Kenali 10 Objek Pemajuan Kebudayaan

Objek Pemajuan Kebudayaan Kemdikbud

Ada 10 Objek Pemajuan Kebudayaan yang tercantum dalam UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Artinya, dari sekian banyak kebudayaan yang ada di Indonesia dicoba dikelompokan ke dalam 10 objek kebudayaan tersebut.

Untuk mendukung pemajuan kebudayaan Indonesia, kita semua harus berpartisi aktif. Langkah awalnya adalah dengan mengenali 10 objek kebudayaan yang tercantum dalam UU tersebut.

Definisi obek pemajuan kebudayaan yang akan disebutkan dalam artikel ini menggunakan definisi yang tercantum di UU tersebut.

Mari disimak.

Siapa tahu, apa yang sehari-hari kita lihat termasuk ke dalam objek pemajuan kebudayaan.

Tradisi Lisan

Tradisi lisan adalah tuturan yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat, antara lain, sejarah lisan, dongeng, rapalan, pantun dan cerita rakyat.

Dari kelima contoh yang disebutkan di atas, ada satu yang menarik yaitu rapalan.

Umum diketahui rapalan dekat kaitannya dengan mantra.

KBBI daring yang diterbitkan Kemdikbud pun menyinonimkan rapal dengan mantra.

Lihat juga: Hasil KBBI dari Kemdikbud.

Lalu, mengapa rapalan termasuk ke dalam tradisi lisan?

Rapal erat kaitannya dengan baca, eja, lisan seperti yang tertulis di Tesaurus Bahasa Indonesia.

Lihat juga:Tesaurus Bahasa Indonesia.

Mungkin juga, rapalan adalah salah satu bentuk budaya yang ada di Nusantara.

Lagu dangdut populer yang berjudul Jaran Goyang adalah salah satu contoh penggambaran adanya mantra Jaran Goyang yang dikenal di kalangan masyarakat.

Tidak hanya itu, Semar Mesem juga disebut di dalam lirik lagu itu.

Dilihat dari namanya, sepertinya mantra itu berkembang di daerah masyarakat yang berbahasa Jawa.

Coba, mungkin jika pembaca ingin tahu lebih banyak mantra-mantra yang ada di Nusantara, bisa dicari di mbah Google.

Jika yang dimaksud rapalan itu mantra, bagaimana ya caranya memajukan objek pemajuan kebudayaan ini?

Manuskrip

Merujuk UU No. 5 tahun 2017, manuskrip adalah naskah beserta informasi yang terkandung di dalamnya, yang memiliki nilai budaya dan sejarah, antara lain serat, babad, hikayat dan kitab.

Selain kaya dengan tradisi lisannya, Indonesia juga kaya dengan manuskrip.

Contoh-contoh yang terkenal di antaranya Hikayat Raja Raja Pasai, Bustanus Salatin, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Amir Hamzah, Serat Centhini, Babad Tanah Jawi dan sebagainya.

Biasanya manuskrip di Indonesia ditulis di berbagai media, ada yang di daun lontar, kayu kulit batang daluang, kertas dan sejenisnya.

Bahasanya pun mengikuti bahasa daerah tempat manuskrip itu lahir.

Jenis hurufnya pun beragam dari huruf Arab, Jawa Kuno, Kaganga dan masih banyak lagi.

Hanya sebagian kecil orang yang dapat membaca dan mengetahui isinya.

Jika pembaca tertarik untuk dapat membacanya, pembaca bisa pertimbangkan menjadi seorang filolog.

Seperti apa karya-karya di bidang filologi?

Dapat diakses di sini

Lihat juga: List Skripsi, Tesis dan Disertasi bidang filologi di Universitas Indonesia

Lihat juga: List Skripsi, Tesis dan Disertasi bidang filologi di Universitas Gadjah Mada

Adat Istiadat

Berdasarkan UU No. 5 tahun 2017, adat istiadat adalah kebiasaan yanag didasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus-menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya, antara lain, tata kelola lingkungan dan tata cara penyelesaian sengketa.

Apakah pembaca mengetahui adat istiadat yang mengatur tata kelola lingkungan?

Sudah pernah dengar tentang Sasi Lompa?

Menurut pemahaman penulis, Sasi Lompa adalah ritual yang mengatur saat yang tepat untuk mengambil ikan di suatu perairan.

Sasi Lompa dilaksanakan oleh masyarakat Haruku, Maluku Tengah.

Informasi lebih lanjut dapat di baca di artikel ini.

Lihat juga: Ritual Buka Sasi Ikan Lompa.

Selain Sasi Lompa, kalian dapat mencari lagi adat istiadat di Indonesia yang ramah dengan alam dan menyelaraskan harmoni kehidupan bermasyarakat di buku, artikel koran dan artikel internet lainnya.

Jika kalian menemukannya, betapa hebatnya bukan? para leluhur kita telah mempunyai pengetahuan yang dapat hidup selaras dengan alam dan lingkungannya.

Jika saat ini kita menghadapi kesulitan untuk hidup selaras dengan alam dan lingkungan, saatnya kita mempelajari pengetahuan yang telah ada dari generasi sebelumnya.

Ritus

Ritus adalah tata cara pelaksanaan upacara atau kegiatan yang didasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya antara lain, berbagai perayaan, peringatan kelahiran, upacara perkawinan, upacara kematian dan ritual kepercayaan beserta perlengkapannya.

Ritus sangat dekat kaitannya dengan upacara-upacara.

Biasanya di dalam ritus terkandung rasa syukur, harapan dan segala hal yang menjadi keinginan baik manusia agar terlaksana.

Contoh yang masih sering kita lihat sehari-hari adalah seperti syukuran 4 dan 7 bulan kehamilan.

Jika kita menghadiri pesta pernikahan, kemungkinan besar kita akan melihat prosesi adat pernikahan.

Hampir setiap suku bangsa di Indonesia memiliki prosesi adat pernikahannya sendiri.

Untuk suku Jawa, selain prosesi seperti kacar-kucur, injak telur, dan lempar bunga. Ada juga bentuk lainnya yang tidak kalah sakral, seperti penggunaan batik dengan motif tertentu.

Lihat juga: Pakem penggunaan motif batik pada prosesi adat Jawa.

Pengetahuan Tradisional

Pengetahuan Tradisional adalah seluruh ide dan gagasan dalam masyarakat, yang mengandung nilai-nilai setempat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan, dikembangkan secara terus-menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya.

Apakah pembaca pernah membaca liputan khusus Kompas yang berjudul Ring of Fire?

Liputan yang terbit pada 2011 – 2012 menginformasikan kondisi geografis di Indonesia yang mengancam kehidupan penduduknya.

Yang menarik di sana adalah diceritakan pengetahuan tradisional tentang bencana besar yang pernah dialami oleh leluhur.

Salah satu pengetahuan tersebut adalah Smong.

Mak Rukiah, yang menjadi narasumber dalam liputan tersebut mengkisahkan bahwa ibunya meninggal karena dahsyatnya gelombang tinggi yang terjadi pada 1907.

Peristiwa itu ia kenal dengan “Smong Tahun Tujuh”.

Dari pengalamannya itu, ia mendapatkan nasihat dari neneknya, Mak Jadah, jika terjadi gempa, lalu air laut surut, segeralah naik ke bukit dan tinggalkan harta benda karena setelah itu akan datang Smong.

Lihat juga: Tsunami Hikayat Smong Penjaga Hayat

Teknologi Tradisional

Teknologi tradisional adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang atau cara yang diperlukan bagi kelangsungan atau kenyamanan hidup manusia dalam bentuk produk, kemahiran dan keterampilan masyarakat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan, dikembangkan secara terus-menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya. antara lain arsitektur, perkakas pengolahan sawah, alat transportasi dan sistem irigasi.

Ada sebuah komunitas pegiat yang sudah lebih dahulu memajukan kebudayaan dalam bidang arsitektur sebelum adanya UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Komunitas tersebut adalah Rumah Asuh.

Rumah Asuh yang diinisiasi oleh Yori Antar telah berkiprah dalam melestarikan arsitektur tradisional Indonesia.

Kegiatan mereka yang sangat terkenal adalah sewaktu mereka merevitalisasi rumah tradisional di Wae Rebo.

Buku yang berisi kumpulan tulisan tentang Wae Rebo pun diterbitkan pada 2010 dengan judul Pesan Dari Wae Rebo:  Kelahiran Kembali Arsitektur Nusantara. Sebuah Pelajaran dari Masa Lalu untuk Masa Depan.

Atas dedikasinya, Gerakan Rumah Asuh telah mendapatkan Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi pada tahun 2018 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Seni

Seni adalah ekspresi artistik individu, kolektif atau komunal yang berbasis warisan budaya maupun berbasis kreativitas penciptaan baru, yang terwujud dalam berbagai bentuk kegiatan dan/atau medium. Seni antara lain seni pertunjukan, seni rupa, seni sastra, film, seni musik dan seni media.

Dari sepuluh objek pemajuan kebudayaan, seni adalah yang paling umum didengar.

Hampir masyarakat umumnya menganggap kebudayaan itu seni. Padahal, seni hanya menjadi bagian dari kebudayaan.

Ketenaran seni di masyarakat luas tidak lepas dari peranan media.

Setiap hari ada saja berita tentang selebritis, film, musik, serial televisi.

Bahasa

Bahasa adalah sarana komunikasi antarmanusia, baik berbentuk lisan, tulisan, maupun isyarat, antara lain bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Umumnya, buku dari yang membahas ilmu hingga novel yang menghibur menggunakan bahasa Indonesia sebagai media penyampaiannya.

Pernahkah pembaca melihat buku yang diterbitkan menggunakan bahasa daerah?

Pembaca bisa mencari tahu karya-karya Almarhum Bapak Suparto Brata.

Almarhum adalah seorang sastrawan yang menggunakan bahasa Jawa untuk cerita-cerita detektifnya.

Dahulu Almarhum memiliki website pribadi www.supartobrata.com. Namun sayang, pada saat ini sudah tidak bisa diakses kembali.

Permainan Rakyat

Permainan Rakyat adalah berbagai permainan yang didasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya yang bertujuan untuk menghibur diri antara lain, permainan kelereng, congklak, gasing dan gobak sodor.

Permainan rakyat juga menjadi salah satu objek pemajuan kebudayaan.

Tahukah pembaca, dengan kata-kata “hompimpa alaium gambreng”?

Sepertinya tidak asing ditelinga kita karena sewaktu kanak-kanak kita sering mengucapkannya ketika sedang bermain.

Ternyata “hompimpa alaium gambreng” mempunyai arti yang sangat dalam.

dalam bahasa Sansekerta artinya adalah “dari Tuhan kembali ke Tuhan, mari kita bermain”.

Lewat permainan kita telah diajarkan untuk menyembah dan pasrah kepada Sang Kuasa.

Namun, kebanyakan dari kita tidak tahu bukan?

Sekarang saatnya kita mencari tahu.

Olah Raga Tradisional

Olah Raga Tradisional adalah berbagai aktivitas fisik dan/atau mental yang bertujuan untuk menyehatkan diri, peningkatan daya tahan tubuh, didasarkan pada nilai tertentu, dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus-menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya, antara lain bela diri, pasola, lompat batu dan debus.

Kabar bahagia bahwa silat akan ditetapkan sebagai Warisan Budaya TakBenda Dunia oleh UNESCO pada 2019.

Apa arti penting dari hal itu?

Bahwa silat sekarang tidak hanya menjadi perhatian Indonesia, namun sudah mendunia.

Semoga dengan penetapan ini, silat semakin diperhatikan perkembangannya, dilindungi keberadaannya, dibina pegiatnya, dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan untuk mengetahui lebih banyak olah raga tradisional Pasola, pembaca dapat melihat buku di bawah ini.

Lihat juga: Budaya Sumba Jilid 2

Memajukan Objek Pemajuan Kebudayaan

Setelah kita mengenali sepuluh objek pemajuan kebudayaan, saatnya kita bersama-sama memikirkan langkah apa untuk memajukan kebudayaan kita.

Tidak perlu memikirkan langkah yang jauh ke depan karena sulit pastinya. Namun, kita bisa memulai dengan langkah yang kecil.

Munculkan inisiatif, ajak kawan sekitarmu, dan mulailah bergerak memajukan objek pemajuan kebudayaan ini.

Semoga dengan langkah-langkah kecil yang kita mulai dapat membuat manfaat yang lebih besar ke depannya.

Seperti peribahasa

Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.

Semoga apa yang kita mulai sekarang, menjadi batu pijakan untuk melangkah yang lebih jauh lagi.

Strategi Kebudayaan Indonesia

Strategi kebudayaan adalah puncak dari perjalanan panjang dari tingkat kab/kota, provinsi dan negara. Ini adalah hasil akhir dari proses pembicaraan di tingkat publik, tapi menjadi awal dari tugas negara menjalankan amanat dalam menjalankan kebijakan kebudayaan.

Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan dalam Sidang Pleno Kongres Kebudayaan Indonesia.

Sudah sebulan Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) digelar di Kemdikbud, Jakarta. Banyak pula video streaming yang merekam rangkaian acara KKI . Namun, jika dilihat dari jumlah views-nya masih sangat sedikit jika dibandingkan kemeriahan acara tersebut.

Artikel ini bermaksud untuk menyarikan informasi pokok yang sudah ada di video streaming “Sidang Pleno Kongres Kebudayaan Indonesia” dengan mengubah menjadi informasi tertulis.

Tulisan ini merangkum dari video di atas, khususnya pada menit 40:00 – 1:03:00.

Semoga tulisan ini, memudahkan dan mempercepat pembaca untuk mendapatkan informasi daripada menonton video di atas yang durasi totalnya hampir 2 jam. Namun, penulis juga menyarankan untuk menonton video tersebut agar mendapat informasi dari sumber primer.

Harapan kedepannya agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dan tidak ragu berinisatif dalam memulai usaha untuk bersama-sama memajukan kebudayaan Indonesia.

Latar Belakang

Penyusunan strategi kebudayaan adalah amanat dalam melanjutkan usaha setelah tersahkannya UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Penyusunan ini melibatkan masyarakat melalui perantara para ahli dan dimulai dari tingkat Kabupaten/Kota, lalu Provinsi hingga ke tingkat nasional.

Dari tingkat kabupaten/kota telah tersusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten/Kota yang jumlahnya akan selalu up date. Sasarannya seluruh kabupaten/kota di Indonesia yang jumlahnya 508 kabupaten/kota mengusulkan PPKD ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Di tingkat provinsi juga demikian. Saat ini jumlahnya akan selalu up date dan sasarannya seluruh provinsi yang berjumlah 34 provinsi mengusulkan PPKDnya.

Menurut paparan Bapak Direktur Jenderal Kebudayaan, proses penyusunan Strategi Kebudayaan ini melibatkan 7.000 orang yang tercatat dalam daftar hadir dalam 800 pertemuan.

Isu Pokok Pemajuan Kebudayaan

Bapak Direktur Jenderal Kebudayaan mengungkapkan, dari data yang masuk ditemukan 7 isu pokok Pemajuan Kebudayaan, ialah:

  1. Pengerasan primordial sentiment sektarian;
  2. Modernitas dan tradisi. Bagaimana tradisi sering kali dihadapkan dengan modernitas, seolah menjadi hambatan untuk maju;
  3. Disrupsi Teknologi Informatika;
  4. Ketimpangan relasi budaya dalam globalisasi;
  5. Pembangunan yang mengorbankan ekosistem alam dan budaya;
  6. Tata kelembagaan kebudayaan yang belum optimal; dan
  7. Design kebijakan yang belum memudahkan masyarakat untuk memajukan kebudayaan.

Visi Pemajuan Kebudayaan 20 Tahun Ke Depan

Indonesia Bahagia Berlandasksan Keanekaragaman Budaya yang Mencerdaskan, Mendamaikan dan Menyejahterakan

Direktur Jenderal Kebudayaan, dalam Sidang Pleno Kongres Kebudayaan Indonesia

Agenda Strategis Pemajuan Kebudayaan

  1. Menyediakan ruang bagi keragaman ekspresi budaya dan mendorong interaksi budaya untuk memperkuat kebudayaan yang inklusif. Melindungi kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Meningkatkan upaya pelindungan cagar budaya sebagai bukti ekspresi keragaman budaya. Mendorong interaksi budaya lintas kelompok dan daerah dengan semangat persatuan dan kebersamaan.
  2. Melindungi dan mengembangkan nilai ekspresi dan praktik kebudayaan tradisional untuk memperkaya kebudayaan nasional. Melindungi kebudayaan bahari yang menjadi watak budaya Indonesia. Melindungi dan mengembangkan nilai-nilai yang terkandung cagar budaya agar dapat dimanfaatkan untuk penguatan jati diri bangsa di masa kini maupun di masa yang akan datang. Meningkatkan pelindungan terhadap nilai ekspresi dan praktik kebudayaan tradisional. Memperkuat kedudukan dan memberdayakan lembaga dan komunitas tradisional. Mempromosikan nilai ekspresi dan praktik kebudayaan tradisional untuk berkontribusi bagi pengayaan kebudayaan nasional.
  3. Mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan budaya untuk memperkuat kedudukan Indonesia di dunia internasional. Memfasilitasi pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan untuk promosi kebudayaan Indonesia di dunia internasional. Meningkatkan dan memperkuat diplomasi budaya Indonesia.
  4. Memanfaatkan objek pemajuan kebudayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebudayaan sebagai investasi jangka panjang dengan mengoptimalkan teknologi informasi untuk pelindungan dan pemanfaatan objek kebudayaan. Memperkuat mekanisme pelindungan kekayaan intelektual khususnya yang berkaitan dengan kesenian, pengetahuan dan teknologi tradisional. Meningkatkan pariwisata berbasis pemanfaatan museum, cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan yang mengindahkan pelestarian.
  5. Memajukan kebudayaan yang melindungi keanekaragaman hayati dan memperkuat ekosistem. Mengembangkan tata ruang yang memperhatikan ketersambungan dengan agenda pelestarian alam, pelestarian cagar budaya, wilayah kebencanaan dan agenda pemajuan kebudayaan serta mengangkat ekspresi dan pengetahuan tradisional tentang geografi dalam rangka antisipasi kebencanaan.
  6. Reformasi kelembagaan dan penganggaran kebudayaan untuk mendukung agenda pemajuan kebudayaan. Reformasi kelembagaan di bidang kebudayaan. Mengoptimalkan anggaran di bidang kebudayaan. Menyelaraskan kebijakan pusat dan daerah untuk pemajuan kebudayaan.
  7. Meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan. Membangun sistem data kebudayaan terpadu yang bersifat terbuka dan kredibel. Menjamin perluasan dan pemerataan akses publik kepada sarana dan prasarana kebudayaan, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (sdm) di bidang kebudayaan.
Baju Tari Tradisional Indonesia
Rachna Sandika menyediakan baju tari tradisional Indonesia. Sila dicek!

Resolusi Kongres Kebudayaan Indonesia

Seperti yang dikatakan oleh Ibu Nungki Kusumastuti, resolusi adalah turunan dari abstraksi agenda strategi kebudayaan yang diharapkan dapat langsung dilaksanakan pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Resolusi ini adalah langkah nyata apa saja yang akan dilakukan ke depan untuk menjawab isu pokok di atas.

Berikut penjabarannya:

  1. Melembagakan Pekan Kebudayaan Nasional sebagai platform aksi bersama yang memastikan peningkatan interaksi kreatif antarbudaya;
  2. Memastikan terjadinya alih pengetahuan dan regenerasi melalui pelindungan dan pengembangan karya kreatif untuk kesejahteraan para pelaku budaya serta pelibatan maestro dalam proses pendidikan dan pengajaran formal;
  3. Meningkatkan diplomasi kebudayaan dengan memperkuat perwakilan luar negeri sebagai pusat budaya Indonesia, meningkatkan jumlah dan mutu residensi untuk seniman, peneliti dan pelaku budaya dan menjadikan diaspora Indonesia sebagai ujung tombak pemajuan kebudayaan Indonesia di luar negeri;
  4. Membangun pusat inovasi yang mempertemukan kemajuan teknologi dengan warisan budaya di tiap daerah melalui sinergi pelaku budaya dan penggerak ekonomi kreatif guna memanfaatkan budaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
  5. Membangun mekanisme pelibatan seniman dan pelaku budaya dalam kebijakan kepariwisataan berkelanjutan dan ekonomi kreatif yang berbasis komunitas, kearifan lokal, ekosistem budaya, pelestarian alam dan pemanfaatan teknologi sebagai jalan keluar dari pendekatan industri ekstraktif;
  6. Membentuk dana perwalian kebudayaan guna memperluas akses pada sumber pendanaan dan partisipasi masyarakat dalam pemajuan kebudayaan;
  7. Memfungsikan aset publik seperti gedung terbengkalai, balai desa, gedung kesenian dan fasilitas yang telah ada, taman budaya, dan museum sebagai pusat kegiatan dan ruang-ruang ekspresi kebudayaan guna memperluas dan menjamin akses masyarakat pada kebudayaan.

Penutup

Strategi kebudayaan telah disiapkan. Gong telah ditabuh.

Saatnya kita sebagai bangsa Indonesia berpartisipasi dan saling membantu demi terwujudnya pemajuan kebudayaan Indonesia.

Kebudayaan yang menjadi saluran untuk bermuara kepada Indonesia yang Bahagia.

Merayakan Bendera Merah Putih: Ketahui Kandungan Makna dan Sejarahnya

Foto Pengibaran bendera Merah Putih saat Proklamasi

Dialog kesejarahan: Pemuda dan Merah Putih 2017 adalah kegiatan untuk merayakan bendera Merah Putih, bendera kebangsaan Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan di gedung A, Plaza Insan Berprestasi Kemdikbud pada 14 November 2017. Kegiatan ini juga bersamaan dengan Pameran: Sang Merah Putih Sejarah dan Maknanya.

Bangsa Indonesia memiliki hari-hari bersejarah pada bulan-bulan tersebut, misalnya ada hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober dan hari Pahlawan Nasional pada 10 November. Kegiatan ini juga sekaligus merayakan kedua hari bersejarah tersebut.

Dialog kesejarahan yang mengambil tema Merayakan Bendera Pusaka ini ingin membawa kita kembali memaknai apa arti bendera Merah Putih bagi bangsa Indonesia.

Seperti yang kita ketahui, bendera Merah Putih sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Namun, belum ada perhatian yang serius dan dianggap hal yang biasa saja seperti yang diterangkan oleh ibu Triana Wulandari, Direktur Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan dalam laporannya “Belum ada porsi tulisan (penelitian sejarah) tentang bendera Merah Putih.”

Hal senada juga disampaikan oleh bapak Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan “Bendera (Merah Putih) seperti diterima jadi (diwariskan pahlawan) oleh kita sehingga kita lupa sejarah simbol negara ini.”

Padahal, banyak makna dan sejarah dalam bendera Merah Putih. Perjuangan para pahlawan yang mengibarkan bendera adalah perjuangan kolektif bangsa.

Bapak Hilmar juga menyampaikan kepada para tamu undangan yang rata-rata guru dan murid di Jabodetabek, bahwa penghapalan dalam belajar sejarah tidak efektif, tapi dilakukan dengan diskusi antargenerasi. Dari diskusi tersebut akan tercipta kesadaran sejarah.

Kesadaran sejarah mengenai apa yang telah terjadi pada saat ini adalah hasil dari perjuangan dan pekerjaan di masa lalu. Yang terjadi pada saat ini adalah warisan untuk generasi selanjutnya.

Dari kegiatan ini, diharapkan para hadirin dan masyarakat umum dapat mengetahui makna bendera Merah Putih khususnya dan menambah wawasan kesejarahan pada umumnya.

Pada kesempatan ini dihadiri oleh Cak Lontong yang memberikan lawakan-lawakan segarnya mengenai sejarah dan kebanggaan menjadi bangsa Indonesia.

Dialog kesejarahan ini dimoderatori oleh Bapak Sumardiansyah dan menghadiri narasumber di antaranya: Bapak Muhammad Bambang Sulistomo (putra Pahlawan Bung Tomo), Bapak Bonnie Trirayan (Pemimpin Redaksi Majalah Historia) dan Ibu Sarasdewi (Kepala Program Studi Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia)

Penampilan Cak Lontong (Lis Hartono) Dalam Diskusi Pemuda dan Bendera Merah Putih

Dalam penampilannya kali ini, Cak Lontong ditemani oleh dua temannya. Cak Lontong membuka dengan candaan-candaan ringannya. Cak Lontong mengambil nama-nama pejabat untuk dijadikan bahan jokes. Pertama ialah  bapak Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid. Menurut Cak Lontong, bapak Hilmar orang yang sangat sabar seperti kepanjangan namanya “Hilang Marah Fakai Wirid”.

Ibu Direktur Sejarah juga tidak lepas dari sasaran jokes Cak Lontong. Menurutnya, Triana Wulandari berarti “Terpatri Mempesona, Wanita Unggulan dan Selalu Berseri”.

Kehadiran Cak Lontong membawa suasana menjadi cair dan penuh canda. Bahan candaannya yang lain adalah seekor kucing yang biasa berlalu-lalang di Plaza Insan Berprestasi.

Sesi Stand up Comedy Cak Lontong pada rangkaian kegiatan Sang Merah Putih: Sejarah dan Maknanya.

Sesi Stand up Comedy Cak Lontong pada rangkaian kegiatan Sang Merah Putih: Sejarah dan Maknanya.

Kawan Cak Lontong memberikan pertanyaan. “Binatang apa yang jalannya berkaki tiga?” tidak ada yang bisa menjawab. Jawabnya ialah “kucing yang sedang membawa map untuk melamar pekerjaan.” Membuat banyak pengunjung tersenyum.

Cak Lontong memberikan pertanyaan, “Lalu kucing apa yang jalannya dengan dua kaki?” tidak ada yang bisa menjawab. Jawabnya ialah “kucing yang sedang melamar itu sedang mengisi formulir sambil membawa map.” Pengunjung tertawa.

Dalam Stand Up Comedy-nya, Cak Lontong mengatakan bahwa kita harus bangga dengan Indonesia. Adanya Amerika Serikat berkat Indonesia. Kenapa begitu? Pada zaman dahulu, banyak orang Eropa yang berlomba-lomba menuju Indonesia mencari rempah-rempah.

Kebetulan, Christoper Colombus yang disuruh Kerajaan Spanyol mencari rempah-rempah di Indonesia, tersasar ke benua yang sekarang dinamakan Amerika.

Pada zaman Napoleon Bonaparte pun Indonesia memegang peran penting untuk kekalahan Napoleon saat menyerang Rusia. Napoleon saat itu mempunyai tentara terkuat di dunia, namun karena Indonesia ia kalah.

Saat Napoleon menyerang Rusia, tiba-tiba turun salju yang pada saat itu seharusnya belum turun. Itu semua karena Gunung Tambora di Indonesia meletus sehingga menyebabkan pengubahan iklim.

Prajurit Napoleon yang tidak memiliki persiapan menghadapi musim dingin tiba-tiba akhirnya kalah.

Cak Lontong dan kedua temannya membuat para pengunjung tidak henti-hentinya tertawa.

Dialog Kesejarahan: Pemuda dan Merah Putih

Setelah sesi stand up comedy Cak Lontong, dimulai Dialog Kesejarahan: Pemuda dan Merah Putih. Bapak Sumardiansyah diminta memoderatori dialog ini oleh MC.

Sebelum memulai sesi narasumber, Bapak Sumardiansyah memperkenalkan Bapak Muhammad Bambang Sulistomo (putra Pahlawan Bung Tomo) sebagai pembicara pertama, Bapak Bonnie Triyana (Pemimpin Redaksi Majalah Historia) sebagai pembicara kedua dan Ibu Sarasdewi (Kepala Program Studi Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia) sebagai pembicara ketiga.

Bapak Bambang Sulistomo menyampaikan bahwa pada masa penjajahan, ada kelompok-kelompok pemuda yang tinggal di berbagai pelosok tanah air berkumpul di Jakarta untuk melakukan kongres. Untuk apa? karena untuk kemerdekaan, kemerdekaan Indonesia.

Semua bangsa pasti tidak ingin dijajah. Pasti ingin berdaulat menentukan nasibnya sendiri. Maka begitu pula dengan Indonesia. Indonesia merdeka berkat perjuangan bangsa Indonesia.

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, terdapat 6 kata merdeka disebutkan. Kemerdekaan zaman dahulu adalah kemerdekaan dari penjajah. Sekarang, kemerdekaan adalah untuk kemerdekaan pengembangan diri, kemerdekaan dari penindasan, kemerdekaan dari tekanan-tekanan berbagai pihak.

Kata keadilan juga beberapa kali disebutkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Keadilan adalah dasar dari persatuan di Indonesia yang memiliki kebhinekaan.

Dari persatuan itu bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Kepahlawanan bagi Bapak Bambang Sulistomo mengandung nilai-nilai ketulusan dan ikhlas. Seorang pahlawan adalah seorang yang terus mengusahakan untuk bangsa walaupun luar kapasitas dan kemampuannya.

Pembicara kedua, Bapak Bonnie Triyana menyampaikan pentingnya belajar sejarah yang membangkitkan sifat kritis dan logis. Tujuan belajar sejarah yang utama adalah mengetahui sejarah dengan kritis tidak sekadar menerima. Hapalan akan menghilangkan konteks sejarah.

Suasana Dialog Sejarah: Pemuda dan Merah Putih.

Suasana Dialog Sejarah: Pemuda dan Merah Putih.

Bapak Bonnie Triyana mendukung pernyataan Bapak Hilmar Farid bahwa para pengajar, guru-guru, menjelaskan sebab-musabab suatu peristiwa agar anak-anak dapat berpikiran kritis dan logis.

Beberapa metode yang dapat dicontoh adalah ketika pengalaman beliau ke salah satu galeri nasional di Australia. Pada saat itu Bapak Bonnie melihat sekelompok murid-murid SD sedang berkunjung ditemani oleh guru dan kurator museum.

Guru itu menunjukkan kepada murid-muridnya tentang sebuah lukisan klasik yang bergambar Bunda Maria sedang menggendong bayi dan dikelilingi orang-orang.

Sang guru bertanya “Mengapa pada lukisan-lukisan klasik Bunda Maria memakai baju bir?” murid-murid tidak ada yang bisa menjawab.

Guru tersebut menjelaskan bahwa pada zaman itu, warna biru adalah warna yang paling mahal. Proses pembuatan warna biru menggunakan bahan-bahan yang mahal. Bunda Maria memiliki kedudukan yang tinggi di agama Katholik. Jadi warna biru adalah warna yang sesuai dengan kedudukan Bunda Maria.

Berbeda halnya dengan warna kuning. Warna kuning dihasilkan dari proses yang cukup jorok. Bahan pewarna kuning adalah urin sapi yang diberi makanan khusus.

Lukisan “Kawan-kawan Revolusi”, yang dimaksud adalah wajah yang mempunyai warna kulit yang agak pucat.

Contoh lainnya adalah lukisan Alm. Sudjojono yang berjudul “Kawan-kawan Revolusi”. Menurut keterangan anak Alm Sudjojono, di sana ada seorang yang wajahnya mengenaskan. Ada sejarah tersendiri mengenai sosok tersebut.

Sosok itu bernama Dullah. Ia adalah kawan seperjuangan Alm. Sudjojono ketika masa Agresi Militer I tahun 1946.  Dullah meninggal dengan cara yang cukup tragis.

Ia berlari menyongsong dua buah tank Belanda yang sedang berpatroli. Ia berlari karena merasa granat gembyong yang ia bawa (granat buatan asli pejuang Indonesia yang cara meledakannya harus dicampur oleh suatu bubuk kimia) akan meledak. Ketika granat itu meledak, Dullah meninggal dan membuat rusak tank Belanda.

Bung Karno di depan lukisan "Kawan-kawan Revolusi". sumber: archive.ivaa-online.org

Bung Karno di depan lukisan “Kawan-kawan Revolusi”. sumber: archive.ivaa-online.org

Lukisan itu dipajang di istana negara. Bung Karno sering menceritakan kisah ini kepada tamu-tamunya. Suatu hari, Bung Karno kedatangan tamu dari klub bola yang berasal dari Moskow. Bung Karno menceritakan kisah ini, lalu sang kapten mengajak rekan-rekannya untuk mengheningkan cipta khusus untuk Bung Dullah.

Lukisan "Kawan-kawan Revolusi" karya Sudjojono yang saat ini berada di istana negara. sosok Alm. Dullah yang diceritakan kemungkinan wajah yang dengan kulit yang agak pucat. sumber: 3karya.hypen.web.idLukisan “Kawan-kawan Revolusi” karya Sudjojono yang saat ini berada di istana negara. sosok Alm. Dullah yang diceritakan kemungkinan wajah yang dengan kulit yang agak pucat. sumber: 3karya.hypen.web.id

Jika pelajaran sejarah seperti yang diceritakan oleh Bapak Bonnie akan lebih menarik murid-murid. Murid-murid juga akan mengetahui konteks sebuah benda atau peristiwa yang terjadi saat ini.

Soal pemuda, Pak Bonnie Triyana menarik pada Sumpah Pemuda yang dilaksanakan pada 28 Oktober 1928 di Jalan Kramat, Jakarta. Pada saat itu tercipta sebuah pernyataan yang memiliki nilai geopolitik dan mindscape. Pada saat itu tidak ada isu-isu mayoritas dan minoritas. Semua berkumpul menyatakan satu bangsa, satu nusa dan satu bahasa.

Pemuda Indonesia sangat bersemangat dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya saat pertempuran di Surabaya, November 1945. Para pemuda mempertahankan kedaulatan Indonesia di bawah gempuran tentara Inggris yang merupakan pemenang Perang Dunia ke-2.

Peristiwa itu mengundang para tokoh pemuda membuat pamflet. Ialah Tan Malaka dan Sutan Sjahrir.

Tan Malaka pada pamfletnya yang berjudul “Muslihat” mengatakan pertempuran Surabaya adalah modal merdeka 100%. Tidak ada perundingan dengan penjajah. Bahwa jika ada maling yang masuk ke rumah kita, kita wajib mengusirnya. Setelah berada di luar rumah baru berunding.

Sutan Sjahrir pada pamfletnya yang berjudul “Perjuangan Kita” mengatakan perjuangan bangsa Indonesia harus menggunakan prinsip kemanusian. Tidak boleh gelap mata.

Dari kedua pamflet itu dapat ditarik bahwa Indonesia mempunyai potensi untuk bersaing dan potensi yang melihat sisi kemanusian.

Bapak Bonnie menutup sesinya dengan pesan setiap generasi menuliskan sejarahnya masing-masing. Belajar sejarah yang baik adalah dengan mendiskusikan  agar tercipta sebuah intersubjektivitas.

Belajar sejarah bukan karena untuk masuk jurusan sejarah, tapi belajar menjadi manusia logis dan kritis. Itu adalah modal bagi generasi-generasi pada masa mendatang.

Pembicara ketiga adalah Ibu Saras Dewi. Saras Dewi menceritakan makna dari bendera Merah Putih. Ia mengambil makna bendera Merah Putih dari yang sangat dekat dengan hidupnya. Yaitu bendera yang setiap menjelang hari kemerdekaan dipasang di halaman rumah dan jika tidak sedang dipasang, dilipat dan disimpan di baret almarhum kakeknya. Baret kebanggan keluarganya.

Kakek dari Saras Dewi adalah seorang veteran perang, mantan anggota resimen I Gusti Ngurah Rai. Almarhum bernama I Made Dhama, ketika masa revolusi ia baru berumur 17 tahun.

Sebelum terjadi Puputan Margarana, almarhum diperintahkan untuk kembali ke Denpasar untuk menjaga pos di sana. Namun, kondisi di Denpasar sudah tidak seperti yang diperintahkan.

Dari penuturan Saras, almarhum kakeknya sering bercerita tentang masa-masa perjuangannya itu. Almarhum  sedih karena tidak terlibat puputan Margarana.

Semasa hidup, kakek I Made Dhama menjadi guru. Almarhum juga membuat Yaysan Taman Pendidikan 1945. Taman Pendidikan yang mendidik putra-pturi Bali untuk nusa dan bangsa.

Ketika menjelang akhir hayatnya, almarhum menuturkan ingin bertemu dengan teman-teman pasukannya.

Puputan Margarana adalah salah satu puputan yang terjadi di Bali. Berbagai puputan pernah terjadi di Bali. Puputan yang terkenal lainnya adalah Puputan Jagaraga. Puputan yang dilakukan oleh Raja Buleleng menghadapi Belanda.

Puputan berasal dari kata puput yang berarti selesai atau habis.

Puputan Margarana adalah perjuangan untuk Indonesia tidak hanya untuk Bali.

Sekarang, generasi muda harus mempertahankan kemerdekaan dengan prestasi.

Menghargai kepahlawanan bagi Saras adalah mengingat korban Tragedi Semanggi I, 13 November dan mengingat perjuangan Almarhum Munir dalam membantu rakyat yang mengalami ketimpangan sosial.

Pameran Sang Merah Putih: Sejarah dan Maknanya

Pameran Sang Merah Putih: Sejarah dan Makananya berlangsung di Plaza Insan Berprestasi, Gedung A, Kemdikbud. Pameran ini berlangsung 10 – 14 November 2017.

Pameran ini berisi foto-foto bersejarah pengibaran bendera Merah Putih yang bersumber dari IPPHOS dan NIGIS yang didapatkan dari Arsip Nasional Republik Indoneisa, ANRI serta beberapa koleksi foto dari Perpustakan Nasional Republik Indonesia. Foto-fotonya dapat dilihat sebagai berikut:

Murid-murid Sekolah Dasar sedang mengunjugi pameran Sang Merah Putih: Sejarah dan Maknanya.

Murid-murid Sekolah Dasar sedang mengunjugi pameran Sang Merah Putih: Sejarah dan Maknanya.

 

 

Tempat Pameran Sang Merah Putih: Sejarah dan Maknanya

 

Penutup

Kegiatan ini membangkitkan kembali makna bendera Merah Putih yang mungkin sudah banyak dilupakan oleh kebanyakan orang Indonesia. Padahal, bendera Merah Putih mempunyai arti dan menyimpan semangat mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Semoga mulai bermunculan penulisan-penulisan dan penilitan sejarah mengenai bendera Merah Putih khususnya dan simbol-simbol kebangsaan pada umumnya. Pada tahun depan, mungkin selain membuat pameran dan dialog juga dibuat sebuah lomba yang memperingati dan merayakan simbol-simbol negara yang memiliki sejarah kebangsaan yang kuat.

Informasi kegiatan-kegiatan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud yang lain dapat dilihat di sini.

Liputan Temu Wicara 33 Kain Nusantara di Alun-alun Indonesia

Para Pembicara Temu Wicara 33 Kain Nusantara

Temu Wicara 33 Kain Nusantara adalah kegiatan seminar pada 8 November 2017 di Alun-alun Indonesia, Grand Indonesia di jalan MH. Thamrin, Jakarta yang mendiskusikan berbagai aspek mengenai perkembangan kain nusantara di Indonesia. Kegiatan ini terlaksana atas kerjasama Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Palalada.

Temu wicara ini menghadirkan Bapak Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Ibu Ananda Moersid, ahli kain tradisional, dan Ibu Des Syamsidar Isa, designer dan ahli fashion di bidang kain tradisional. Sebagai moderator dalam temu wicara ini adalah Ibu Pincky Sudarman.

Agenda temu wicara ini adalah mengulas tentang kain tradisonal Indonesia serta mempromosikan industri kerajinan garment tradisional dan mengulas berbagai tantangan dan kondisi yang dialami oleh penenun dan pengusaha kain tradisional Indonesia.

Sesi Pembicara Temu Wicara 33 Kain Nusantara

Kegiatan ini dibuka oleh moderator Pincky Sudarman dengan memperkenalkan narasumber-narasumber yang akan berbagi informasi.

Pertama adalah Bapak Hilmar Farid. Bapak Hilmar yang sekarang menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan adalah seorang aktivis di bidang kebudayaan. Kedua adalah Ibu Des Syamsidar Isa. Beliau adalah seorang ahli fashion dan disainer yang telah memperkenalkan kain-kain tradisional Indonesia ke Mancanegara. Berpengalaman selama 20 tahun dalam bidang fashion dan disainer. Ketiga adalah Ibu Ananda Moersid. Beliau adalah pemerhati kain tenun.

Bapak Hilmar Farid mendukung tentang kegiatan ini. Ini bentuk dari promosi kain-kain tradisional kepada masyarakat. Sebagai pemerintah yang bekerja dalam kebudayaan ada beberapa hal yang harus disinergikan dalam pemajuan kebudayaan, seperti yang tertuang dalam UU No.5 Thn. 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Dalam bidang tenun, misalnya. Kebanyakan dari pengrajin mengeluhkan susahnya mendapatkan benang untuk menenun. Kebanyakan dari mereka mengimpor benang. Itu karena kurangnya produksi bahan dasar benang yang mungkin berkurangnya ini karena penebangan pohon penghasil bahan dasar benang untuk dijadikan sesuatu yang berguna dalam bidang lain.

Hal ini harus menjadi perhatian. Jika Ingin memajukan kebudayaan kita harus memperhatikan ekosistemnya. Promosi budaya dan masuknya kesenian tradisional ke dalam kurikulum di sekolah itu sangat baik, namun itu belum cukup. Contohnya adalah kondisi tenun tadi. Jika pun tenun sudah terkenal dan masuk ke sekolah. Masih mempunyai persoalan dengan bidang produksinya.

Untuk memajukan sebuah kebudayaan kita harus mengelola dengan baik ekosistem budaya. Ini  menyangkut banyak hal dan keseluruhan aspek. Ketersediaan bahan dasar hanyalah satu aspek. Sebagai wakil pemerintah dalam bidang kebudayaan, Direktorat Jenderal kebudayaan merancang untuk membuat ekosistem kebudayaan yang lebih baik. Tentu ini akan menyangkut bidang yang lebih luas dan merangkul berbagai pihak.

Ibu Des Syamsidar Isa menyampaikan banyak bidang yang harus diperhatikan dalam membangun kerajinan kain nusantara. Dari pengalamannya selama berpuluh tahun dalam pengembangan kerajinan ini. Berbagai aspek yang harus dicermati adalah kondisi pengrajin, pemasaran, dan transfer knowledge ke generasi muda.

Beberapa penenun kenalan beliau, mengkhawatirkan dengan masa depan mereka sebagai penenun. Menenun adalah pekerjaan yang cukup lama dengan menghabiskan waktu seharian penuh. Kegiatan ini sangat berisiko karena belum tentu tenunan mereka dapat terjual, sedangkan kebutuhan hidup harus terus dipenuhi.

Hal ini menyangkut dengan pemasaran dan promosi kain tenun itu sendiri. Jika pasar untuk kain tenun masih terbilang susah dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup, maka para penun bisa beralih profesi.

Kondisi yang memprihatinkan lainnya adalah beberapa penenun di Sambas ada yang bekerja sebagai penun di Brunei Darussalam. Mereka bekerja untuk digaji. Dalam sehari jam kerja mereka lebih dari 10 jam dengan gaji tetap Rp. 1.580.000 per bulan. Suatu hal yang harus diperhatikan demi kelestarian kain tenun nusantara.

Ibu Des Syamsidar Isa sangat mendukung jika kain nusantara diajarkan di sekolah. Hal itu untuk pelestarian dan transfer knowledge generasi muda. Ibu Sebelum menutup sesinya, Ibu Syamsidar melemparkan sebuah topik yang masih harus digali kembali. Di Sambas, mereka mengenal kata lungi yang mungkin padanannya adalah kata tenun. Sedangkan, di Myanmar mereka juga mempunyai kosa kata lun gi. Suatu hal yang perlu dikaji demi perkembangan kekayaan budaya kita.

Ibu Ananda Moersid menyampaikan bahwa kain tenun, batik, dan kain tradisional lainnya tidak hanya berupa kain dalam kacamata masyarakat pendukungnya. Tapi, mempunyai makna dan tidak lepas dari elemen tata sosial masyarat pendukungnya.

Motif-motif yang digambarkan mempunyai makna tersendiri. Penggunaannya pun juga tidak dapat asal-asalan. Ada motif yang khusus raja. Ada motif untuk pernikahan, kelahiran, juga kematian. Harus ada pengetahuan penggunaan motif-motif tersebut agar pengetahuan itu tidak punah.

Dalam produksi pun harus dilihat nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah alat produksi. Misalnya dalam pewarnaan kain jumputan. Lebih baik memakai biji-bijian untuk membuat jumputannya daripada sebuah plastik yang mempunyai kegunaan yang sama karena pemakaian biji-bijian adalah simbol dari kesuburan.

Hal ini juga harus masuk ke dalam sebuah workshop atau kelas-kelas menenun yang dikelola secara modern. Jangan meninggalkan nilai-nilai dalam pembuatan sebuah kain karena itu lah yang sesungguhnya bermakna.

Sesi Diskusi Temu Wicara 33 Kain Nusantara

Sesi diskusi pada Temu Wicara 33 Kain Nusantara terbagi menjadi dua. Sesi pertama memiliki dua penanggap dan kedua juga memiliki dua penanggap.

Penanggap pertama, seorang bapak yang penulis tidak dapat menuliskan namanya karena kurang jelas terdengar. Beliau bertanya apakah temu wicara ini ada kaitannya dengan UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan? Juga, menurutnya akan susah kebudayaan jika dibatasi oleh wilayah administrasi. Bagaimana dengan batik Pekalongan, apakah itu menjadi milik Kota Pekalongan atau Kabupaten Pekalongan?

Penanggap pertama adalah ibu Glory (mohon maaf jika salah menulis), soerang pengelola sekolah fasihon. Beliau mendukung pelestarian kain nusantara dan jika memungkinkan dimasukkan ke dalam kurikulum. Pihaknya sendiri sudah memasukan tema-tema Indonesia dalam tiga tahun terakhir.

Bapak Hilmar Farid menanggapi kedua tanggapan tersebut. Menurutnya, pemasukan hal ini ke dalam kurikulum adalah satu hal. Target Direktorat Jenderal Kebudayaan mengelola kebudayaan secara keseluruhan. Usaha ini masih memiliki jalan yang cukup panjang.

UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dipandang sebagai platform. Di dalam UU tersebut kita beralih apa yang harus diurus, yaitu tata kelolanya. Dalam tata kelola, penetapan (sebuah bentuk budaya atau seni) adalah langkah pertamanya.

Masuk ke ranah batas administrasi. Itu adalah hal yang pelik. Masuk ke dalam hak cipta. Jika ini hak cipta individual bisa dapat selesai. Misalnya Batik Pekalongan, pemiliknya siapa? Kekayaan intelektual dengan kepemilikan properti tidak lah sama.

Jika suatu budaya atau kesenian muncul nilai ekonomi. Nantinya akan timbul klaim. Ini masalah yang tidak mudah dan tidak dapat dihindari. Untuk menanggulangi hal itu, kita harus membangun kebudayaan terpadu yang berbasis riset.

Ibu Ananda Moersid mengatakan harus ada pendekatan lain untuk menjawab permasalahan-permasalahan ini.

Sesi tanggapan kedua adalah dari Bapak Muhammad Aman (mohon maaf jika salah menulis). Beliau menceritakan pengalamannya sebagai salah satu perwakilan Indonesia yang turut pada rapat UNESCO 2003. Beberapa yang menjadi permasalahan itu sama yaitu klaim. Misalnya pantun, Indonesia join bersama dengan Malysia. Penetapannya berbasis ke masyarakat secara multilateral.

Penutup

Kegiatan berupa temu wicara dan seminar dengan tema ini sangat baik. Memberikan pengetahuan yang terkini tentang kebudayaan Indonesia, kain nusantara khususnya. Semoga dengan dibangkitkannya topik kain nusantara. Membantu terciptanya ekosistem kebudayaan yang harmonis dan memakmurkan pelaku budaya.

Beberapa artikel mengenai kain-kain tradisional Indonesia yang dapat dilihat di website ini adalah:

Koleksi Pilihan Museum-Museum di Sumatera

Dari sekian banyak koleksi museum di Sumatera, ada beberapa yang masuk ke dalam list koleksi pilihan di buku Koleksi Pilihan 25 Museum di Indonesia yang diterbitkan oleh Kemdikbud. Koleksi Pilihan Museum-museum di Sumatera terdiri dari beragam koleksi, ada yang berbentuk sebilah pedang, cap atau stempel kerajaan, kain tenun, patung dan arca, bahkan alat memasak. Artikel ini diharapkan menjadi pelengkap informasi buku yang tertera di atas.

Benda-benda koleksi menjadi koleksi pilihan bukan karena tanpa alasan. Dalam kata pengantar buku di atas, Prof. Agus Aris Munandar membagi dua dasar penetapan suatu koleksi di museum.

Secara umum dasar penetapan suatu koleksi yang dipamerkan di museum, di antaranya:

  1. Semua relia yang dikoleksi mempunyai makna dalam ilmu pengetahuan;
  2. Benda yang dikoleksi berhubungan dengan satu disiplin ilmu;
  3. Benda yang dikoleksi menjadi ikon kebudayaan penting di wilayah tertentu.

Sedangkan, secara khusus dasar penetapan suatu koleksi yang dipamerkan di museum, seperti:

  1. Bentuknya unikum, tidak ada lagi duanya;
  2. Berhubungan dengan pencapaian peradaban tertentu di suatu wilayah;
  3. Berkaitan dengan peristiwa sejarah;
  4. koleksi tersebut merupakan karya terunggul (masterpiece) yang bersifat adikarya;
  5. Mewakili domain tertentu yang telah menjadi umum di wilayah tersebut.

Artikel ini akan membahas beberapa koleksi pilihan museum-museum di Sumatera, seperti:

  1. Museum Negeri Provinsi Nangroe Aceh Darussalam;
  2. Museum Sigenje/Negeri Provinsi Jambi;
  3. Museum Sang Nila Utama/Negeri Provinsi Riau;
  4. Museum Negeri Provinsi Bengkulu;
  5. Museum Negeri Provinsi Sumatera Selatan;
  6. Museum Pemerintah Kabupaten Belitung;
  7. Museum Goedang Ransoem Sawahlunto.

Mari kita lihat satu per satu:

Koleksi Pilihan Museum Negeri Provinsi Nangroe Aceh Darussalam:

Bangunan Museum Aceh. sumber: vhourkhanrasheed.blogspot.co.id

Bangunan Museum Aceh. sumber: vhourkhanrasheed.blogspot.co.id

Museum Negeri Provinsi Nangroe Aceh Darussalam beralamat di jalan Alaidin Mahmudsyah No. 12. Pengunjung dapat mengunjungi museum ini pada Hari Minggu – Selasa pukul 08:00 – 12:00 dan 14:00 – 16:15 dengan harga tiket bervariasi antara Rp. 1.000 – Rp. 5.000. Keterangan lebih lanjut dapat melihat tautan berikut: website resmi Museum Negeri Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

Berikut koleksi-koleksi pilihan dari Museum Negeri Provinsi Nangroe Aceh Darussalam:

Mata uang

Mata uang dari Kerajaan Aceh Darussalam. sumber: tengkuputeh.com

Mata uang dari Kerajaan Aceh Darussalam. sumber: tengkuputeh.com

Dahulu ada dua kerajaan besar di Aceh, yaitu Samudera Pasai dan Kerajaan Islam Aceh Darussalam. Keduanya telah mengenal alat pembayaran berupa mata uang emas yang disebut dirham.

Keduanya berbahan dasar emas, namun memiliki perbedaan ukuran. Dirham Kerajaan Samudera Pasai berukuran diameter 10 – 13 mm dengan ketebalan 0,6 – 1,8 mm. Sedangkan, dirham Kerajaan Aceh Darussalam berukuran diameter 11 -14 mm dengan ketebalan 0,58 – 0,98 mm. Keduanya sama-sama menggunakan tulisan Arab-Jawi.

Menurut penelitian J. Kremmer, nilai tukar mata uang Kerajaan Aceh Darussalam pada masanya ditetapkan sebagai berikut:

  • 1 Tail = 4 Pardu
  • 4 Pardu = 4 Dirham
  • 1 Dirham = 4 Kupang
  • 1 Kupang = 400 Keueh.

Pedang Aman Nyerang

Pedang Aman Nyerang koleksi Museum Negeri Aceh. sumber: http://lintasgayo.co

Pedang Aman Nyerang koleksi Museum Negeri Aceh. sumber: http://lintasgayo.co

Pedang Aman Nyerang adalah pedang yang pernah dimiliki oleh pejuang Aceh yang bernama Aman Nyerang. Aman Nyerang adalah pejuang Aceh yang pernah hidup di hutan belantara selama 20 tahun. Namun, perjuangannya terhenti karena sebuah serangan yang dilakukan tentara Kolonial Belanda di markasnya pada 3 Oktober 1922.

Sang pemimpin penyerangan, Letnan Jordans menyimpan pedang itu hingga membawanya ke negeri Belanda. Namun setelah berpulang, anaknya menjalankan wasiatnya untuk menyerahkan pedang ini kepada Gubernur Aceh Abdullah Puteh melalui Pengurus Yayasan Dana Peucut pada 14 Maret 2013.

Pedang Aman Nyerang menjadi koleksi pilihan karena menyimbolkan suatu perjuangan yang tidak mengenal lelah untuk mengusir penjajah.

Stempel Kerajaan Cap Sikureung

Contoh stempel Cap Sikureung. sumber: http://habaaseuramoe.blogspot.co.id

Contoh stempel Cap Sikureung. sumber: http://habaaseuramoe.blogspot.co.id

Stempel ini adalah stempel kebanggan Kesultanan Aceh Darussalam. Disebut Cap Sikureung karena di stempel ini tertera sembilan lingkaran yang berisi nama-nama sultan yang pernah memerintah Kesultanan Aceh. Setiap masa pemerintahan, mempunyai capnya sendiri. Cap ini berbentuk lingkaran dengan satu lingkaran besar bertuliskan nama sultan yang sedang memerintah dan delapan lingkaran kecil yang mengelilingi lingkaran besar yang bertuliskan 4 nama sultan di luar dan 4 nama sultan di dalam dinasti.

Cap ini melambangkan empat dasar hukum, yaitu Al Quran, Hadis, Ijma Ulama dan Qias. Juga empat jenis hukum, yaitu hukum, adat, qanun dan reusam bagi masyarakat Aceh.

 

Koleksi Pilihan Museum Sigenjei/Negeri Provinsi Jambi

Gedung Museum Negeri Jambi/ Sigenjei. Sumebr: wikimapia.org

Gedung Museum Negeri Jambi/ Sigenjei. Sumebr: wikimapia.org

Dahulu Museum Siginje bernama Museum Negeri Provinsi Jambi. Namun, pada tahun 2012 namanya diubah dan diresmikan oleh Gubernur Sumatera Selatan, Hasan Basri Agus. Museum ini beralamat di Jalan Urip Sumohardjo No. 1 Kota Jambi. Jadwal buka dari Minggu – Kamis pukul 08:00 – 15:00, Jumat pukul 08:00 – 11:00. Laman resmi mengenai museum ini dapat dilihat di sini.

Berikut adalah koleksi pilihan Museum Sigenjei/Negeri Provinsi Jambi:

Arca Avalokiteswara

.

Arca Avalokitesvara yang menjadi koleksi Musuem Jambi. sumber. jaladwara.weebly.com

Arca ini pertama kali ditemukan oleh petani pada 3 Februari 1991 di situs Rantaukapastuo. Berbentuk dewa bertangan empat, namun ada sedikit kerusakan di bagian belakang dan bawah. Berbahan utama Perunggu yang dilapis emas. Diperkirakan berasal dari zaman kerajaan Sriwijaya.

Kalung

Kalung yang menjadi koleksi pilihan museum Jambi. sumber: http://saturnussipengambok.blogspot.co.id

Kalung yang menjadi koleksi pilihan museum Jambi. sumber: http://saturnussipengambok.blogspot.co.id

Kalung berbentuk jalinan kawat lengkap dengan gespernya. Berbahan dasar emas 18 karat dengan sebuah medalion kecil yang terikat diujungnya. Ditemukan oleh petani yang sedang membersihkan ladangnya di dalam timbunan abu gambut pada tahun 1994 di Desa Lambur I, Kabupaten Tanjungjabung Timur.

Medali Turki

Medali dari Kesultanan Turki. sumber globalmuslim.blogspot.com

Medali dari Kesultanan Turki. sumber globalmuslim.blogspot.com

Medali ini diberikan oleh Kesultanan Turki sebagai tanda persahabatan dengan Sultan Taha Saifuddin dalam perjuangan melawan Belanda di Jambi.

Tanduk Bertuliskan Incung

Tanduk yang bertuliskan aksara Incung. sumber:metrojambi.com

Tanduk yang bertuliskan aksara Incung. sumber:metrojambi.com

Koleksi ini berbentuk tanduk kerbau yang dituliskan kalimat-kalimat tentang memanggil roh leluhur, petuah-petuah dan syarat-syarat menjadi pemimpin.

 

Koleksi Pilihan Museum Sang Nila Utama/Negeri Provinsi Riau

Bangunan Museum Sang Nila Utama. sumber: backpackerjakarta.com

Bangunan Museum Sang Nila Utama. sumber: backpackerjakarta.com

Museum Sang Nila Utama atau Negeri Provinsi Riau beralamat di Jalan Jenderal Sudirman No. 194, Tangkerang Selatan, Pekanbaru. Museum ini buka setiap hari pukul 08:00 – 14:00.

Berikut koleksi pilihan di museum Sang Nila Utama/Negeri Provinsi Riau:

Batu Siput

Koleksi Rumah Siput yang telah menjadi batu, Museum Riau, Pekan Baru. Sumber: museumku.wordpress.com

Koleksi Rumah Siput yang telah menjadi batu, Museum Riau, Pekan Baru. Sumber: museumku.wordpress.com

Batu siput yang dipamerkan adalah peninggalan pra sejarah di provinsi Riau. Batu ini beratnya hingga mencapai 1000 ton.

Stempel Kerajaan

Stempel Kerajaan yang menjadi koleksi Museum Riau. sumber: riaudailyphoto.com

Stempel Kerajaan yang menjadi koleksi Museum Riau. sumber: riaudailyphoto.com

Stempel yang ditampilkan di museum ini adalah stempel Kerajaan Riau Lingga yang berlaku pada 1237 H atau 1822 M.

Uang Petik

Uang Petik yang menjadi koleksi pilihan Museum Jambi. Sumber: Koleksi 25 Pilihan Museum-museum di Indonesia

Uang Petik yang menjadi koleksi pilihan Museum Jambi. Sumber: Koleksi 25 Pilihan Museum-museum di Indonesia

Koleksi ini sangat unik. Uang Petik adalah uang yang berbentuk seperti dahan yang diujung-ujungnya terdapat koin-koin. Uang ini digunakan dengan cara memetik pada tangkainya. Berbahan dasar timah dan berasal dari Kepulauan RIau dengan ukuran 19 cm.

 

Koleksi Pilihan Museum Negeri Provinsi Bengkulu

Museum Negeri Provinsi Bengkulu. sumber: initempatwisata.com

Museum Negeri Provinsi Bengkulu beralamat di Jalan Pembangunan No. 8 Padang Harapan, Kecamatan Gading Cempaka. Buka dari Minggu – Selasa pada 08:00 – 13:00. Tutup setiap hari Senin dan libur nasional.

Berikut koloksi pilihan Museum Negeri Provinsi Bengkulu:

Naskah Kuno

Naskah kuno salah satu koleksi museum Bengkulu. sumber: goodnewsfromindonesia.id

Naskah kuno salah satu koleksi museum Bengkulu. sumber: goodnewsfromindonesia.id

Naskah kuno yang ditemukan di Bengkulu bertuliskan huruf Kaganga. Biasanya tertulis di lembaran kulit kayu, bambu dan tanduk kerbau. Naskah ini berisi pesan dan wasiat kepada generasi selanjutnya.

Kerambit

Senjata tradisional Kerambit. Senjata ini mirip dengan senjata yang digunakan salah satu tokoh di The Raid 2. sumber:twitter.com

Senjata tradisional Kerambit. Senjata ini mirip dengan senjata yang digunakan salah satu tokoh di The Raid 2. sumber:twitter.com

Kerambit adalah senjata tradisional masyarakat Bengkulu. Bentuknya melengkung seperti arat tapi hampir setengah lingkaran. Berbahan dasar besi dan dilapisi kayu pada gagangnya.

Meriam Kecepek

Meriam Kecepek. Meriam untuk melawan penjajah Belanda. sumber:http://helarius-henry.blogspot.co.id

Meriam Kecepek. Meriam untuk melawan penjajah Belanda. sumber:http://helarius-henry.blogspot.co.id

Meriam ini termasuk senjata masyarakat Bengkulu ketika melawan penjajahan Belanda. Bahan utama meriam ini adalah tiang telepon atau tiang listrik. Peluru yang digunakan adalah pecahan kaca dan sisa-sisa paku yang ditambah dengan belerang.

 

Koleksi Pilihan Museum Balaputera Dewa/Provinsi Sumatera Selatan

Gedung utama Museum Balaputera Dewa, Palembang. Sumber: http://museumnegerisumsel.blogspot.co.id

Gedung utama Museum Balaputera Dewa, Palembang. Sumber: http://museumnegerisumsel.blogspot.co.id

Museum ini beralamat di Jalan Sriijaya I No.288 KM 5.5, Alang Alang Lebar, Sukaramai, Srijaya, Alang Alang Lebar, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Buka pada hari Selasa – Minggu pukul 08:300 – 15:00. Tutup setiap hari Senin dan hari libur

Berikut koleksi pilihan Museum Balaputera Dewa/Provinsi Sumatera Selatan:

Tepak Giwang

Tapak Giwang, salah satu koleksi pilihan di Museum Balaputera Dewa, Palembang. Sumber: eastindiesmuseum.com

Tapak Giwang, salah satu koleksi pilihan di Museum Balaputera Dewa, Palembang. Sumber: eastindiesmuseum.com

Tepak Giwang atau yang disebut juga pekinangan adalah barang yang digunakan pada waktu adat upacara perkawinan atau upacara menyambut tamu.

Tepak Giwang yang menjadi koleksi museum ini berbentuk persegi panjang yang dihias dengan motif tumpal, kertas tempel dan bunga-bunga.  Berbahan dasar kayu mahoni dan kulit lokan (giwang).

Pekinangan ini terbagi atas tiga bagian, yaitu atas, bawah dan dalam.

Arca Batu Gajah

Arca batu Gajah, koleksi Museum Balaputera Dewa, Palembang. Sumber: Indonesiakaya.com

Arca batu Gajah, koleksi Museum Balaputera Dewa, Palembang. Sumber: Indonesiakaya.com

Arca ini berukuran cukup besar dengan panjang 217 cm x tinggi 147 cm x tebal 127 cm.

Dinamakan batu gajah karena arca ini berbentuk sebuah batu yang berukir gajah dikedua sisinya. Di kedua sisigajah digambarkan seorang prajurit yang berpakaian cawat, memakai ikat kepala dan gelang-gelang pada betisnya sambil membawa nekara dan pedang.

Rumah Adat Palembang/Rumah Limas

Rumah Limas yang berada di belakang Museum Balaputera Dewa, Palembang. Sumber: pergiberwisata.com

Rumah Limas yang berada di belakang Museum Balaputera Dewa, Palembang. Sumber: pergiberwisata.com

Rumah adat Palembang ini sangat terkenal karena terpampang di uang pecahan Rp. 10.000. koleksi ini terletak di halaman belakang gedung museum. Suasana sekitarnya cukup asri dan teduh.

 

Koleksi Pilihan Museum Tanjung Pandan/Pemerintah Kabupaten Belitung

Gedung Museum Tanjung Pandan. Sumber: rhien-travel-writing.blogspot.co.id

Gedung Museum Tanjung Pandan. Sumber: rhien-travel-writing.blogspot.co.id

Museum ini beralamat di Jalan Melati No. 41A, Tanjung Pinang,  Belitung. Buka setiap hari pada pukul 08:00 – 17:00. Informasi mengenai lebih lengkap dapat mengunjungi website resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Bangke Belitung.

Berikut koleksi pilihan Museum Tanjung Pandan/Pemerintah Kabupaten Belitung:

Lokomotif Kereta Timah

Kereta sarana menyemprot tumpukan tanah/batu timah. sumber: visitbangkabelitung.com

Lokomotif dibuat di Ipswich pada 1908 ini digunakan sebagai sarana untuk menyemprot tumpukan tanah/batu timah yang dialirkan melalui kan.

Pertambangan timah di Kepulauan ini menjadi salah satu latar novel karya Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi.

Stempel Keresidenan Belitung

Stempel Asisten REsiden Belitung, koleksi Museum Tanjung Pandan. sumber: Koleksi Pilihan 25 Museum di Indonesia

Stempel ini adalah miliki asisten residen Belitung pertama, A.L.M Clignett yang menjabat pada 1924 – 1933. Namun, pada 1933 Keresidenan Belitung digabung dengan Keresidenan Bangka. Stempel ini bergambar dua buah singa yang mengapit sebuah perisai dan dipinggir atas dan bawahnya bertuliskan asistent resident van Billiton.

Stempel Dipati Cakraningrat

Stempel Dipati Cakraningrat yang menjadi koleksi Museum Tanjung Pandan. sumber: Koleksi Pilihan 25 Museum di Indonesia.

Stempel ini merupakan stempel Kerajaan Balok yang pernah berkuasa di Pulau Belitung. Depati Cakraningrat adalah gelar kebangsawanan Kerajaan Balok. Stempel ini digunakan pada periode 1618 – 1873.

 

Koleksi Pilihan Museum Goedang Ransoem Sawahlunto

Bangunan Museum Goedang Ransoem di Sawahlunto. sumber:wikipedia.org

Bangunan Museum Goedang Ransoem di Sawahlunto. sumber:wikipedia.org

Museum Goedang Ransoem Sawahlunto beralamat di

Berikut ini adalah koleksi-koleksi pilihan di museum Goedang Ransoem Sawanglunto:

Kompresor

Kompresor yang digunakan untuk mengatur suhu adalah salah satu koleksi pilihan museum Goedang Ransoem Sawahlunto. sumber: firzazr.blogspot.com

Kompresor yang digunakan untuk mengatur suhu. sumber: firzazr.blogspot.com

Kompresor ini adalah benda yang digunakan untuk menarik uap panas dari tungku pembakaran melalui pipa-pipa bawah tanah untuk menyalurkannya ke tungku masak.

Benda ini berukuran 5 meter dengan diameter 86 cm. Pada kompresor ini terdapat tuas kontrol panas dan sebuah tangga untuk mencapai tuas tersebut.

Batu Nisan Orang Rantai

Contoh batu nisan orang rantai. sumber viva.co.id

Contoh batu nisan orang rantai. sumber viva.co.id

Orang rantai adalah para tahanan yang ditaruh di Sawahlunto untuk bekerja di tambang batubara. Mereka tidak memiliki nama dalam pembukuan administrasi kolonial. Namun, disetiap tubuhnya di tatto angka yang membedakan dan menjadi identitasnya.

Sewaktu mereka meninggal, hanya ada nomor angka yang menjadi tanda di batu nissan mereka.

Tungku Memasak

Tungku untuk memenuhi kebutuhan pangan para pekerja tambang. sumber: ombolot.wordpress.com

Tungku untuk memenuhi kebutuhan pangan para pekerja tambang. sumber: ombolot.wordpress.com

Tungku ini dipergunakan untuk memasak nasi bagi keperluan pekerja tambang.

Benda ini dibuat pada 1894 dan mulai beroperasi pada 1918. Berukuran cukup besar dengan diameter mencapai 1,32 meter dan tinggi mencapai 60 cm dengan ketebalan 1,2 cm. Tungku ini terdiri dari lapisan luar, periuk ketel, langsang dan penutup periuk. Di atas penutup periuk disambungkan dengan rantai yang menggunakan sistem katrol

 

Penutup

Mengetahui informasi melalui tulisan di atas tidak cukup tanpa mengunjungi museum-museum karena akan ada perbedaan rasa saat melihat langsung benda tersebut, di tambah pengaturan tata letak museum yang sangat baik. Membuat kita seakaan terbawa kepada sebuah perjalanan sejarah suatu peradaban. Ayo kunjungi museum-museum di sekitar kita.

 

Dialog Budaya: Hidup Harmonis di Tengah Keberagaman

Dialog budaya dengan tema “Agama dan Kebhinekaan” yang digelar pada Jumat, 16 Juni 2017 di Ruang 34 Masjid Istiqlal diharapkan sebagai ruang antarpemuka agama untuk berdialog secara damai. Berbagai informasi yang mengenai agama-agama yang hidup di Indonesia disampaikan langsung dari tokohnya. Hal ini untuk menghindari rasa saling mencurigai satu sama lain dan melihat hubungan lintas agama yang harmonis.

Dalam dialog budaya tersebut dihadiri oleh Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, Romo Antonius Suyadi Pr, Ketua Komisi Hubungan Antaragama Keuskupan Agung, Melkisedek Puimera, Pendeta GPIB, I Wayan Sudharma, Ketua Bidang Kebudayaan dan Kearifan Lokal Parisada Hindu, Liem Wira Jaya, Sekretaris Jenderal DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Peter Lesmana, Sekretaris Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia.

Dialog budaya yang dimoderatori oleh Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Nadjamuddin Ramly berjalan lancar dan damai.

Begitu banyak pesan damai yang terkandung dalam pertemuan ini. Masing-masing pembicara menyampaikan pesan damai melalui sudut pandang agama yang dianut.

Pesan Bapak Nasaruddin Umar dalam dialog budaya

Dari umat Islam, Bapak Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah tokoh yang sangat menghormati kemanusian.

Berbagai diantaranya yang beliau lakukan adalah membantu membuat rumah ibadah umat agama lain, merawat tawanan perang, mengizinkan berdirinya rumah ibadah lain di sebelah masjid.

Islam adalah agama yang sangat menghormati umat beragama lain.

Di Al Quran tertulis “muliakanlah anak cucu Adam.”

Umat beragama lainnya wajib dihormati, tidak hanya umat muslim.

Beliau menyayangkan pihak-pihak yang ingin mengambil kesempatan “mengaduk-ngaduk” umat dengan mengatasnamakan islam demi mendapatkan kepentingannya.

Pesan Romo Antonius Suyadi

Romo Antonius Suyadi Pr. menyampaikan bahwa lembaganya mengarahkan para umatnya untuk menuliskan ucapan selamat bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri dan ditempel di depan rumah.

Beliau juga hidup dalam lingkungan yang penuh toleransi dalam keluarganya.

Dibesarkan oleh keluarga muslim, Romo Suyadi memilih menjadi Katolik pada usia yang cukup muda.

Orang tua beliau merestui.

Bahkan ketika menjadi pastor, orang tuanya hadir di Gereja Katedral. Saat lebaranpun, beliau pulang kampung untuk meminta restu kedua orangtuanya

Pesan Bapak Melkisedek Puimera

Bapak Melkisedek Puimera menyampaikan hubungan dekatnya dengan berbagai pemeluk agama lain.

Sangat toleran dan baik.

Masing-masing juga mengkaji kitab suci yang lainnya.

Tidak ada curiga-menyurigai seperti belakangan yang terjadi.

Beliau mengajak seluruh umat beragama di Indonesia untuk hidup berdampingan dan harmonis karena itulah yang dicita-citakan oleh seluruh umat manusia.

Beliau mengibaratkan keharmonian ini seperti jeruk “Walaupun di dalam jeruk banyak bulir-bulirnya, namun sama manisnya.”

Pesan Bapak I Wayan Sudharma

Menurut Bapak I Wayan Sudharma, pergesekan yang terjadi belakangan ini karena hati mereka tidak dekat.

“Tidak perlu berteriak-teriak jika hati dekat, seperti orang yang berpacaran walaupun berbisik-bisik masih terdengar karena hatinya dekat.” kata Bapak I Wayan.

Beliau menyampaikan dalam kitab Weda  tidak dibeda-bedakan orang yang hidup di bumi.

Semuanya menghirup oksigen yang sama dan juga diresapi oleh zat ilahi yang sama.

Jangan sampai keberagaman yang hidup di Indonesia menjadi terpecah belah.

Pesan Bapak Liem Wira Jaya

Agama Buddha mengenal keberagaman.

Manusia berbeda-beda menurut karmanya.

Bapak Liem Wira Jaya sedikit menyampaikan sejarah agama Buddha.

Bahwa Pangeran Sidharta melihat penderitaan manusia.

Akhirnya beliau keluar dari istana dan mencari tahu apa yang menimbulkan penderitaan manusia.

Setelah berusaha, dia menemukan apa yang menyebabkan manusia menderita, yaitu nafsu keinginan.

Pesan Bapak Peter Lesmana

Banyak orang yang bertanya-bertanya mengenai agama Konghucu.

Dalam kesempatan ini Bapak Peter Lesmana menyampaikan bahwa di dalam agama Konghucu percaya akan kebhinekaan.

Simbol Tian dalam agama Konghucu menggambarkan kebhinekaan.

Di satu lingkaran ada irisan antara hitam dan putih dan di dalam warna tersebut ada warna yang berbeda.

Akar agama Konghucu adalah agama yang membuat manusia menjadi orang yang terpelajar secara kehidupan.

Banyaknya pergesekan antaragama yang terjadi di Indonesia mungkin karena jarang sekali ada komunikasi antara mereka.

Sedikitnya komunikasi dapat menimbulkan rasa saling curiga mencurigai dan prasangka buruk.

Dengan dialog seperti ini, timbulah sebuah pengetahuan akan ajaran agama-agama di Indonesia.

Mengetahui ajaran agama lain dengan lebih dekat jauh lebih baik ketimbang berprasangka buruk.

Dari dialog budaya ini, kita bisa merasakan bahwa tidak ada satupun ajaran agama yang mempunyai niat buruk kepada agama lain.

Penutup

Semua ajaran agama mengingkan adanya perdamaian, keamanan, dan keharmonisasian dalam kehidupan bagi seluruh umat manusia. Keberagaman yang ada di dunia ini adalah sebuah keniscayaan. Bagi agama Islam, disebutkan dalam Al Quran Surat Al Hujurat ayat 13 bahwa manusia diciptakan berbeda adalah untuk saling mengenal.

Mari kita bangun keharmonisan dan kebersamaan di tengah kebhinekaan Indonesia!

error: Maaf, konten terproteksi.