Banda Neira: Surganya Wisata Alam dan Situs bersejarah

Indonesia adalah surganya penjelajah. Dari zaman penjelajah Eropa hingga modern saat ini, seakan-akan tidak pernah habis wilayah yang dapat dijelajah di sini. Tidak hanya keelokan alamnya yang menawan hati, Indonesia juga memiliki kekayaan situs-situs bersejarah. Namun, tidak banyak tempat yang memiliki keindahan alam dan kekayaan situs bersejarah. Satu-satunya tempat yang paling kaya adalah Banda Neira.

Peta Banda Neira

Banda Neira atau yang juga biasa disebut Banda adalah kepulauan kecil yang terletak di sebelah tenggara Pulau Ambon. Kepulauan ini hanya terdiri dari beberapa pulau kecil, yaitu Pulau Banda Besar, Banda Neira, Gunung Api, Pulau Hatta, Pulau Syahrir, Pulau Ai, dan Pulau Rhun.

Tidak banyak yang tahu Banda adalah surga wisata. Faktor utamanya mungkin karena sedikitnya bahan bacaan. Padahal, Banda sendiri menyimpan kisah yang sangat panjang, sejak zaman kompeni hingga zaman kemerdekaan. Tidak hanya itu Banda memiliki Gunung Api, trumbu karang, dan pantai yang sangat indah.

Sejarah Singkat Banda

Banda sejak zaman dahulu terkenal sebagai penghasil pala. Pala adalah rempah-rempah khas Indonesia yang dapat digunakan sebagai obat, penghangat tubuh, bumbu masak, hingga mengawetkan mummy. Sekitar abad ke-15 hingga ke-19, rempah-rempah adalah komoditas utama perdagangan global.

Peta Kuno Banda Neira

Penjelajah Eropa mulai memasuki wilayah nusantara pasca jatuhnya Konstantinopel ke tangan muslim Ottoman pada abad ke-15. Saat itu Konstantinopel adalah pelabuhan utama perdagangan ke Eropa. Sejak di bawah kekuasaan muslim, terjadilah penutupan pelabuhan itu kepada pedagang Eropa. Karena kebutuhan akan rempah-rempah dan ditemukannya berbagai penemuan-penemuan, dimulailah era penjelajahan bangsa Eropa ke dunia timur.

Ilustrasi Perang Laut abad ke-18

Didahului oleh Bangsa Portugis dan Spanyol, lalu bangsa Inggris dan Belanda mereka berbondong-bondong ke Nusantara untuk berdagang rempah. Persaingan di antara mereka tidak dapat dihindari. Bahkan hingga melebar menjadi pertikaian dan perang. Salah satu persaingan yang paling keras di antara mereka terjadi di Banda.

Pada Abad ke-17 terjadi perselisihan antara Inggris dan Belanda terhadap perdagangan pala di Banda. Kedua bangsa itu saling menumpahkan darah di tanah Banda. Sehingga terjadilah perjanjian yang bersejarah di Breda pada 1667. Bangsa Inggris yang saat itu memiliki kekuasaan atas Pulau Ruhn menukarkan Pulau itu dengan Pulau yang sekarang bernama Manhattan yang dahulu bernama Niew Amsterdam karena dimiliki Bangsa Belanda.

Pembantaian yang dilakukan tentara sewaan dari Jepang. Hal ini dilakukan untuk menguatkan posisi monopoli Belanda atas perdagangan pala.

Konflik tidak hanya terjadi sesama bangsa Eropa. Pada awal keinginan Belanda memonopoli pala, masyarakat pribumi sudah melawannya. Masyarakat pribumi beberapa kali memukul mundur armada-armada Belanda. Hingga suatu hari kedatangan Jan Pieterzoon Coen membawa kekuatan penuh dari Batavia untuk menghabisi semua orang kaya pemilik kebun pala di Banda. Sejak saat itu, tidak ada lagi perlawanan yang berarti dari masyarakat Banda.

Tahun demi tahun, abad berganti abad. Rempah-rempah tidak menjadi primadona perdagangan dunia lagi. Banda menjadi tempat yang terasing. Sehingga fungsinya pada awal abad ke-20 hanya untuk membuang para pejuang kemerdekaan. Bung Hatta, Bung Syahrir, Cipto Mangunkusumo dan Iwa Kusuma Soemantri pernah dibuang di sini. Menjadikan Banda tempat berkumpulnya Bapak Bangsa.

Potret Bung Hatta dan Bung Sjahrir.

Setelah Indonesia merdeka, Banda hampir terlupakan. Tidak banyak orang yang tahun Kepulauan ini. Namun, ada anak asli Banda yang selalu mencoba membawa Banda kepada perkembangan dan kemajuan. Ialah Des Alwi. Des Alwi yang menjadi anak angkat dari Bung Hatta dan Syahrir pernah mengundang tokoh-tokoh dunia mengunjungi Banda, seperti Lady Diana, Mick Jagger, dan berbagai tokoh dunia lainnya. Didorong perhatian dan kepiawaiannya, beberapa situs di Banda dikonservasi tentunya dengan sokongan berbagai pihak.

Des Alwi saat muda

Saat ini, Banda masih menjadi seperti harta karun.  Walaupun menyimpan kekayaan wisata alam dan wisata sejarah ,masih belum banyak orang yang tahu keberadaannya. Sayang sekali rasanya jika sudah mengelilingi beberapa negara tanpa pernah mengunjungi Banda. Padahal, di sini sudah cukup berkembang. Ada beberapa hotel yang nyaman untuk ditinggali. Wifi dan konetivitas 4G juga sudah menjangkau Kepulauan ini.

Wisata Alam di Banda

Banda memiliki banyak jenis wisata alam, terutama wisata laut dan pantainya. Wilayah terumbu karang di Banda adalah salah satu terumbu karang yang terkaya di dunia. Terumbu karang di sini sangat terkenal di mancanegara. Beberapa media asing yang meliput seperti Brisbanetimes, originaldiving.com, dan banyak lainnya. Jangan heran kalau berada di sini lebih banyak wisatawan mancanegara yang berlalu-lalng.

Tempat penyewaan alat selam juga banyak di sini. Dengan Rp. 50.000, sudah dapat bersnorkel ria. Tidak perlu jauh-jauh mencari tempat yang bagus. Untuk menjajal saja bisa dilakukan di dermaga dekat hotel Maulana. Tapi yang paling bagus ada di sekitar Gunung Api yang mengarah ke Pulau Ai. Sangat indah. Ikannya banyak sekali. Tidak butuh roti untuk membuat ikan-ikan berkumpul.

Hampir di setiap pulau di Banda memiliki pantai yang indah. Pasir putih terhampar memanjang, dengan air laut yang sangat jernih. Seakan-akan jauh dari keriuhan kota. Kemungkinan hanya anda dan rombongan yang bersantai di pantai. Paling bekal harus dibawa sendiri karena tidak ada pedagang yang setiap hari berjualan di pantai. Tapi semua itu bisa didapatkan di toko di Pulau Banda Neira. Mudah sekali.

Banda juga memiliki Gunung Api. Gunung Api yang masih aktif ini, dapat kita jelajahi. Sejak zaman Belanda, Gunung Api ini sudah pernh dijelajahi. Beberapa penjelajah Belanda menuliskan kisah pendakian Gunung Api di catatan hariannya. Catatannya masih dapat kita baca di Jstor.org. Rasanya tidak banyak perbedaan kondisi yang dituliskan pada abad ke-19 itu dengan hari ini. Mungkin pada hari ini sudah ada sisa lava karena sekitar tahun 1980an gunung ini meletus.

Ada sebuah penghargaan jika ada orang yang berhasil mencapai puncak Gunung Api. Melihat catatan dari mantan Dubes Belanda untuk Indonesia yang berada di dalam buku Des Alwi, Dari Banda menjadi Indonesia, beliau mendapatkan sertifikat karena mencapai puncak Gunung Api. Sertifikatnya saat itu ditandatangani oleh Des Alwi langsung.

Buah Pala. Bagian di tengahnya bernama fuli, itu yang digunakan sebagai rempah-rempah.

Bagi yang penasaran dengan pala. Kalian juga dapat melihatnya di kebun pala langsung. tidak sulit menemukan pohon pala di sini. Walaupun, saat ini pala tidak bergitu bernilainya pada masa lampau. namun masih dapat kita rasakan manfaatnya. Manfaat yang membuat orang-orang Eropa bertualang ke tempat yang tidak diketahui dengan mengorbankan harta dan nyawanya.

Wisata Sejarah di Banda

Banda adalah salah satu tempat yang jauh dari ibukota namun sarat akan tempat bersejarahnya. Di sini hampir dapat ditemukan benteng di setiap pulau. Pulau yang paling banyak menyimpan situs sejarah adalah Pulau Banda Neira. Di Banda Neira sendiri memiliki berbagai museum, benteng, monumen, dan bangunan bersejarah.

Mari kita runut peninggalan yang ada dari zaman yang paling tua, yaitu zaman kompeni. Pada zaman ini, benteng-benteng banyak didirikan di Banda. Di Banda Neira sendiri yang dapat kita lihat langsung jika berjalan-jalan adalah benteng Belgica dan benteng Nassau. Benteng-benteng ini didirikan oleh Belanda.

Benteng Nassau yang belum dipugar. Jika diperhatikan, benteng ini dahulu pernah dikelilingi oleh parit.

 

Benteng Nassau umurnya lebih tua dibandingkan benteng Belgica. di halaman Benteng Nassau tempat terjadinya pembantaian sadis yang dipimpin oleh Jan Pieterzon Coen terhadap 40 Orang Kaya Banda. Pada tahun 2016, Benteng ini masih dalam proses pemugaran. Benteng Nassau Terlihat tidak terawat jika dibandingkan dengan benteng Belgica, yang pernah dipugar sekitar pada 1990an . Benteng Belgica berbentuk pentagon, terlihat kokoh dan menjulang karena berada di atas perbukitan. Letak kedua benteng ini cukup dekat.

 

Di dekatnya ada bangunan Istana Mini dan Societat Harmonie. Kedua bangunan ini sangat penting pada masanya. Istana Mini adalah kediaman Gubernur Jenderal VOC ketika singgah di Kepulauan Banda. Bangunan ini cukup luas dan memiliki halaman yang juga luas. letaknya langsung menghadap ke laut. Saat ini Istana Mini menjadi rumah dinas Camat.

 

Ada berbagai kisah di Istana Mini, salah satunya kisah horor yang sampai saat ini masih dapat dirasakan jika mengunjungi bangunan ini. Pada suatu siang, beberapa orang teman yang mendapatkan tugas observasi singkat sedang berada di sekitar halaman Istana Mini. Saat itu Istana Mini sangat kosong dan seperti tidak dihuni. Mereka beristirahat di dekat bangunan. Lewatlah sekelompok anak sekolah yang cukup berisik di dekat mereka. Tanpa ada angin, ada suara bantingan yang keras di salah satu jendela bagian kanan rumah. Sangat mengagetkan.

Beberapa teman yang pernah melihat informasi di salah satu website, mengenai kisah horor bangunan itu menjadi penasaran. Tulisan di website tersebut menceritakan bahwa ada seorang Prancis yang bunuh diri karena sangat merindukan rumahnya. Ia bekerja sebagai koki di sini. Namun tidak betah akan kondisi pulau. Sebelum memutuskan bunuh diri, ia menuliskan sebuah catatan di salah satu kaca jendela dengan menggunakan mata cincinnya yang terbuat dari intan.

Ruang tengah Istana Mini yang megah

Teman kami menyempatkan diri untuk menengok masuk bangunan itu. Mereka mencari-cari di setiap kaca jendela. Sampai suatu saat mereka berada di kamar yang udaranya agak lembab dan dingin. Membuat perasaan mereka tidak tenang. Di kamar itu mereka menemukan kaca yang bertuliskan bahasa Prancis. Sontak mereka takut, karena dikisahkan tuan yang menuliskan tulisan itu bunuh diri di tempat ia menuliskan kalimat terakhirnya dengan cara gantung diri.

Tulisan berbahasa Prancis yang terukir di salah satu kaca Istana Mini.

Mereka langsung buru-buru keluar dan sesampainya di luar. Mereka kembali mengingat bahwa jendela yang dibanting itu adalah jendela yang persis di mana tulisan itu berada. Hingga sampai ke hotel pun, beberapa di antara mereka khususnya yang perempuan masih merasakan takut dan kapok mengunjungi Istana Mini.

 

Kembali ke bangunan bersejarah lainnya. Di dekat Istana Mini ada rumah Societiet Harmonie. Bentuk bangunannya khas Eropa dan seperti dahulu tempat sosialisasi dan berdansa orang Eropa. Bangunan ini cukup megah. Walaupun tidak begitu terawat, tapi kita masih dapat merasakan atmosfir keramaian yang dulu pernah ada di sini.

Pada zaman pergerakan nasional, kita dapat menemukan bekas rumah Bung Hatta, Bung Syahrir, Dokter Cipto Mangunkusumo, dan Iwa Kusuma Soemantri. Menurut informasi, rumah yang sekarang berdiri bukanlah rumah asli yang pernah ditinggali. Namun, rumah hasil rekonstruksi saat tokoh-tokoh perjuangan tersebut tinggal di sana. sangat berkesan memasuki rumah Bapak Bangsa di tengah keterasingan. Terbayangkan bagaimana mereka hidup di tengah keterasingan tanpa mengetahui dapat bisa kembali sambil terus memikirkan masa depan bangsa.

Tempat Bung Hatta mengajar murid-muridnya.

Ruang tamu di kediaman Bung Hatta, Banda Neira.

Ada sebuah monumen pembantaian di Pulau Banda Neira. Letaknya dekat Benteng Nassau, dan persis di samping sebuah hotel yang bernama Cilu Bintang. Juga ada gereja tua, mungkin salah satu gereja yang didirikan pertama kali di nusantara. Gereja itu masih kokoh berdiri dan sampai saat ini masih diadakan ibadah di sana. Museum budaya Banda juga ada di sini. Letaknya dekat masjid tua dan dermaga. Koleksi museum ini cukup lengkap dan menggambarkan sejarah Banda dari masa ke masa.

 

Kekayaan wisata alam dan wisata sejarah di Banda sangat sayang untuk tidak dikunjungi. Penulis mempunyai beberapa tips untuk kalian yang ingin mengunjungi Banda. Dari transportasi, akomodasi, jajanan pasar, hingga restoran.

Read More

Kampung Tarung, Waikabubak, Sumba: Keeksotisan dan Semangat

Wisata di Kampung Tarung, Waikabubak, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur menawarkan pengalaman hidup di tengah-tengah masyarakat yang berkembang seiring modernitas dan adat istiadat lokal. Cocok sekali bagi wisatawan yang ingin merasakan kearifan lokal yang berbeda. Umumnya, masyarakat telah mengenal Pulau Bali yang memadukan wisata tradisional dan modernnya. Pulau Sumba menawarkan pengalaman yang juga unik, namun belum banyak dirasakan orang lain. Kampung ini tidak hanya mempesona dari keeksotisannya, juga semangat dalam mengukuhkan identitasnya.

Artikel ini menyajikan gambaran umum bagi wisatawan yang ingin berwisata di Pulau Sumba, khususnya Kampung Tarung, Waikabubak. Beberapa Aspek yang akan dibahas antara lain akomodasi selama di sini dan gambaran singkat Kampung Tarung, Waikabubak, pengalaman mengunjungi, dan semangat yang tersimpan di sana.

 

Gambaran Singkat Kampung Tarung, Waikabubak

Kampung Tarung adalah sebuah kampung dan juga institusi sosial dan agama Merapu, agama nenek moyang masyarakat di sini. Kampung ini dipimpin oleh seorang Rato. Rato yang memimpin saat ini adalah Rato Lado Regi Tera. Di dalam Kampung terdiri dari beberapa rumah yang berbentuk rumah adat Sumba atau uma.

Potret Rato Lado Regi Tera saat kami wawancarai di kediamannya, Kampung Tarung, Waikabubak, Sumba Barat

Rumah adat Sumba atau uma berciri arsitektur vernakular. Berbentuk segi empat dan panggung, ditopang oleh empat tiang utama yang disebut kambaniru ludungu dan 36 batang tiang, kambaniru. Rumah ini beratap ilalang dan dibangunnnya tanpa menggunakan paku satu pun.

Ada tiga bagian utama. Pertama, toko uma, berbentuk menara yang berada di atas lantai utama, tempat menyimpan hasil panen dan benda pusaka. Kedua, bei uma, ruang huni yang di dalamnya berisi tempat tidur dan dapur. Ketiga, kali kabunga, ruang bawah rumah panggung yang menjadi kandang untuk ternak dan kuda.

Dikutip dari kompas.com. Ada sekitar 102 uma yang dihuni sekitar 400 keluarga. satu uma dihuni oleh 3 – 4 keluarga. Rata-rata penduduk di sini mempunyai mata pencarian sebagai petani, pengrajin tenun ikat, dan pegawai negeri sipil.

 

Pengalaman Mengunjungi Kampung Tarung, Waikabubak

Jarak Kampung Tarung Waikabubak dari Bandara Tambolaka kurang lebih 60 menit menggunakan kendaraan roda empat. Kondisi jalan mulus dan agak berkelok-kelok ketika mendekati bukit. Namun, jika malam hari cukup gelap karena tidak ada lampu jalan.

Kampung Tarung dari pusat kota Waikabubak cukup dekat. Mungkin hanya sekitar 1 km dari jalan utama hingga masuk ke pintu masuk kampung.

Sesampainya di kampung, tidak susah untuk menemukan ternak dan anjing yang dipelihara masyarakat.

Beberapa perempuan sedang menenun dan ada beberapa kain tenunan yang ditampilkan di teras rumah.

Masyarakat di sini ramah dan murah senyum.

Kami harus sedikit berjalan ke atas untuk menuju Rumah Rato Lado yang berada di tengah kampung dan dekat tempat upacara.

Rato Lado menyambut kami di rumahnya. Pancaran wajahnya ramah dan bersahabat. Rato mempersilahkan kami duduk dan berbincang-bincang di teras.

Tim kami saat berbincang dengan Rato Lado. (ki-ka) Bapak Rully, Bapak Pandu, Rizky, Rato Lado Regi Tera.

Masyarakat Kampung Tarung menganut kepercayaan Merapu, agama nenek moyang masyarakat di sini. Pada bulan suci, Wula Phodu, masyarakat mengadakat ritual dengan pagelaran musik, tarian adat, dan pemberian sesaji oleh Rato. Biasanya Wula Phodu digelar pada bulan Oktober atau November, tergantung posisi bulan.

Di dekat rumah Rato, ada sebuah bidang tanah yang dikelilingi oleh kubur batu dan ada rumah kecil yang berukuran 2×3 meter. Di Rumah kecil itu lah tempat Rato berdoa. Dalam tiap bulan tiga kali Rato berdoa, pada awal, tengah dan akhir bulan.

Di sini kami diajari menyirih oleh Ibu Miranda, istri dari Rato. Menurut penuturan beliau, kebiasaan menyirih mengandung simbol perpaduan unsur maskulin dan feminin dari kepercayaan masyarakat Sumba. Biji pinang menyimbolkan feminin, buah sirih menyimbolkan maskulin dan kapur sebagai media blending-nya.

Masyarakat Sumba juga memiliki salam tersendiri, yang disebut salam Sumba. Salam Sumba dapat dilakukan oleh semua orang. Salam itu dilakukan dengan bersalaman tangan dan menempelkan dahi. Keduanya bertukar napas saat dahi mereka menempel.

 

Semangat Memperjuangkan Identitas

Sebagai penganut agama Merapu, masyarakat di sini hidup sesuai dengan ajarannya. Dari keseharian, perkataan, perbuatan, tata cara membangun rumah, upacara adat, hingga pernikahan.

Mereka mendapatkan tantangan dengan belum diakuinya agama Merapu dalam kolom agama Kartu Tanda Penduduk dan beberapa kebijakan pemerintah yang mewajibkan anak-anak sekolah dasar pergi ke rumah ibadah agama lain pada Minggu atau Jumat.

Nantinya anak-anak itu diharuskan menulis ringkasan khotbah dan meminta tanda tangan pemimpin ibadah. seperti yang dikutiip dari Kompas.com.

Rato Lado memiliki semangat untuk memperjuangkan hak warganya sebagai warga negara Indonesia yang memiliki identitas. Menurutnya, dalam usaha melestarikan budaya asli Indonesia juga harus mendukung pelaku budayanya. Salah satunya dengan memberikan pengakuan atas agama kepercayaan Merapu.

 

Akomodasi Selama di Sumba

Beberapa hotel di daerah Tambolaka menyediakan shuttle ke bandara. salah satunya hotel Sinar Tambolaka. Jaraknya cukup dekat dari Bandara Tambolaka, namun membutuhkan waktu untuk ke tempat wisata.

Kamar di Sinar Tambolaka cukup baik dan fasilitasnya juga cukup lengkap. di sini ada cafe rooftop, kolam renang yang bagus, dan pemandangan sawah dengan kerbau dan kuda Sumba.

Semalam di hotel ini sekitar 450.000 rupiah per malam

Untuk pergi ke beberapa tempat wisata di Sumba, wisatawan harus menyewa kendaraan roda empat. Selama di Sumba, kami menghubungi salah satu driver yang kontaknya dapat ditemui di google.

Untuk makan sehari-hari, warung makan mudah ditemui di kota. Ada berbagai jenis yang umum ditemui di Jakarta dan Pulau Jawa, seperti bakso, rumah makan padang dan warung sate. Masakan yang khas di sini adalah ikan bakar karena ikan di sini masih segar.

 

 

Masjid Baiturrahim: Masjid Kokoh Di Tengah Gelombang

Masjid Baiturrahim adalah masjid yang sempat viral pasca bencana alam gempa dan tsunami yang menimpa kota Banda Aceh pada 26 Desember 2004. Dalam foto-foto pasca tsunami, tergambarkan betapa masjid ini kokoh berdiri di tengah tumpukan reruntuhan rumah-rumah yang diterjang tsunami. Pada faktanya hampir empat dusun terseret arus tsunami dan menelan korban enam ribu warga sekitar masjid.

Masjid Baiturrahim terletak di daerah Ulee Lheue, kota Banda Aceh. Letak masjid ini hanya beberapa puluh meter dari garis pantai. Saat tsunami menerjang, masjid ini menjadi tempat berlindung. Hanya sembilan orang yang selamat dengan naik di atap masjid. Menurut pengakuan Bapak Subhan, seorang pengurus masjid “Orang bisa berenang antara tiang ini ke tiang itu. Sementara di luar (air) bergulung-gulung sangat ganas”.

Masjid ini adalah salah satu masjid tertua di Aceh. Masjid ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda di atas tanah wakaf Teuku Hamzah. Letak bangunan masjid yang lama saat ini terletak di tanah yg dibangun menara. Saat itu masjid hanya bernama masjid jami Ulee Lheue.

Masjid Baiturrahim pasca tsunami

Ketika perang sabil berkecamuk menghadapi Belanda, masjid Baiturrahman terbakar. Para pejuang Aceh mundur dari pusat kota. Masjid ini menjadi pusat ibadah pejuang Aceh. Namanya diubah menjadi Masjid Baiturrahim.

(Ketahui tentang Masjid Baitturahman, masjid rekam peradaban Aceh!)

Ketika pejuang Aceh semakin terdesak dengan gempuran penjajah Belanda. Wilayah Ulee Lheue berhasil direbut oleh Belanda. Belanda membangun masjid Baiturrahim dengan batu dan semen.

Masjid ini telah beberapa kali direnovasi. Pada 1983, beberapa bagian bangunan masjid ini sempat rusak karena gempa bumi yang menimpa Aceh. Bagian yang rusak termasuk kubah masjid. Pada 1993 masjid ini kembali dipugar dan diperluas.

Tahun 2017, ketika penulis mengunjungi masjid ini telah berdiri galeri kecil dan toko souvenir di samping masjid ini. Galeri ini berisi tas, kopi, gantungan kunci khas Aceh. Di sini juha banyak kumpulan foto-foto bersejarah, terutama foto-foto pasca tsunami.

Jika ingin merasakan wisata pantai di Aceh, wisatawan harus menyempatkan diri ke daerah Ulee Lheue. Selain dapat mengunjungi masjid Baiturrahim, pengunjung dapat bersantai di sepanjang pantai Ulee Lheue. Di sana banyak para penjaja jagung bakar, sate, dan air kelapa. Cocok untuk menikmati alam dan menunggu matahari terbenam.

Masjid Baiturrahman: Rekam Lapisan Peradaban Islam di Aceh

Banda Aceh memiliki banyak masjid yang megah. Di antara satu yang paling mencirikan masjid di Banda Aceh adalah Masjid Baiturrahman. Tidak banyak yang tahu, bahwa masjid ini pernah mengalami beberapa kali renovasi. Dalam setiap renovasi, terekamlah jejak peradaban islam di Banda Aceh.

Masjid ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda pada 1612. Bangunan masjid beratap berpundak-pundak seperti kebanyakan masjid di Jawa. Masjid saat itu hanya beralaskan tanah, bertiang kayu, dan beratapkan rumbia. Di sekeliling masjid dibentengi oleh benteng yang cukup tebal.

Masjid Baiturrahman pada 1873

Pada 1873, masjid ini pernah terbakar akibat perang suci yang dikobarkan pejuang Aceh melawan kolonialis Belanda. Enam tahun selanjutnya, masjid kembali dibangun namun atas bantuan Belanda.

Belanda yang sempat menguasai sebagian kecil wilayah Aceh memprakarsai pembangunan kembali masjid bersejarah ini. Pembangunan itu didasarkan pada permusyawarahan antara Belanda dengan kepala-kepala negeri sekitar Banda Aceh yang menghasilkan sangat besar pengaruh masjid bagi masyarakat Aceh yang beragama islam.

Pembangunan kembali masjid Baiturrahman melibatkan arsitek Belanda dan mempekerjakan etnis Tionghoa. Pembangunan masjid selesai pada 1883. Bentuk bangunan berubah seluruhnya dan mempunyai kubah di tengahnya. Pada awal masjid selesai dibangun, masyarakat Aceh tidak hendak salat di sana karena masjid itu dibangun oleh penjajah Belanda.

Masjid Baiturrahman pada 1878

Belanda dengan segala upaya membujuk masyarakat Aceh untuk salat di masjid Baiturrahman. Pada 1893, Belanda dapat membujuk tokoh-tokoh Aceh seperti Tengku Keumala dan Tengku Krueng Kalee. Hanya sebagian kecil masyarakat yang salat.

Masjid kembali diperluas pada tahun 1935, 1965 dan 1991. Perluasan dapat terlihat dari jumlah kubah dan menara yang dibangun

Masjid Baiturrahman pada 1936

Masjid Baiturrahman pada 1936

Pada tahun 2015, masjid ini dibangun kembali. Pembangunan masjid memfokuskan pada halamannya. Sekarang di sekeliling masjid mempunyai payung yang menyerupai masjid Nabawi dan basement yang dapat menampung 300 buah mobil dan ratusan sepeda motor.

Peresmian pembangunan masjid ini dilaksanakan pada 2017 oleh Bapak Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI.

Para wisatawan berfoto di halaman masjid

Interior masjid ini mempunyai detail yang baik. Di setiap langit-langit terdapat ukiran motif yang bernapaskan islam dan dihiasi lampu gantung yang antik. Namun, jika dilihat dari dalam,  masjid terasa lebih sempit.

ntu masjid yang menghadap menara utama

Interior Masjid Baiturrahman Aceh saat ini

Masjid Baiturrahman adalah salah satu simbol kebudayaan islam di Aceh. Pada setiap renovasi menunjukkan lapisan peradaban yang terekam dalam sejarah Aceh. Bagi wisatawan yang ingin ke Aceh wajib mengunjungi masjid ini.

error: Maaf, konten terproteksi.