainnya. Apakah bisa tumbuh-tumbuhan menjadi zat pewarna pada kain?

Contoh yang dapat terjadi sehari-hari adalah ketika baju kita terkena tumpahan atau cipratan kuah soto. Kuah soto biasanya berwarna kuning, warna kuning itu berasal dari kunyit.

Jika kuah soto terciptrat atau tertumpah di baju atau celana yang berwarna putih. Maka baju atau celana yang terciprat itu akan mempunyai noda kuning ketika air kuah itu kering.

Kira-kira seperti itu lah pewarna alami.

Sebenarnya, pengetahuan akan pewarna alami telah dikenal sejak zaman dahulu.

Pengetahuan itu telah diaplikasikan ke berbagai hal, salah satunya adalah membatik.

Untuk mengingatkan, proses pembuatan batik yang ditulis ataupun dicap keduanya memiliki tahapan pewarnaan. Pada proses ini lah, zat-zat pewarna dicampur dengan air dan diaduk bersama kain yang telah dilapisi lilin.

(Kenali perbedaan batik tulis, cap dan print dalam artikel ini!)

Pengetahuan pewarnaan alam ini berbeda di satu tempat dengan tempat yang lain karena para pembatik menggunakan bahan pewarna yang tersedia di lingkungannya.

Mari kita kenali tumbuhan-tumbuhan apa saja yang dapat menghasilkan warna-warna untuk batik:

  • Kunyit
Kunyit, tumbuhan yang memiliki sejuta manfaat. hallosehat.com

Kunyit, tumbuhan yang memiliki sejuta manfaat. Sumber: hallosehat.com

Kunyit yang juga disebut kunir (Curcuma longa, Curcuma domestica) adalah tanaman rempah-rempah yang tumbuh di Indonesia. Kunyit dalam pewarnaan menghasilkan warna kuning. Selain, menjadi bahan pewarna kunyit memiliki banyak manfaat untuk kesehatan dan bumbu masak.

  • Kulit Akar Mengkudu
Kulit akar mengkudu yang telah dipotong-potong untuk dijadikan pewarna batik

Kulit akar mengkudu yang telah dipotong-potong untuk dijadikan pewarna batik. sumber: batiktuliscanting.blogspot.com

Kulit akar mengkudu (Morinca citrifolia) dikenal juga sebagai noni, pace atau bentis dalam bahasa Jawa. Dalam pewarnaan menghasilkan warna merah cerah. Tumbuhan ini juga memiliki banyak manfaat, buahnya terkenal sebagai obat herbal untuk sakit kanker, loh.

  • Kulit Pohon Mundu

Pohon Buah Mundu, bentuknya yang bulat seperti apel membuat tanaman ini juga dinamakan Apel Jawa. Sumber: jitunews.com

Kulit pohon mundu (Garcinia dulcis) biasa disebut juga buah apel Jawa. Tanaman ini dapat menghasilkan warna hijau jika dicampur dengan air tawas.

  • Air Tawas

Tawas yang berbentuk kristal. sumber pipitta.com

Air tawas sebenarnya biasa digunakan untuk penjernih air. Namun, jika digabungkan dengan kulit pohon mundu dapat menghasilkan warna hijau.

  • Daun Nila

Daun pohon nila. Sumber: obatrindu.com

Danu nila (Indofera) atau yang disebut juga tarom dapat menghasilkan warna biru jika dicampur dengan air kapur.

  • Kulit Buah Manggis

Kulit buah manggis yang akhir-akhir ini terkenal sebagai obat herbal, ternyata juga bisa menjadi pewarna batik alami. Sumber: sehatcenter.com

Kulit buah manggis selain banyak mengandung khasiat untuk kesehatan, juga dapat menghasilkan warna. Beberapa warna yang dapat dihasilkan dari kulit buah manggis adalah merah, ungu dan biru. Buah manggis memiliki zat tannin, zat warna yang dimiliki tumbuhan, yang terbaik.

  • Kulit Pohon Soga tingi

Tumbuhan Soga tingi yang dapat digunakan kulit pohonnya sebagai pewarna alami batik. Sumber: wikipedia.org

Kulit pohon soga tingi (Ceriops tagal) dikenal sebagai pewarna batik oleh sebagian besar pembatik. Warna yang dihasilkan oleh kulit pohon soga tingi bergantung dari proses pewarnaannya. Handayani PA menyebutkan dalam abstraksi esainya bahwa  ekstrak kulit pohon soga tingi dapat memproduksi tannin (zat warna pada tumbuhan) jika dicampur dengan 96% ethanol dan memakan waktu selama 3 jam. Ekstrak kulit pohon soga tingi jika bercampur dengan tumbuhan tunjung menghasilkan warna hitam, jika bercampur dengan jeruk nipis menghasilkan warna cokelat, dan jika bercampur dengan tawas menghasilkan warna cokelat kemerah-merahan.

  • Kulit Pohon Soga Jambal

Pohon Soga Jambal. sumber: obatrindu.com

Kulit Pohon Soga Jambal (Pelthophorum Ferruginum) memiliki 17,7% zat tanin. Warna yang dihasilkan dari kulit kayu jambal adalah cokelat kemerahan.

  • Kayu Tegeran

Kayu tegeran yang sudah dipotong-potong dan dikeringkan. sumber: zatwarnaalami.blogspot.com

Kayu tegeran (Cudraina Javanensis) digunakan bersaman dengan kulit kayu soga untuk menghasilkan warna kuning. Kayu tegeran daapat digunakan sebagai pewarna batik yang memiliki kecerahan warna dan ketahanan luntur yang baik, menurut hasil penelitian Vivin Atika dan Irfa’ina Rohana Salma. Hasil penelitian tersebut terbit dalam jurnal Majalah Ilmiah: Dinamika Kerajinan dan Batik Vol. 34 No 1 tahun 2017. Untuk lebih lengkapnya silahkan klik di sini.

  • Kesumba

Pohon Kesumba. Sumber: zatwarnaalami.blogspot.com

Kesumba (Bixa Orelana) adalah tanaman yang berasal dari Mediterania. Buah kesumba dapat dijadikan sumber pewarna alam. Selain dapat digunakan untuk pewarna batik, buah kesumba juga bisa digunakan untuk berbagai macam bahan pewarna, seperti makanan, kosmetik dan sabun.

  • Daun Jambu Biji
Daun jambu biji. selain dapat mengatasi diare juga bisa menjadi pewarna batik

Daun jambu biji. selain dapat mengatasi diare juga bisa menjadi pewarna batik. sumber: vemale.com

Jambu biji (Psidium Guajava) sangat bermanfaat bagi tubuh. Daunnya pun telah diketahui menjadi obat diare sejak zaman orang tua dahulu. Ternyata, daunnya juga dapat menjadi sumber pewarna alami. Zat warna yang dihasilkan dari daun jambu biji adalah warna hijau kecoklatan. Beberapa mahasiswa UNY telah meriset tentang hal ini. Lengkapnya silahkan cek di sini.

  • Ekstrak daun teh

Daun teh ternyata juga bisa menjadi sumber pewarna alami. sumber: Medkes.com

Teh tentu biasa kita lihat sehari-hari. Ternyata, selain dapat diminum, daun teh juga bisa menjadi sumber pewarna alami. Ekstrak daun teh dapat menghasilkan warna merah kecokelatan. Terdapat hasil penelitian mengenai teh sebagai sumber pewarna alam. Untuk lebih lanjut, silahkan baca di tautan berikut ini.

  • Bagian-bagian Tanaman Bakau

Tanaman Bakau (Mangrove), selain memiliki manfaat sebagai penjaga ekosistem bawah air juga dapat menjadi bahan pewarna alam. Seperti yang tertulis di buku Keeksotisan Batik Jawa Timur: Memahami Motif dan Keunikannya. Di daerah Kedung Baruk, kecamatan Rungkut, Surabaya para pengrajin batik dapat menggunakan beberapa bagian tanaman bakau sebagai sumber pewarna alam.

Penggunaannya dicampur dengan berbagai zat lainnya seperti caping bunga dan bruguira untuk menghasilkan warna merah dan mencampur kunyit, getah nyamplung dan gambir untuk menghasilkan warna kuning.

Dr Ir Delianis Pringgenies MSc juga pernah mempraktikan cara pengolahan tanaman bakau sebagai sumber pewarnaan alami. sila di cek di tautan berikut ini.

Dari sekian banyak tanaman sumber pewarnaan alami yang telah diulas, mereka juga memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan pewarna alami, di antaranya:

  1. Ramah lingkungan;
  2. Kombinasi warnanya bersifat lembut, harmonis, dan tidak bertabrakan;
  3. Disertai dengan aroma yang khas;
  4. Kain batik yang menggunakan pewarna alami memiliki harga yang lebih tinggi

Kekurangan pewarna alami, antara lain:

  1. Variasi warna yang sangat terbatas;
  2. Bahan pewarna harus diolah terlebih dahulu, cukup memakan waktu;
  3. Proses pewarnaan pun perlu diulang-ulang untuk mendapatkan warna sesuai selera;
  4. Warna yang dihasilkan tidak tahan terhadap sinar matahari, jika terlalu sering dipakai di kegiatan luar ruangan dapat membuat warna gelap menjadi pudar;
  5. Membutuhkan modal yang besar menggunakan pewarna alami.

Pewarna Batik Sintetis/Kimia

Pewarna batik sintetis/kimia muncul seiring dengan perkembangan industri batik. Penggunaan pewarna alami memakan waktu dan biaya yang cukup tinggi. Untuk produksi yang jauh lebih besar, dibutuhkan sebuah pewarna yang dapat menunjang produktivitas.

Seperti yang tercatat pada buku Keeksotisan Batik Jawa Timur: Memahami Motif dan Keunikannya, Zat pewarna kimia ini pertama kali diperkenalkan oleh pedagang Tionghoa sekitar awal abad ke-20.

Pewarna kimia pun juga memiliki spesifikasi yang berbeda.

Tergantung dengan harganya.

Untuk yang mahal, warna yang dihasilkan jauh lebih bagus.

Ketimbang, yang murah.

Beberapa pewarna batik kimia, di antaranya:

  • Naphthol

Bubuk Napthol memiliki berbagai macam warna. sumber: kidungasmara.com

Napthol adalah jenis pewarna yang susah larut di air. Untuk menggunakannya dapat melarutkan dengan air panas dan diberi sedikit Caustic Soda.

Beberapa jenis Napthol yang ada di pasaran adalah Naphthol AS, Naphtol ASG, Napthol ASBU, Napthol ASGR, Naphtol ASOL, Napthol ASWR, Naphtol ASBR dan sejenisnya.

Tahapan penggunaan Napthol di antaranya:

  1. Kain dicelupkan ke dalam air panas yang mengandung Napthol dan Caustic soda. Pada tahap pencelupan pertama warna belum timbul pada kain.
  2. Kain yang telah melewati proses pertama dicelupkan kembali ke dalam laurtan garam diazodium yang sesuai dengan warna yang diinginkan.

Ketebalan warna yang dihasilkan pada jenis zat pewarna kimia naphtol ini tergantung dari kadar Napthol yang diserap oleh kain. Biasanya penggunaan napthol hanya pada proses pencelupan tidak untuk mencolet atau mengkuas.

  • Indigosol

Bubuk indigosol. sumber: tradeindia.com

Indigosol adalah jenis pewarna sintetis/kimia yang mudah larut di air.

Ketika kain dicelupkan ke dalam air yang telah dicampur Indigosol, hanya akan timbul warna yang samar.

Kain harus dioksidasi dengan zat Natrium Nitrit (NaNo2) lalu dicelupkan ke dalam larutan HCI atau H2SO4 untuk memunculkan warnanya.

Indigosol dapat digunakan pada proses pencelupan dan mencolet sekaligus.

  • Remazol

Remazol termasuk dalam jenis zat warna reaktif. Maksudnya adalah dapat beraksi dan mengadakan ikatan langsung dengan serat sehingga menjadi bagian serat itu sendiri.

Penggunaan remazol pada batik bisa dalam proses pencelupan, coletan dan kuasan.

Karakteristik zat ini di antaranya: mudah larut dengan air; warna yang bagus dengan ketahanan luntur yang baik, daya afinitas rendah.

Penggunaan remazol dapat menggabungkan natrium silikat untuk menjaga warna.

Kekurangan dan kelebihan pewarnaan ini terletak dalam kacamata bidang industri.

Kelebihan yang paling utama adalah unggul dari berbagai bidang produksi, seperti mudah didapatkan, cepat teraplikasi pada kain, tersedia dalam jumlah yang banyak.

Kekurangannya adalah risiko penggunaan bagi lingkungan sekitar. Penggunaan zat pewarna kimia yang berlebihan dapat mencemarkan lingkungan, membahayakan kehidupan manusia dan alam.

Penutup

Kedua jenis zat pewarna ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, opini penulis  adalah lebih baik menggunakan zat pewarna alami. Tentunya, penggunan zat pewarna alami harus melibatkan segenap pihak. Membuat sistem yang baik terhadap sumber daya pewarna alam, yang di dalamnya termasuk produksi, distribusi, penelitian dampak terhadap lingkungan, dan lain-lain.

Penulis berharap. Jika seluruh pihak bergerak dalam bidang  ini,  maka mampu menciptakan ekosistem kebudayaan yang baik. Di mana semua pihak merasakan manfaatnya. Kelestarian budaya terjaga, masyarakat pendukungnya sejahtera, dan alam pun terawat baik.

 

Sejarah Batik di Yogyakarta, Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran

Batik-batik Khas Keraton-keraton Jawa

Sejarah batik di Yogyakarta, Surakarta, Pakualaman dan Mangkubumi sangat menarik untuk diketahui. Keempatnya mempunyai pengaruh di lingkungan keratonnya masing-masing. Sebagai pewaris kekuasaan Kerajaan Mataram, yang terkenal sebagai era pesatnya perkembangan batik, tentu menjadi sebuah catatan tersendiri dalam perkembangan batik di nusantara.

Awal Mula

Batik telah lama dikenal di Nusantara. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk kain yang digunakan pada arca dan relief yang terdapat di candi. Perkembangannya juga dapat dilihat dari beberapa kitab-kitab kuno. Pada awal perkembangannya ragam corak atau motif batik masih terbatas. Hanya beberapa motif yang dikenal, seperti motif poleng, kawung dan ceplok.

Pada masa Mataram Islam, batik mengalami perkembangan yang cukup pesat. beberapa ragam hias atau motif yang sekarang dikenal diciptakan pada masa kerajaan ini. Mataram yang memiliki budaya bercorak agraris mendukung perkembangan dan penggunaan batik. Pada masa itu, batik menjadi instrumen upacara adat dan penggunaannya dibedakan dengan ragam hias atau motifnya.

Pada masa kerajaan Mataram Islam, batik juga menjadi salah satu cara melegitimasi kekuasaan kerajaan.

Terbentuklah sebuah ragam hias dan motif larangan yang hanya boleh dipakai lingkungan dalam keraton dan bangsawan.

Beberapa di antaranya adalah motif Parang, Udan Liris, Hoek, Cemukiran, dan Semen Lar Ageng.

Kerajaan Mataram yang menjadi hegemoni di tanah Jawa, perlahan-lahan mulai berkurang akibat pengaruh VOC/Kompeni Belanda.

Atas campur tangan Belanda, beberapa kali diadakan perjanjian yang memecah belah Kerajaan Mataram.

Pertama, perjanjian Giyanti pada 1755 yang memecah wilayah Kerajaan Mataram menjadi dua.

Di sebelah timur Sungai Opak dipimpin oleh Sunan Pakubuwana III yang berkedudukan di Surakarta.

Di sebalah barat Sungai Opak dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta.

Belanda pun mengadakan perjanjian kembali pada 1757, yang dinamakan perjanjian Salatiga antara Kasunanan Surakarta dan Pangeran Sambernyawa.

Pada perjanjian itu wilayah Kasunanan diperkecil dengan diberikannya wilayah sebelah utara keraton kepada Pangeran Sambernyawa yang akan bergelar Mangkunagara I.

Walaupun bersifat otonom, Mangkunagara tidak dapat bergelar sultan, tapi Pangeran Adipati Arya.

Hal yang sama terjadi pada Kesultanan Yogyakarta. Pada 1813, Gubernur Jenderal Sir Thomas Raffles menobatkan Pangeran Notokusumo, putra dari Sultan Hamengku Buwono I dengan selir Srenggorowati menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I.

Wilayah kadipaten Paku Alaman meliputi sebuah kemantren di dalam kota Yogyakarta (sekarang menjadi wilayah kecamatan Pakualaman) dan daerah Karang Kemuning (selanjutnya disebut Kabupaten Adikarto) yang terletak di bagian selatan Kabupaten Kulon Progo sekarang.

Peta Kerajaan-kerajaan Jawa Pewaris Mataram Islam pada 1830.

Peta Kerajaan-kerajaan Jawa Pewaris Mataram Islam pada 1830.

Sejarah Batik di Kesultanan Surakarta

Sejarah batik di Kesultanan Surakarta tidak lepas dari perkembangan tata busana, tarian dan karawitan. Ketika perjanjian Giyanti (1755), Surakarta menerima pembagia berupa gamelan baru, tari bedhaya pusaka yaitu bedhaya Ketawang. juga mendapatkan beberapa wayang lama dan membuat tata busana gaya baru.

Foto Prajurit Kesultanan Surakarta. sumber: pintrest.com

Foto Prajurit Kesultanan Surakarta menggunakan batik motif kesatria (tahun tidak diketahui). sumber: pintrest.com

Menurut Naufal Anggito Yudhistira dalam bukunya Di balik Makna 99 Desain Batik, perkembangan seni di Surakarta lebih anggun, cantik, mewah dan halus karena seniman dan empu yang ada di Surakarta lebih banyak perempuan.

Motif Taman Kupu-kupu yang masih banyak ditemukan saat ini.

Keraton Surakarta mengembangkan motif-motif yang tidak dikenal di Yogyakarta, seperti Bondhet, Larasati, Pisang Bali, Lintang Trenggono dan Kakrasana. Motif baru lainnya dengan campuran berbagai kebudayaan seperti Belanda, Tionghoa dan Inda sseperti Urang Watang, Tresno Langgeng dan Kupu Taman.

Motif atau ragam hias pisang bali yang berkembang di Surakarta.

Motif atau ragam hias pisang bali yang berkembang di Surakarta.

Beberapa perbedaan lainnya terletak pada pemakaian warna yang semakin beragam dan pengubahan busana tari, seperti perkembangan kain dodotan yang memiliki banyak motif, penggunaan mekak, sanggul kadal menek dan penggunaan aneka jenis kain baru.

Sejarah Batik di Kesultanan Yogyakarta

Sejarah Batik di Kesultanan Yogyakarta tidak seberkembang di Surakarta. Tata busana dan batiknya masih mengikuti budaya lama Mataraman. Jika seni yang berkembang di Surakarta berkesan cantik dan anggun, maka seni yang berkembang di Kesultanan Yogyakarta lebih terkesan gagah dan tegas.

Motif Kawung. sumber: Senirupaterapanbatikindonesia.blogspot.com

Kebanyakan motif batik yang di kenal di Yogyakarta adalah motif Parang, Lereng, Semen, Kawung, Ceplok, Semen dan Lung-lungan.

Motif Parang khas Yogyakarta. sumber: krjogja.com

Motif Parang khas Yogyakarta. sumber: krjogja.com

Pemakaian motif khusus yang hanya boleh dipakai bangsawan seperti Parang Rusak, Parang Kesit, Parang Baris, Parang Hoek, Semen Lar Ageng, Rujan Senthe.

Foto Kuno Penari di Lingkungan Keraton Yogyakarta. sumber: Pintrest.com

Foto Kuno Penari di Lingkungan Keraton Yogyakarta (tahun tidak diketahui).sumber: Pintrest.com

Perkembangan batik yang lambat ini dikarenakan batik adalah tradisi yang hidup di dalam keraton.

Pembuatan batik dilakukan soerang perempuan.

Perkembangan batik di Yogyakarta sangat dipengaruhi para selir dan permaisuri yang hidup pada masanya.

Sejarah Batik di Kadipaten Mangkunegaran

Perkembangan batik di Kadipaten Mangkunegaran mengalami perubahan pada masa Mangkunegaran VII. Pada masanya terdapat pernikahan dengan GKR Timur, anak dari Hamengkubuwana VII.

Penari Bedoyo di keraton Mangkunegara tahun tidak diketahui. sumber: tropenmuseum via wikipedia

Penari Bedoyo di keraton Mangkunegara tahun tidak diketahui. sumber: tropenmuseum via wikipedia

Dengan pernikahan itu masuknya pengaruh budaya Kesultanan Yogyakarta semakin besar.

Motif Parang Sonder khas Mangkunegara. sumber: nlyliyani.wordpress.com

Motif Parang Sonder khas Mangkunegara. sumber: nlyliyani.wordpress.com

Motif-motif Yogyakarta seperti Parang Sarpa, Parang Pucang, Rinenggo, Ceplok Kasatrian, Parang Hoek diadopsi batik di Mangkunegaran.

Dodotan dengan motif semen, seperti semen sidoasih, semen gendong dan semen lar ageng menggantikan motif alas-alasan dalam busana pernikahan.

Perbedaan lainnya antara batik Surakarta dan Mangkunegaraan adalah warna kekuningan/warna soga cokelat.

Motif Parang Kesit Barong khas Mangkunegaran

Motif Parang Kesit Barong khas Mangkunegaran. sumber: nlyliyani.wordpress.com

Dalam busana tari, beberapa ciri busana khas Yogyakarta juga terlihat. seperti mengganti penggunaan cundrik dengan patrem jebeng. Penggunaan samparan yang sama seperti di Yogyakarta. Samparan ditarik seperti memegang sampur saat kapang-kapang.

Samparan yang biasanya diletekan dari kiri ke tengah diubah menjadi dari kanan ke tengah.

Sejarah Batik Kadipaten Pakualaman

Keunikan yang terjadi di Pakualaman berawal dari pernikahan. Sama seperti yang terjadi di Mangunegaran. Masuknya GBRA Retno Puwoso, anak dari Sinuhun Pakubuwana X ke dalam Pakualaman membawa nuansa Surakarta ke sini.

Penari anak-anak cilik di Keraton Pakualaman. sumber: tropenmuseum via wikipedia.

Penari anak-anak cilik di Keraton Pakualaman (tahun tidak diketahui). sumber: tropenmuseum via wikipedia.

Hal itu dapat dilihat dari berbagai bidang kesenian yang berkembang. Seperti tata busana, tari dan batik.

Motif Parang Gapit khas Pakualaman. sumber: nlyliyani.wordpress.com

Motif dan ragam hias batik Surakarta masuk dan digunakan di sini. Penggunaan dodotan juga diadopsi.

Dalam busana tari, penggunaan sanggul kadal menek, sanggul tekuk dan kantong gelung diadopsi ke dalam tata busana tari Pakualaman.

Motif Batik Wisnu Mamuja Pura Pakualaman pada kegiatan Pameran Motif Batik Khas Pakualaman di Istana Pakualaman. sumber: tembi.net

Dalam bidang karawitan, Pakualaman mengenal gending karya Surakarta seperti Gambirsawit, kKinanti Jurudemung dan Kinanti Padang Bulan.

Penutup

Batik berkembang dengan caranya sendiri. Tentunya tidak lepas dari peran serta masyarakat pendukung batik itu sendiri. Di empat otonomi daerah ini, batik berkembang dengan dinamis tanpa gesekan yang menimbulkan konflik. Perkembangan ini adalah menambah kekayaan batik nusantara. Semoga pengetahuan ini dapat bermanfaat.

Kami menyediakan berbagai jenis batik seperti batik Surakarta, batik Madura, batik Cirebon dan batik Peranakan. Bentuknnya dapat berupa bahan, kemeja, dekorasi rumah dan alat makan.

Silahkan di cek di tautan berikut:

Batik Rachna Sandika.

 

 

Kain Tenun Gringsing: Keluhuran yang Terus Dijaga

Gadis-gadis Bali mengenakan kain Gringsing. sumber: bisniswisata.co.id
Kain tenun gringsing adalag kain tenun khas suku Aga Bali yang berasal dari desa Pegeringsingan, Tenganan. Kain yang akhir-akhir ini booming karena mempunyai daya tarik ekonomi yang tinggi. Selembar kain Geringsing mempunyai harga 1 juta – 20 juta rupiah. Namun, aspek ekonomi hanyalah sebagian kecil dari nilai yang dikandung kain ini.
Kain Tenun Gringsing. Terlihat motif-motif khas Tenun Gringsing. sumber: lifestyle.okezone.com

Kain Tenun Gringsing. Terlihat motif-motif khas Tenun Gringsing. sumber: lifestyle.okezone.com

Kain ini adalah sebuah kekayaan budaya Indonesia. Hanya ada tiga kebudayaan yang dapat melakukan teknik double ikat, yaitu India, Jepang dan Indonesia. Salah satu contoh hasil dari teknik double ikat adalah kain Gringsing.
Kain Tenun Gringsing diproduksi di desa Pegeringsingan, Tenganan, Bali. Pemerintah RI, melalui Ditjen Hak Kekayaan Intelektual memberikan hak eksklusif Indikasi Geografis kepada Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Tenganan. Pemberian itu dinilai sebagai pelestarian dan perlindungan bagi penenun desa Tenganan karena kain Geringsing tidak hanya sebuah kain, tapi mempunyai arti bagi kehidupan masyarakat di Tenganan.

Foto koleksi Tropen Museum yang menggambarkan seorang gadis bali sedang menenun. sumber: wikipedia.org

Gringsing berasal dari dua kata, gering yang berarti sakit dan sing yang berarti tidak. Bagi masyarakat pendukungnya, kain ini adalah simbol kesucian yang menjaga dari penyakit dan kejahatan. Dalam kepercayaan masyarakat, Tenganan mendapatkan tempat yang baik karena berada di dekat dengan gunung dan jauh dari pantai.Wilayah gunung adalah wilayah yang paling baik karena dekat dengan Dewa, sedangkan pantai lebih dekat dengan dunia manusia dengan segala baik dan buruknya.

Ilustrasi pengenalan istilah tenun weft/pakan dan wrap/lungsin. sumber artwithmissgrifin.wordpress.com

Kain tenun Gringsing ditenun menggunakan teknik ikat ganda yang terkenal sangat sulit. Kemampuan masyarakat Tenganan dalam teknik ini pun dipercaya diajarkan langsung oleh Dewa Indra. Teknik ikat ganda adalah memasukan weft/pakan (benang yang melintang) ke dalam wrap/lungsin (benang yang membujur), namun keduanya telah diwarnai. Sehingga harus ada keakuratan dalam memadukan warna di pakan dan di lungsing agar tercipta motif yang luar biasa.

Proses Pembuatan Kain Tenun Gringsing

  • Memintal benang
Ilustrasi proses memintal benang secara tradisional. Gambar ini bukanlah pemintalan benang yang digunakan untuk kain Gringsing, namun prosesnya hampir menyerupai. sumber: esocright.blogspot.co.id

Ilustrasi proses memintal benang secara tradisional. Gambar ini bukanlah pemintalan benang yang digunakan untuk kain Gringsing, namun prosesnya hampir menyerupai. sumber: esocright.blogspot.co.id

Benang dibuat menggunakan bahan dasar kapuk berbiji satu ayng didatangkan dari Nusa Peninda karena hanya dihasilkan di sana. Benang lalu dibuat dengan cara dipintal.

  • Mewarnai benang
Benang yang akan diwarnai. Beberapa yang diikat dengan tali rafia adalah bagian yang dijaga agar warna tidak menyerap ke dalam sana. Dari proses ini, sudah dapat dilihat motif kainnya. sumber: kabarkomik.wordpress.com

Benang yang akan diwarnai. Beberapa yang diikat dengan tali rafia adalah bagian yang dijaga agar warna tidak menyerap ke dalam sana. Dari proses ini, sudah dapat dilihat motif kainnya. sumber: kabarkomik.wordpress.com

Kumparan-kumparan benang diwarnai dengan cara direndam ke dalam air yang berwarna. beberapa bagian benang ditutupi agar tidak meresap warna. Jadi, semenjak dari kumparan benang, warna telah disiapkan untuk membuat pola.

Kotak yang berisi pewarna alam untuk pembuatan kain Gringsing. di sebelah kanan adalah biji kemiri dan beberapa potongan akar mengkudu dan kulit kayu kepudung. sumber:kabarkomik.wordpress.com

Kotak yang berisi pewarna alam untuk pembuatan kain Gringsing. di sebelah kanan adalah biji kemiri dan beberapa potongan akar mengkudu dan kulit kayu kepudung. sumber:kabarkomik.wordpress.com

Zaman dahulu hanya terdapat tiga warna dalam pembuatan kain ini, yaitu warna kuning, warna merah dan warna hitam. Warna-warna itu menyimbolkan dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu. Warna kuning adalah simbol dari Dewa Siwa, dewa penghancur. Warna merah adalah simbol dari Dewa Brahma, dewa pencipta. Warna putih adalah simbol dari Dewa Wisnu, dewa pemelihara.

Perwarna yang digunakan adalah pewarna alam. Kepundung putih yang dicampur dengan kulit akar mengkudu adalah bahan utama membuat warna merah. Minyak buah kemiri yang telah berusia tua dan dicampur dengan air serbuk kayu adalah bahan utama membuat warna kuning. Sedangkan, Pohon taum bahan dasar membuat warna hitam.

Proses mewarnai memakan waktu yang cukup lama, beberapa warna harus direndam selama kurang lebih 1 – 2 bulan untuk pewarnaannya. Tergantung ketebalan warna yang diinginkan. Jika satu kumparan harus mengalami beberapa kali pewarnaan, waktunya menjadi berkali-kali lipat.

Ketika kumparan telah selesai diwarnai seluruhnya, kumparan tersebut dicuci dengan air beras agar mendapatkan kekakuan dan menghindari kekusutan dan kerusakan ketika proses menenun
  • Menenun

Read More

Batik Tulis, Batik Cap dan Batik Print: Kenali Lebih Dekat dan Membedakan

Batik tulis, batik cap dan batik print. Ketiga jenis itu mungkin adalah hal yang sering membingungkan ketika membeli batik. Kekurangpengetahuan terhadap ketiganya membuat pembeli dapat terperdaya dan mempercayai begitu saja kata pedagang. Untuk menghindari hal itu, artikel ini akan membahas bagaimana cara membedakan dan mengetahui lebih dekat batik tulis, batik cap dan batik print.

Batik pada masa sekarang tidak hanya menjadi sebuah ikon kesenian dan kebudayaan. Namun, telah menjadi sebuah industri yang mungkin lebih mengedepankan bidang ekonomi daripada kesenian dan budaya sendiri. Saat ini, Perkembangan industri batik telah mencapai tahap yang cukup besar, seiring dengan perkembangan minat pembeli. Sehingga para produsen berlomba-lomba mendapatkan keuntungan yang lebih banyak mungkin dengan mengenyampingkan falsafah yang terkandung di dalam batik.

Dari perlombaan tersebut, timbullah berbagai jenis batik yang dibedakan dengan proses pembuatannya. Pada mulanya, batik tercipta berkat keahlian tangan-tangan terampil pembatik dalam mencanting dan menyelupkan warna. Batik di atas biasa kita kenal dengan batik tulis.

Perkembangan selanjutnya, para produsen menggunakan cap yang bermotif untuk menempelkan lilin/malam ke kain. Hasil dari proses tersebut disebut dengan batik cap.

Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat kedua proses di atas semakin tertinggal, dengan terciptanya batik yang diprint dengan mesin. Tidak ada lagi proses pemberian lilin/malam dan menyelupkan warna, yang ada hanya dengan menggunakan mesin langsung tercipta kain dengan motif batik. Orang-orang biasanya menyebut dengan batik print.

Sebagian orang berpendapat bahwa batik print bukanlah batik yang sesungguhnya. Seperti yang dikutip dari Batik Klasik karya Hamzuri,

Batik merupakan suatu cara untuk memberi hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan perintang. Zat perintang yang sering digunakan ialah lilin atau malam. Kain yang sudah digambar dengan menggunakan malam kemudian diberi warna dengan cara pencelupan. Setelah itu malam dihilangkan dengan cara merebus kain.

Mari kita kenali lebih dekat batik tulis, batik cap dan batik print!

 

Kenali Batik Tulis

Batik tulis adalah proses pembuatan batik yang tertua. Pada zaman kerajaan, batik diciptakan dengan proses ini. Pada saat itu batik dilakukan oleh putri-putri raja dan golongan dalam keraton.

Pada saat ini, harga batik tulis terbilang cukup mahal dibandingkan jenis batik yang lain karena pembuatan batik ini cukup lama dan mengandung nilai budaya yang tinggi. Banyak tahap yang harus dilalui dalam pembuatan sebuah kain batik.

Detail dan keindahan batik pun berdasarkan keahlian pembuatnya.

Proses pembuatan batik tulis:

  • Membuat Pola/Molani

Membuat pola batik di kain mori dengan menggunakan pensil. sumber: masfikr.com

Kain putih yang menjadi bahan dasar digambar polanya dahulu menggunakan pensil. Pola tersebut nantinya akan dilapisi oleh lilin/malam.

  • Melapisi lilin/Mencanting/dicantangi

Proses setelah membuat pola adalah melapisi pola dengan liling menggunakan canting. sumber: masfikr.com

Kain yang telah tergambar pola dilapisi oleh malam, menggunakan alat yang bernama canting. Ada berbagai jenis canting yang dibedakan dari besar kecilnya lubang yang mengeluarkan lilin.

  • Menutupi bagian putih

Setelah pola diberikan lilin, sisi disekitar diberikan lilin untuk memberikan detail yang baik. sumber: masfikr.com

Bagian putih adalah bagian yang tidak masuk dalam pola, namun pembatik tidak ingin memberikan warna di bagian tersebut.

  • Pewarnaan

Mewarnai batik dengan cara dicelup di dalam air yang telah diberikan warna. sumber: www.masfikr.comngelorod

 

 

Prinsipnya, batik diwarnai dengan cara dicelup ke dalam air yang diberikan pewarna. Lilin yang menempel pada kain akan menghalangi warna menyerap pada kain.

  • Merebus Kain/Nglorod

Proses merebus batik/ngelorod. sumber: youtube.com/radyamulyono

Kain yang sudah diberikan warna direbus untuk menghilangkan lilinnnya. Kain yang telah direbus dijemur di panas matahari.

Pada tahap ini, proses dapat kembali ke tahap mencanting/dicantangi jika pembatik ingin memberikan banyak warna pada kain batiknya karena pewarnaan batik terbatas hanya satu warna dengan sekali celup. Untuk menebalkan dan menegaskan warna juga harus melalui tahap mencanting/dicantangi lagi.

  • Mencuci/direndam di air dingin

Proses merendam batik dengan air dingin, terlihat warna yang dihasilkan. sumber: innayah.com

Jika pembatik telah puas dengan karyanya. Kain tersebut dapat dicuci atau direndam air dingin.

Ciri-ciri batik tulis:

  • Mempunyai goresan dan penumpukan warna yang khas;
  • Bentuk gambar atau motif tidak ada pengulangan yang jelas atau mirip sekali;
  • Warna dan gambar pada batik terlihat jelas di kedua sisi;
  • Aroma kain yang khas, jika menggunakan pewarna alam;

Kelebihan batik tulis:

  • Memiliki keindahan tersendiri dan unik;
  • Detail dan warna sangat baik;
  • Meningkatkan derajat pemakainya;

Kekurangan batik tulis:

  • Harganya cukup mahal

 

Kenali Batik Cap

Ketika batik dapat digunakan oleh masyarakast luas, produksi batik menjadi sebuah industri yang memenuhi permintaan pasar. Namun, produksi batik yang pada waktu itu hanya dengan ditulis tidak dapat memenuhi permintaan. Akhirnya, tercipta sebuah metode baru dengan menggunakan cap yang dapat mempersingkat waktu produksi.

Cap yang digunakan biasanya berukuran 20 x 20 cm atau lebih. Memiliki pengulangan motif yang relatif sempit.

Proses pembuatan batik cap:

  • Mencap kain

Seorang mahasiswi belajar membatik dengan menggunakan cap. sumber: radioaustralia.net.au

Cap yang telah dicelupkan lilin ditempel ke kain tanpa menggambar pola terlebih dahulu.

  • Mewarnai

Prinsipnya, batik diwarnai dengan cara dicelup ke dalam air yang diberikan pewarna. Lilin yang menempel pada kain akan menghalangi warna menyerap pada kain.

  • Merebus kain/Nglorod

Kain yang sudah diberikan warna direbus untuk menghilangkan lilinnnya. Kain yang telah direbus dijemur di panas matahari.

  • Mencuci/direndam di air dingin

Kain batik yang telah melewati proses ngolord direndam air dingin.

Ciri-ciri batik cap:

  • Gambar dan motif mempunyai pengulangan yang lebih sempit dan ada kemungkinan tidak nyambung;
  • Ada perbedaan ketajaman warna dan detail di kedua sisi;

Kelebihan batik cap:

  • Harga batik cap cukup terjangkau;
  • Batik cap masih tergolong kain batik karena menggunakan media lilin sebagai bahan perintang.

Kekurangan batik cap:

  • Kualitas gambar dan warna tidak sebaik batik tulis.

 

Kenali Batik Print

Batik print adalah hasil inovasi produksi batik. Ketika Industri batik semakin besar, permintaan pasar semakin banyak, membutuhkan produksi yang besar pula. Produksi batik dengan ditulis dan dicap dirasakan masih kurang memunuhi kebutuhan pasar. Batik print mulai diproduksi.

Proses pembuatan batik print:

  • Menyiapkan desain

Desain yang disiapkan kira-kira ukuran kain 2 x 1 m atau seukuran dengan kain bahan dasar.

  • Cetak desain dalam plankan

Desain batik di atas plangkan. sumber: pictastar.com/@alighufron

Desain dicetak di plankan. Setiap warna membutuhkan plankan yang berbeda.

  • Menyablon

Membuat batik print seperti menyablon. Batik print dikerjakan secara manual. sumber: http://yumnviabatik.blogspot.co.id

Tuangkan warna, lalu tarik pewarna dari ujung yang satu ke ujung yang lainnya.

  • Mengeringkan kain

Kain yang telah diwarnai dikeringkan, sebelum ditambahkan warna lainnya.

Ciri-ciri batik print:

  • Ketebalan warna dan kecerahan antara kedua sisi tidak sama;
  • Garis-garis motifnya akurat;
  • Jika dibuat di atas kain Polyster 100% atau Rayon 100% dapat memperoleh hasil print yang kedua sisinya tembus dan berefek hampir sama.

Kelebihan batik print:

  • Harganya relatif murah;
  • Garis-garis motifnya tajam.

Kekurangan batik print:

  • Sebagian orang menilai, batik print bukanlah kain batik. Namun, kain yang mempunyai corak atau motif karena dalam proses pembuatannya tidak menggunakan lilin.

 

Perbedaan Batik Tulis, Batik Cap dan Batik Print

Perbedaan yang nampak antara tiga jenis batik yang dibedakan dari cara membuatnya. sumber: sanggarbatikkatura.com

Perbedaan yang mudah terlihat antara batik tulis, batik cap dan batik print adalah dengan melihat di kedua sisi kain.

Seperti gambar yang dapat dilihat di atas. Pada batik tulis tidak ada perbedaan antara sisi depan dan belakangnya. Pada batik cap, terjadi sedikit perbedaan. Bagian kain yang dalam agak sedikit pudar dan kurang ketajaman. Sedangkan, batik print sangat beda ketajaman warna jika dibandingkan dengan sisi depan kain.

Namun, seperti yang telah dituliskan di atas. Batik print dapat menyerupai batik tulis dengan memiliki ketajaman warna dan motif di kedua sisi.

Pembeli dapat melihat kembali detail kain. Corak pada batik print akan terlihat sangat rapi dan tegas karena pembuatan pola menggunakan mesin. Sedangkan, batik print adalah batik yang dikerjakan dengan tangan.

Sekarang, sudah tau bukan perbedaan antara batik tulis, batik cap dan batik print. Silahkan dipilih sesuai selera. Jadilah, pembeli yang kritis dan pintar.

Karya dan Kiprah Go Tik Swan Panembahan Hardjonagoro Sang Pelopor Batik Indonesia

Nama Go Tik Swan tidak setenar kata batik bagi masyarakat luas. Padahal, beliau salah satu tokoh pelopor dalam pembuatan batik yang memiliki identitas nasional. Ialah Batik Indonesia. Batik Indonesia diprakarsai oleh Bung Karno yang menginginkan sebuah batik simbol persatuan bangsa Indonesia.  Go Tik Swan lah yang mewujudkan batik itu. Mari kita kenal lebih dalam tokoh ini karena banyak sekali ilmu dan wawasan yang dapat kita timba dari kisah hidupnya.

Masa Kecil Go Tik Swan

Beliau adalah maestro batik yang berasal dari Solo. Lahir dari keluarga Tionghoa pengusaha batik pada 11 Mei 1931 di desa Keratonan, Serengan, Surakarta. Ayahnya bernama Go Dhiam Ik yang merupakan cucu dari Luitenant der Chinezen dari Boyolali sedangkan ibunya, Tjan Ging Nio adalah cucu Luitenant der Chinezen dari Surakarta.
Sejak kecil, ia telah banyak bergaul dengan orang-orang Jawa yang bekerja di perusahaan kakeknya. Dari situ, ia mengenal ragam budaya Jawa seperti macapat, pedalangan, gending, suluk dan antawacana (dialog) wayang, Hanacaraka dan tarian Jawa.
Masa kecilnya ia hiasi dengan menimba ilmu seni-seni budaya Jawa. Kepada putra Pakubuwono IX yakni G.P.H. Prabuwinata dan Pangeran Hamidjojo, putra dari Pakubowono X ia belajar menari. Dari sebuah klenteng, ia juga gemar menonton pagelaran wayang.
Ia mengenyam pendidikan di Neutrale Europesche Lagere School di Surakarta, Voorbereiden , MULO, Hoger Onderwys di Semarang dan Universitas Indonesia jurusan Sastra Jawa di Jakarta.Padahal orang tuanya ingin ia masuk pada jurusan ekonomi, namun suara hati yang membuat beliau masuk jurusan Sastra Jawa. Karena pilihannya tersebut, dimulai saat itu ia harus menanggung biaya hidupnya sendiri.

Prof. Dr. Tjan Tjoe Siem berada di tengah

Ia memulai perkuliahnnya pada 1953. Lewat perkuliahannya, ia semakin mendalami budaya Jawa. Beliau bertemu dengan guru yang sangat berpengaruh bagi dirinya. Ialah Profesor Dr. Tjan Tjoe Siem, seorang ahli sastra Jawa lulusan Leiden yang berasal dari Solo dan Profesor Dr. R.M.Ng. Poerbatjaraka.

Bertemu dengan Bung Karno

Sejak kecil telah belajar menari membuat gerak tubuhnya halus dan mampu menarikan berbagai tarian klasik Jawa. Ia mendapatkan kesempatan menjadi salah satu penari dari mahasiswa UI terpilih yang tampil dihadapan Bung Karno saat perayaan Dies Natalis UI. Di hadapan Bung Karno, beliau menarikan tari Gambir Anom. Bung Karno sangat terpukau dengan gerak tubuhnya. Sesuatu yang dianggap luar biasa lagi adalah beliau berdarah Tionghoa. Suatu yang jarang saat itu orang Tionghoa dapat menari Jawa klasik.
Bung Karno menyempatkan diri untuk menyalami beliau. Dalam pertemuan itu Bung Karno berpesan kepada beliau. Seperti yang dikutip dari “Go Tik Swan, Mengenal Sang Legenda Batik Dari Solo”. Bung Karno mengutarakan maksudnya membuat Batik Indonesia. “Djo, (dari Hardjono-pen), kamu kan dari keluarga pengusaha batik, mbok coba membuat untuk bangsa ini ‘batik Indonesia’. Bukan batik Solo, Yogya, Pekalongan, Cirebon, Lasem, dan lain-lainnya, tapi batik Indonesia,” Demikian kata Bung Karno.

Potret Go Tik Swan. Kanan Bawah foto bersama Bung Karno. Sumber foto: thejakartapost.net

 

Permintaan Bung Karno ditanggapi dengan penuh rasa tanggang jawab oleh beliau. Padahal beliau sendiri merasakan keinginan kuat berada di dunia kesenian, seperti saat ia memilih jurusan kuliahnya. Namun, untuk memenuhi permintaan Bung Karno beliau sangat serius. Setelah pertemuan dengan Bung Karno, beliau memulai menjalani pencariannya untuk menemukan Batik Indonesia.
Beliau bermeditasi, berziarah, dan tinggal di daerah-daerah penghasil batik di berbagai kota di Jawa. Beliau bermalam di masjid atau di rumah penduduk. Hampir satu tahun penuh beliau berkelana mencari “Batik Indonesia”, namun ia merasakan kebuntuan.
Dari kebuntuannya tersebut, beliau mendapatkan ajakan teman untuk beristirahat di Bali. Di Bali, beliau tinggal di Ubud. Salah seorang teman yang juga pemerhati budaya, Walter Spies. Selama di Bali, beliau mendapatkan wahyu untuk menciptakan sebuah karya “Batik Indonesia”. Beliau pun kembali ke Solo untuk membuat batik di rumah kakeknya. Hasilnya adalah sebuah batik bermotif yang dinamakan “Parang Bima Kurda”. “Parang Bima Kurda” adalah persembahan untuk Bung Karno. Kurda berarti berani, sedangkan Bima adalah tokoh Pandawa idola sang Presiden.

Menekuni Batik Indonesia

Motif Batik Parang Mega Kusuma yang ditampilkan di Museum Batik Danar Hadi, Solo. sumber:twitter.com

 

Karya-karya beliau yang terkenal lainnya adalah Sawunggaling, Kuntul Melayang, Sedebyah serta Parang Anggrek. Sewaktu menjadi wakil presiden, Ibu Megawati juga pernah menerima sebuah motif khusus dari beliau, Parang Mega Kusuma. Sekarang batik tersebut ada di Museum Batik Danar Hadi, Solo.

Batik Truntum yang dipamerkan di Museum Tekstil

Batik Indonesia ciptaan beliau memadukan corak dan warna dari batik keraton dengan batik pesisir. Namun tidak mengubah falsafah corak yang dikandungnya. “Batik Indonesia yang saya lahirkan atas prakarsa Bung Karno hanya sampai pada suatu perubahan kemajuan teknik pembuatan. Kalau dulu dunia pembatikan di Solo hanya mengenal latar hitam, latar putih, dengan soga, dan pantai Utara Jawa seperti Pekalongan hanya mengenal kelengan berwarna, dengan lahirnya Batik Indonesia, batas-batas tersebut menjadi terhapus. Namun nilai-nilai falsafah pola-polanya tetap yang lama,” Menurut penuturan Neneng Iskandar yang meniru ucapan beliau seperti yang dikutip oleh tribunnews.
Melalui batiknya tersebut, beliau menafsirkan batik Indonesia adalah lambang persatuan. Memadukan corak dan warna namun tetap mempertahankan nilai falsafah pada tiap corak dan teknik lokal yang menjadi akar masing-masing daerah.
 
Saat ini, bagi wisatawan yang ingin melihat jejak perjalanan beliau dapat mengunjungi Dalem Hardjonegaraan di Jalan Yos Sudarso, Solo. Rumah yang berdiri di atas tanah 2.000 meter persegi, berarsitektur art deco itu kini telah menjadi cagar budaya. Bangunan yang terdiri dari rumah utama dengan teras belakang berbentuk setengah lingkaran ini di desain oleh Presiden Sukarno.
Seperti yang dikutip dari “Go Tik Swan, Mengenal Sang Legenda Batik Dari Solo”.  Di belakang rumah utama ada beberapa bangunan pendopo berlantai semen. Di sinilah batik-batik GTS terus dibuat sejak awal kelahirannya hingga kini. Ibu-ibu pembatiknya sebagian telah berusia lanjut. Salah satunya adalah Mbok Jinah, yang kini telah berusia 82 tahun. Ia dengan telaten menggerakkan canting sejak pagi hingga sore hari, menelusuri pola corak batik peninggalan sang legenda.

Kiprah di Berbagai Bidang

Sebagai seorang maestro batik, beliau juga mempunyai perhatian di bidang pendidikan. Ia turut mendirikan Yayasan Pendidikan Saraswati, yang menjadi cikal bakal Universitas Sebelas Maret.
Alm. Paku Buwono XII juga pernah memberikannya kepercayaan sebagai pemimpin pemugaran Museum Keraton Kasunan Surakarta.
Salah satu ajang internasional yang pernah ia hadiri adalah sebagai pengelola paviliun Indonesia dalam New York World’s Fair selama 6 bulan. Saat ajang inilah, motif “Batik Indonesia” diperkenalkan kepada publik Amerika.
Jiwa sosial beliau juga tinggi. Ia mempunyai kebiasan membagikan nasi bungkus berlaut telur dan sambal kepada masyarkat sekitar pada Selasa Kliwon (hari lahir beliau). Pada saat itu, nasi berlauk telur cukup mewah. Namun, sayang tradisi ini terpaksa diberhentikan pada 1980 karena kerusuhan besar anti Tionghoa di Solo. Kerabat mengkhawatirkan bahwa kebiasaan ini disalahtafsirkan oleh pihak-pihak tertentu.
Pemerintah Republik Indonesia memberikan Bintang Jasa tertinggi di bidang kebudayaan, Bintang Budaya Parama Dharma melalui Keppres No. 144/TK/Tahun 2011kepada beliau atas dedikasinya di bidang pembatikan.

Menjaga Warisan Go Tik Swan

Go Tik Swan telah berpulang pada 6 November 2008. Namun, sampai saat ini produksi di Dalem Hardjanegaraan masih menggeliat. Saat ini pengelolaan berada ditampuk pasangan suami istri Hardjosoewarno dan Supiyah Anggraeni karena beliau memilih melajang.

Saat ini Dalem Hardjanegaraan memiliki jumlah pembatik dan staf sebanyak 50 orang. Pesanan terus berjalan dengan harga kain berkisar antara Rp. 700.000 hingga Rp. 7.000.000. Regenarasi tetap ada, namun berjalan lamban.

Galeri foto Dalem Hardjonagaran yang dipamerkan di Museum Tekstil 20 September – 13 November 2017

Menurut Supiyah, lambatnya proses regenerasi karena lebih banyak mendapatkan calon pembatik baru dari kalangan dekat para pembatik sebelumnya. Wajar jika proses regenerasi tidak cepat karena metode pendidikan di sini tidak seperti di sekolah. Tidak ada kurikulum, namun didasari asas kekeluargaan untuk menentukan kelulusan pembatik baru.

Asas kekeluargaan ini adalah salah satu cara merawat konsep “nunggak semi” yang dipegang teguh oleh Go Tik Swan. Konsep pengembangan berdasarkan tonggak lama yang tetap bersemi, namun tidak memunculkan pertumbuhan yang liar dan menyimpang dari akarnya.

Saat ini, dipamerkan karya-karya batik Go Tik Swan di Museum Tekstil dalam pameran yang bertajuk “Nunggak Semi”. Pameran ini dapat dilihat dari 20 September hingga 12 November 2017. Beberapa motif batik yang dapat dinikmati di pameran ini adalah Sawunggalung,

Mari lihat artikel batik lainnya:

Sejarah Batik di Kampung Kauman

 

Sumber:

http://www.thejakartapost.com/life/2017/10/02/preserving-go-tik-swan-batik-legacy.html

https://profil.merdeka.com/indonesia/g/go-tik-swan/

https://www.femina.co.id/profile/go-tik-swan-mengenal-sang-legenda-batik-dari-solo

http://www.beritajakarta.id/read/49812/pengunjung_antusias_dengan_pameran_batik_di_museum_tekstil#.Wd3FK7XVDDc

http://wartakota.tribunnews.com/2017/09/24/mengenal-batik-nasional-karya-go-tik-swan-penambahan-hardjonagoro?page=2

https://www.kompasiana.com/sang-pengembara/go-tik-swan-dan-batik-indonesia_55095a63a333116d3a2e39b5

Sumber foto:

twitter.com

https://usemayjourney.files.wordpress.com/2015/04/foto-go-tik-swan1.jpg

Buku dan Refrensi Batik

Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal apa itu batik. Namun, tidak banyak dari mereka yang tahu bahwa batik tidak hanya sekadar kain yang bermotif. Batik sendiri adalah teknik menggambar pola, memenuhi pola dengan lilin/malam, teknik pewarnaan dengan proses celup, hingga menjadi selembar kain yang bermotif. Kurangnya pengetahuan akan batik, bisa jadi karena tidak ada akses buku dan refrensi Batik.

Buku dan refrensi batik yang tersebar memang tidak terlalu banyak ataupun hanya artikel yang ada di internet tidak membahas dengan mendalam. Sedangkan, untuk mencari buku dan refrensi batik masyarakat agak sedikit kesusahan karena tidak ada artikel di internet yang memuat sumber refrensi, buku, artikel, jurnal tentang batik.

Artikel ini diharapkan dapat membantu pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai batik. Tidak hanya sekadar informasi buku, kami juga menyertakan tempat di mana buku itu dapat ditemukan, di antaranya:

Buku dan Refrensi Batik:

  • Judul : Ungkapan Sehelai Batik: It’s Mistery and Meaning
  • Penulis : Nian S. Djoemena
  • Tahun Terbit : 1990
  • Penerbit : Djembatan
  • Kota Terbit : Jakarta
  • Dapat diakses :
  • Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia dengan nomor panggil (746.6 D 221 u)
  • Perpustakaan Pustekom dengan nomor panggil (746.662 DJO u)

  • Judul : Batik dan Mitra
  • Penulis : Nian S. Sjumena
  • Tahun Terbit : 1990
  • Penerbit : Djembatan
  • Kota Terbit : Jakarta
  • Dapat diakses : Perpustakaan Universitas Indonesia dengan nomor panggil 746.6 D 221 b

  • Judul : The Book of Batik
  • Penulis : Fiona Kerlogue
  • Tahun Terbit : 2004
  • Penerbit : Archipelago Press
  • Kota Terbit : Singapura
  • Dapat diakses :
  • Periplus.com  (diakses pada Selasa, 9 Mei 2017)

  • Judul : Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan
  • Penulis : Santosa Doellah
  • Tahun Terbit : 2002
  • Penerbit : Danar Hadi
  • Kota Terbit : Surakarta
  • Dapat diakses : Perpustakaan Direktorat Jenderal kebudayaan KEMDIKBUD dengan nomor panggil (746.662 SAN b)

  • Judul : Batik Klasik
  • Penulis : Hamzuri
  • Tahun Terbit : 1994
  • Penerbit : Djembatan
  • Kota Terbit : Jakarta
  • Dapat diakses :
  • Perpustakaan Universitas Negeri Malang dengan nomor panggil (746.662 HAM b)
  • Perpustakaan Universitas Indonesia dengan nomor panggil (746.662 HAM ct)
  • bukujadul.com  (diakses pada 9 Mei 2017)

(Gambar tidak dapat ditemukan)

  • Judul : Batik Art and Craft
  • Penulis : Nik Krevitsky
  • Tahun Terbit : 1964
  • Penerbit : Reinhold Book
  • Kota Terbit :
  • Dapat diakses :
  • Perpustakaan Universitas Indonesia dengan nomor panggil (746.6. KRE b)

(Gambar tidak dapat ditemukan)

  • Judul : Batik pola dan tjorak
  • Penulis : Jazir Marzuki
  • Tahun Terbit : 1966
  • Penerbit : Djembatan
  • Kota Terbit : Jakarta
  • Dapat diakses :
  • Perpustakaan Universitas Indonesia dengan nomor panggil 746.6

  • Judul : Batik: Creating an Identity
  • Penulis : Chor Lin Lee
  • Tahun Terbit : 2007
  • Penerbit : National Museum of Singapore
  • Kota Terbit : Singapura
  • Dapat diakses :
  • Perpustakaan Universitas Indonesia dengan nomor panggil (746.662 LEE b)

(Gambar tidak dapat ditemukan)

  • Judul : Sejarah Industri Batik Indonesia
  • Penulis : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik
  • Tahun Terbit : 1986
  • Penerbit : Departemen Perindustrian
  • Kota Terbit : Yogyakarta
  • Dapat diakses :
  • Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor panggil 746.662 di lt. 3

  • Judul : Batik: Fabled Cloth of Java
  • Penulis : Inger Mc Cabe Elliott
  • Tahun Terbit : 2004
  • Penerbit : Periplus
  • Kota Terbit :
  • Dapat dibaca :
  • Perpustakaan Universitas Indonesia dengan nomor panggil (746.662 ELL b)
  • Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor panggil (746.662 095 982 ELL b) di lantai 3 : The Book of Batik

Lihat juga batik-batik berkualitas yang kami sediakan untuk anda.

(Produk-produk batik berkualitas kami!)

Update buku dan refrensi batik Nusantara:

  • Judul : Batik Tulis Tradisional Kauman, Solo: Pesona Budaya nan Eksotik
  • Penulis : Heriyanto Atmojo
  • Tahun Terbit : 2008
  • Penerbit : Penerbit Tiga Serangkai
  • Kota Terbit : Solo
  • Dapat dibaca:
  • Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Gedung A Kemdikbud, Jakarta. Nomor panggil (746.66209598.HER)

  • Judul : Keeksotisan Batik Jawa Timur: Memahami Motif dan Keunikannya
  • Penulis : Yusak Anshori, Adi Kusrianto
  • Tahun Terbit : 2011
  • Penerbit : Elex Media Komputindo
  • Kota Terbit : Jakarta
  • Dapat dibaca:
  • Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Gedung A Kemdikbud, Jakarta. Nomor panggil (740.66209598.YUS)

 

Batik Cirebon: Motif yang Sarat Makna Budaya dan Spiritual

Perkembangan Batik Cirebon tidak terlepas dari kondisi kota dan wilayah Cirebon sendiri. Kota dan wilayah Cirebon terletak di pesisir utara Jawa yang membuat pelabuhannya ramai dikunjungi para pedagang baik dari sekitar pulau-pulau di Nusantara dan Eropa.

Cirebon juga menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Pulau Jawa dengan tokoh Sunan Gunung Jati. Sejarah yang panjang sebagai tempat yang ramai dengan pedagang yang membawa paham-paham baru membawa pengaruh pada kesenian Cirebon, termasuk Batik Cirebon.

Batik Cirebon mempunyai ciri khas batik pesisir dengan menggunakan warna-warna yang cerah dan motif-motifnya mempunyai pengaruh berbagai budaya.

Namun, kesohoran batik Cirebon sebagai batik pesisir ternyata Cirebon berasal dari batik Keraton.

Batik Keraton Cirebon  berbeda dengan Batik Keraton di Jawa Tengah karena tidak bermotif simetris di seluruh badan tapi bergambar sesuatu yang nyata di atas bahan polos.

Motif Batik Cirebon

Motif batik keraton Cirebon terbagi menjadi dua, yaitu motif yang digunakan oleh punggawa kerajaan atau abdi dalem dan motif yang digunakan oleh keluarga raja. Perbedaannya terdapat dalam motif. Motif Batik untuk abdi dalem bergambar kuat dan besar, sedangkan untuk keluarga raja bergambar halus dan kecil.

Objek yang dijadikan dalam motif batik keraton Cirebon adalah tumbuhan, binatang mitologi, bentun-bentuk bangunan, taman arum, wadasan, bentuk sayap, perhiasan dan mega mendung. Tumbuh-tumbuhan yang menjadi objek adalah tumbuhan yang hidup di sekitar keraton. Setiap pemilihan tumbuhan ini dikaitkan dengan makna tertentu.

Motif Kangkungan (sumber: liputan6.com)

Contohnya pokok hias kangkungan yang digambarkan sejenis tumbuhan kangkung. Karakteristik kangkung yang tidak memiliki batang keras dan tumbuh di tempat yang kosong dikaitkan dengan ajaran-ajaran islam yang bermakna manusia tidak mempunyai kekuatan hanya Allah yang maha kuat.

Motif Simbar Kendo (sumber: Anggunproject2.blogspot.id)

Selain kangkungan, terdapat pula pokok hias kluwen. Kluwen diambil dari bentuk kain kluwi (sukun). Kata kluwen sendiri sangat mirip dengan kata keluwihen yang berarti berlebih-lebihan. Pokok hias ini dapat ditemukan dalam motif Simbar Kendo dan Simbar Menjangan.

Motif Singa Payung (sumber:batik-tulis.com)

Ragam binatang yang menjadi pokok hias motif batik keraton Cirebon seperti naga, singa, ayam jago, dan udang. Pokok hiasnya antara lain Paksi Naga Liman, Naga Seba, Singa Barong, Singa Payung, Singa Wadas, Ayam Alas dan Supit Urang.

Paksi Naga Liman dan Singa Barong diambil dari dua nama kereta kebesaran keraton Kanoman dan keraton Kesepuhan. Singa Barong sendiri berbentuk binatang mitologi yang berkepala naga yang mempunyai belalai gajah, berbadan kuda yang bersayap, berkuku singa.

Sedangkan Paksi Naga Liman berbentuk perpuaduan antara burung, naga dan gajah.  Binantang-binatang mitologi ini dapat ditemukan dalam motif batik Singa Payung.

Motif Taman Arum Sunyaragi (sumber: atkenza.hol.es)

Contoh bentuk bangunan yang dijadikan ragam hias adalah taman arum. Taman arum dapat ditemukan dalam motif Taman Arum Sunyaragi.

Taman Arum adalah simbol keharuman dan keindahan taman sultan yang biasa digunakan untuk berekreasi dan mendekati Allah SWT. Bentuk taman arum sendiri adalah taman yang dikelilingi air yang dipenuhi gua-gua buatan.

Motif Sawat Penganten (sumber: duniabatiknusantara.blogspot.com)

Bentuk sayap yang dimiliki batik keraton Cirebon mempunyai karakteristik tersendiri. Berbeda dari bentuk sayap di batik keraton Yogya dan Solo yang mempunyai karakteristik pada ujung-ujung sayapnya yang teratur dan rapi, batik keraton Cirebon mempunyai sayap yang lebih terbuka dan terkesan sedang terbang.

Seakan menyiratkan ekspresi orang Cirebon yang terbuka. Motif dan pokok hias sayap ini dapat dilihat pada motif Sawat Penganten.

Motif Megamendung (sumber: cirebontrust.com)

Motif batik keraton Cirebon yang saat ini sangat populer adalah motif Mega Mendung. Motif ini berupa gambar awan yang bertumpuk-tumpuk.

Motif ini terpengaruh dari kebudayaan Tionghoa. Lapisan awan tersebut biasanya terdiri dari lima sampai tujuh warna yang monokromatis. Jumlah lapisan itu mempunyai makna rukun islam yang ada lima dan tujuh lapis langit yang dilalui oleh Nabi Muhammad SAW ketika perjalanan Isra Mi’raj.

Penutup     

Melemahnya keraton akibat penjajahan membuat semakin renggangnya aturan-aturan pemakaian motif batik keraton. Melemahnya pengaruh keraton yang diiringi perkembangan industri dan pasar batik membuat motif-motif batik keraton dapat dipakai oleh umum.

(Kami Juga menyediakan batik tulis Cirebon!)

Hingga saat ini motif-motif batik keraton dapat dijumpai di toko-toko dan dipakai di tempat umum.  Semakin umumnya motif-motif ini dipakai membuat makna dan nilai-nilai yang dikandungnya tergerus karena hanya dilihat dari aspek keindahan. Padahal, motif-motif di atas sarat dengan makna.

Jangan sampai batik hanya dilihat sebagai komoditas, industri, dan ekonomi belaka. Batik mempunyai nilai-nilai budaya yang sarat akan arti kehidupan yang telah berkembang semenjak nenek moyang bangsa Indonesia.

Kerajinan Kayu: dari Melihat Proses Hingga Dapat Membeli

Kerajinan kayu Indonesia telah lama berkembang di Nusantara. Hampir semua suku bangsa di Indonesia mengenal pembuatan benda dengan menggunakan bahan dasar kayu.

Teknologi pembuatan secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi. Membuat produk-produk  yang dihasilkan sangat baik dan berkualitas tinggi.

Hingga saat ini, perkembangan kerajinan kayu Indonesia masih menjadi produk dengan kualitas yang terbaik.

Ketenarannya hingga mencapai ke mancanegara. Hal tersebut tidak lepas dari keseriusan para pengrajin dalam menghasilkan karya-karya terbaik.

Namun, bidang ini belum menjadi sebuah industri yang besar. Produksinya masih dibuat hanya dalam lingkup industri rumahan biasa.

Walaupun kualitasnya terkenal luas di mancanegara, namun minat pembeli dari lokal masih kurang.

Ini salah satu alasan mengapa kerajinan kayu Indonesia tidak menjadi industri skala besar.

Artikel ini diperuntukkan untuk menambah pengetahuan akan kerajinan kayu.

Tidak hanya itu, kami juga menjembatani antara pengrajin dengan pembeli.

Sebelum pembaca memutuskan untuk membeli produk kami, akan kami sampaikan serba-serbi kerajinan kayu yang belum banyak diekspos media online.

 

Keunggulan Kerajinan Kayu Indonesia

Tidak seperti produk-produk yang menggunakan bahan dasar lainnya. Produk yang berbahan dasar kayu menjadikan

Kerajinan kayu lebih indah.

Jika disejajarkan dengan produk dari bahan lain, plastik atau melamin contohnya. Kerajinan kayu terlihat lebih mencuri perhatian dan indah. Seperti yang dapat dilihat langsung dari kedua gambar di atas.

Kayu awet dan tahan lama.

Banyak hal-hal yang dapat membuat kayu tidak awet, seperti iklim dan rayap. Namun, jika diolah dengan baik dan benar akan menjadikan kerajinan tersebut awet dan tahan lama.

Harga lebih murah.

Kerajinan kayu lebih murah daripada kerajinan lain dengan kualitas yang sama.

Membuat suasana lebih alami.

Furnitur kayu dan kerajinan kayu yang menghiasi rumah semakin membuat suasana lebih indah dan alami. Berkesan pemiliknya hidup selaras dengan alam.

 

Bahan Pembuatan Kerajinan Kayu

Pembuatan kerajinan kayu kami menggunakan bahan-bahan terbaik. Di antaranya:

Menggunakan kayu pilihan

Pengrajin kami menggunakan berbagai jenis kayu, seperti kayu sengon, klepu, sonokeling dan pule.

Kayu sengon mempunyai karakteristik ringan dan memiliki pola-pola indah. Kayu ini biasa digunakan untuk membuat peti dan perahu.

Kayu klepu mempunyai disebutkan dalam cerita pewayangan yang berjudul “Semar Mantu”. Nama ini berasal dari kata pohon Klepu Dewandaru – Janandaru.

Kayu sonokeling mempunyai tekstur yang keras dan indah seperti kayu jati. Kayu ini biasa digunakan untuk membuat kusen, pintu bahkan pada zaman dahulu membuat gerbong kereta api.

Kayu pule mempunyai sifat yang lunak. Berwarna kuning dan mudah dilengkungkan. Cocok untuk bahan dasar perkakas rumah tangga

Menggunakan vernis Impra

Vernis Impra yang sudah terkenal memperkuat warna dan keindahan.

 

Proses Pembuatan Kerajinan Kayu

Ketelitian dan ketepatan adalah nilai-nilai yang kami anut.

Begitu pula dengan seluruh pengrajin-pengrajin kami yang tersebar di seluruh Indonesia.

Proses pembuatan kerajinan kayu kami dapat pembaca lihat dari awal hingga penyempurnaan.

Berikut yang kami tampilkan:

Pemilihan bahan baku

Kami memilih bahan baku terbaik dan berkualitas.

Pemotongan kayu

Kayu-kayu terpilih dipotong sesuai dengan benda yang akan dibuat.

Pembuatan Pola

Kayu-kayu yang sudah dipotong dibuatkan pola untuk proses pengergajian.

Penggergajian

Kayu-kayu yang sudah dibuatkan pola digergaji hingga sesuai bentuk pola.

Penghalusan

Kayu yang sudah sesuai pola dihaluskan sebelum diukir.

Pengukiran

Kayu-kayu yang sudah dihaluskan diukir di bagian-bagian sesuai barang yang akan dibuat.

Pembatikan dan pewarnaan

Pembatikan dilakukan kepada kayu-kayu yang sudah diukir. Proses ini sama dengan pembatikan pada bahan dasar kain.

Kayu-kayu digambar menggunakan lilin lalu direbus dengan air pewarna.

Penyempurnaan

Proses penyempurnaan dengan menggunakan vernis dan memeriksa kembali kualitas barang sebelum dikirim.

 

Pengrajin Kami

Pengrajin kami berdomisili di Yogyakarta.

Wilayah yang sangat berperan dalam perkembangan negara Republik Indonesia.

Yogyakarta terkenal dengan daerah yang kental dengan adat istiadat dan budaya.

Masyarakat di sana hidup selaras dengan nilai-nilai lokal dan kemajuan teknologi.

Pengrajin kami telah berkecimpung dalam bidang kerajinan kayu sejak tahun 2002.

Pengrajin kami memfokuskan kepada pembuatan dekorasi rumah kayu, souvenir kayu atau cenderamata kayu, dan alat-alat makan kayu.

 

Produk Kami

Kami menyediakan produk kerajinan kayu berbagai jenis. dari dekorasi rumah kayu, souvenir kayu atau cenderamata kayu, dan alat-alat makan kayu.

Berikut barang-barang yang dapat kami tampilkan:

Dekorasi rumah kayu

Souvenir kayu atau cenderamata kayu

Alat-alat makan kayu

Berbagai jenis barang lainnya dapat dilihat melalui link di sini

 

Prosedur Pemesanan dan Pembayaran

Tanyakan kepada kami ketersediaan barang.

Dapat menghubungi Ibu Reninta (+62) 856-1787-845

Kontak dan tentang Rachna Sandika

 

 

 

Batik Indonesia: Lambang Identitas Kultural Bangsa

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Salah satu budaya yang dapat kita lihat hingga saat ini adalah batik.  Kebanyakan orang tau jenis batik dari daerah mana seperti batik Solo, batik Madura, batik Cirebon. Batik-batik tersebut mempunyai ciri khas pada motifnya. Padahal, bangsa Indonesia sendiri mempunyai batik yang khas Indonesia. Batik itu bernama Batik Indonesia.

(Lihat koleksi batik-batik Solo kami!)

Secara etimologi kata batik berasal dari bahas Jawa yaitu ” amba” yang berarti menulis dan “tik” yang berarti titik/matik(membuat titik) . Pada awalnya, batik ditulis dengan bathik karena mengacu pada huruf jawa “tha” bukan “ta” seperti yang ditulis oleh KRT Dr. HC. Kalinggo Hanggopuro dalam Bathik sebagai Busana Tatanan dan Tuntunan. Berdasarkan etimologis tersebut, batik identik dengan suatu teknik atau proses dari mulai penggambaran motif hingga pelrodan. Oleh karena itu, batik saat ini menjadi warisan budaya tak benda dunia (intangible heritage) UNESCO. Batik tidak hanya dilihat sebagai kain yang digambar, namun dilihat sebagai kekayaan budaya dalam proses pembuatannya.

(Lihat koleksi batik-batik Madura kami!)

Batik diperkirakan mulai muncul dan berkembang pada zaman Majapahit. Pada awalnya, batik hanya dapat dipakai oleh kalangan tertentu, khususnya keraton. Trowulan yang berada di dekat Mojokerto adalah Ibukota Kerajaan Majapahit. Dari sana batik mulai berkembang hingga ke seluruh wilayah Majapahit. Batik yang menyebar mulai mengalami akulturasi dengan budaya setempat sehingga mempunyai keunikan di setiap wilayah. Pada saat ini, kita dapat mengenal batik khas Solo, Yogyakarta, Cirebon, Madura, Tulung Agung, dan lain-lain.

(Lihat koleksi batik-batik Cirebon kami!)

Batik mulai dikenal oleh masyarakat Eropa melalui buku The History of Java karya Sir Thomas Stamford Raffles,  seorang pemimpin EIC di Asia Tenggara yang pernah berkuasa pada 1811 – 1815 saat Inggris menguasai Nusantara. Dilanjutkan pada 1873, seorang saudagar Belanda van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam. Batik Indonesia semakin memukau publik dan seniman sewaktu dipamerkan dalam Exposition Universelle di Paris pada 1990.

KRT Hardjonagoro (sumber:tokohindonesia.com)

Pada sekitar tahun 1950an, Presiden Soekarno mendukung diciptakannya ragam batik tulis baru. Ragam batik ini disebut sebagai “Batik Indonesia” oleh Presiden Soekarno. Dibuat oleh KRT Hardjonagoro di Solo, batik ini memadukan warna-warna cerah khas batik pesisiran dengan ragam hias batik keraton Jawa Tengah. Batik ini mengandung makna persatuan dan dimaksudkan menjadi lambang identitas kultural bangsa.

Batik Indonesia karya KRT Hardjonagoro (Sumber: sojournerantique.blogspot.co.id)

Saat ini, batik tetap menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Indonesia. Hampir semua masyarakat Indonesia mengenal batik karena batik tidak dapat lepas dari kehidupan sehari-hari. Batik sudah dikenalkan ketika anak-anak bersekolah. Pada hari tertentu diwajibkan memakai seragam batik. Hal tersebut adalah salah satu upaya untuk tetap melestarikan batik. Namun, tidak semua masyarakat Indonesia mengenal kekayaan dan nilai budaya yang ada di batik. Ini menjadi perhatian banyak pihak karena batik tidak hanya selembar kain yang digambar, namun mengandung nilai-nilai budaya dalam proses pembuatannya.

error: Maaf, konten terproteksi.