Masjid Baiturrahim: Masjid Kokoh Di Tengah Gelombang

Masjid Baiturrahim adalah masjid yang sempat viral pasca bencana alam gempa dan tsunami yang menimpa kota Banda Aceh pada 26 Desember 2004. Dalam foto-foto pasca tsunami, tergambarkan betapa masjid ini kokoh berdiri di tengah tumpukan reruntuhan rumah-rumah yang diterjang tsunami. Pada faktanya hampir empat dusun terseret arus tsunami dan menelan korban enam ribu warga sekitar masjid.

Masjid Baiturrahim terletak di daerah Ulee Lheue, kota Banda Aceh. Letak masjid ini hanya beberapa puluh meter dari garis pantai. Saat tsunami menerjang, masjid ini menjadi tempat berlindung. Hanya sembilan orang yang selamat dengan naik di atap masjid. Menurut pengakuan Bapak Subhan, seorang pengurus masjid “Orang bisa berenang antara tiang ini ke tiang itu. Sementara di luar (air) bergulung-gulung sangat ganas”.

Masjid ini adalah salah satu masjid tertua di Aceh. Masjid ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda di atas tanah wakaf Teuku Hamzah. Letak bangunan masjid yang lama saat ini terletak di tanah yg dibangun menara. Saat itu masjid hanya bernama masjid jami Ulee Lheue.

Masjid Baiturrahim pasca tsunami

Ketika perang sabil berkecamuk menghadapi Belanda, masjid Baiturrahman terbakar. Para pejuang Aceh mundur dari pusat kota. Masjid ini menjadi pusat ibadah pejuang Aceh. Namanya diubah menjadi Masjid Baiturrahim.

(Ketahui tentang Masjid Baitturahman, masjid rekam peradaban Aceh!)

Ketika pejuang Aceh semakin terdesak dengan gempuran penjajah Belanda. Wilayah Ulee Lheue berhasil direbut oleh Belanda. Belanda membangun masjid Baiturrahim dengan batu dan semen.

Masjid ini telah beberapa kali direnovasi. Pada 1983, beberapa bagian bangunan masjid ini sempat rusak karena gempa bumi yang menimpa Aceh. Bagian yang rusak termasuk kubah masjid. Pada 1993 masjid ini kembali dipugar dan diperluas.

Tahun 2017, ketika penulis mengunjungi masjid ini telah berdiri galeri kecil dan toko souvenir di samping masjid ini. Galeri ini berisi tas, kopi, gantungan kunci khas Aceh. Di sini juha banyak kumpulan foto-foto bersejarah, terutama foto-foto pasca tsunami.

Jika ingin merasakan wisata pantai di Aceh, wisatawan harus menyempatkan diri ke daerah Ulee Lheue. Selain dapat mengunjungi masjid Baiturrahim, pengunjung dapat bersantai di sepanjang pantai Ulee Lheue. Di sana banyak para penjaja jagung bakar, sate, dan air kelapa. Cocok untuk menikmati alam dan menunggu matahari terbenam.

Sie Reuboh: Makanan Pejuang Aceh Melawan Penjajah

Sie Reuboh yang disajikan dalam mangkuk tembikar. (sumber: lamurionline.com)

Sie Reuboh adalah masakan khas Aceh Besar. Makanan ini memiliki sejarah panjang sebagai makanan yang menemani pejuang Aceh pada masa peperangan dengan penjajah Belanda. Berbahan dasar daging dan diolah agar dapat bertahan selama berhari-hari, makanan ini menjadi asupan protein penting bagi para pejuang Aceh. Pada masa sekarang, masakan ini kerap disajikan dalam hajatan-hajatan adat di Aceh Besar.

Teuku Umar Pejuang Aceh (sumber: id.wikipedia.org)

Bahan-bahan membuat masakan ini terdiri dari rempah-rempah pilihan Nusantara. Pada proses  awal pemasakan, bumbu yang terdiri bawang merah, bawang putih, cabai rawit, cabai merah, dan seulah jahe dihaluskan dan dicampur bersama daging sapi. Ketika campuran bumbu dan daging dimasak, ditambahkan garam, perasan air menteu (sejenis jeruk nipis yang berukuran besar), cuka, dan irisan lengkuas.

Kata sie reuboh sendiri jika diartikan ke bahasa Indonesia. Kuliner khas Kabupaten Aceh Besar ini selalu menjadi masakan yang “wajib” dalam menyambut bulan Ramadhan.

Kebanyakan masyarakat Aceh selalu mengusahakan agar tetap memasak makanan ini walaupun harga daging biasanya naik menjelang hari lebaran.

Salah satunya didapatkan dari penuturan Kak Ni, ibu rumah tangga yang tinggal di desa Lamleubok, Aceh Besar “Menye hana Sie Reuboh, lage hana hie sagai uroe Meugang nyo (Tanpa Sie Reuboh, hari Meugang ini terasa ada yang kurang”. seperti yang dikutip oleh loveaceh.com

Karakteristik masakan yang dapat bertahan lama ini digunakan sejak ratusan tahun yang lalu sebagai makanan pejuang-pejuang Aceh. Seperti yang dikutip dari Diwana Koetaradja, “Dalam perjuangan kemerdekaan, para pejuang diberikan bekal sie reuboh untuk dibawa ke gunung. itu menjadi makanan mereka dan mereka membawanya sampai berbulan-bulan lamanya.” ujar Faisal Ishak.

Seu Reuboh sangat pas disajikan dengan nasi (sumber: wisataaceh.net)

Jika wisatawan yang ingin mencoba masakan ini dapat dijumpai di rumah makan-rumah makan di kota Banda Aceh. salah satu yang terkenal, antara lain:

  1. Rumah makan Khas Aceh Rayeuk Desa Lueng Bata, Banda Aceh;
  2. Rumah makan Asia Utama, Jalan Cut Mutia 39, Banda Aceh;
  3. Rumah makan Aceh Spesifik, Jalan T. Hasan Dek, Banda Aceh;
  4. Rumah makan Ujong Batee, Jalan T. Hasan Dek, Banda Aceh.

Masjid Baiturrahman: Rekam Lapisan Peradaban Islam di Aceh

Banda Aceh memiliki banyak masjid yang megah. Di antara satu yang paling mencirikan masjid di Banda Aceh adalah Masjid Baiturrahman. Tidak banyak yang tahu, bahwa masjid ini pernah mengalami beberapa kali renovasi. Dalam setiap renovasi, terekamlah jejak peradaban islam di Banda Aceh.

Masjid ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda pada 1612. Bangunan masjid beratap berpundak-pundak seperti kebanyakan masjid di Jawa. Masjid saat itu hanya beralaskan tanah, bertiang kayu, dan beratapkan rumbia. Di sekeliling masjid dibentengi oleh benteng yang cukup tebal.

Masjid Baiturrahman pada 1873

Pada 1873, masjid ini pernah terbakar akibat perang suci yang dikobarkan pejuang Aceh melawan kolonialis Belanda. Enam tahun selanjutnya, masjid kembali dibangun namun atas bantuan Belanda.

Belanda yang sempat menguasai sebagian kecil wilayah Aceh memprakarsai pembangunan kembali masjid bersejarah ini. Pembangunan itu didasarkan pada permusyawarahan antara Belanda dengan kepala-kepala negeri sekitar Banda Aceh yang menghasilkan sangat besar pengaruh masjid bagi masyarakat Aceh yang beragama islam.

Pembangunan kembali masjid Baiturrahman melibatkan arsitek Belanda dan mempekerjakan etnis Tionghoa. Pembangunan masjid selesai pada 1883. Bentuk bangunan berubah seluruhnya dan mempunyai kubah di tengahnya. Pada awal masjid selesai dibangun, masyarakat Aceh tidak hendak salat di sana karena masjid itu dibangun oleh penjajah Belanda.

Masjid Baiturrahman pada 1878

Belanda dengan segala upaya membujuk masyarakat Aceh untuk salat di masjid Baiturrahman. Pada 1893, Belanda dapat membujuk tokoh-tokoh Aceh seperti Tengku Keumala dan Tengku Krueng Kalee. Hanya sebagian kecil masyarakat yang salat.

Masjid kembali diperluas pada tahun 1935, 1965 dan 1991. Perluasan dapat terlihat dari jumlah kubah dan menara yang dibangun

Masjid Baiturrahman pada 1936

Masjid Baiturrahman pada 1936

Pada tahun 2015, masjid ini dibangun kembali. Pembangunan masjid memfokuskan pada halamannya. Sekarang di sekeliling masjid mempunyai payung yang menyerupai masjid Nabawi dan basement yang dapat menampung 300 buah mobil dan ratusan sepeda motor.

Peresmian pembangunan masjid ini dilaksanakan pada 2017 oleh Bapak Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI.

Para wisatawan berfoto di halaman masjid

Interior masjid ini mempunyai detail yang baik. Di setiap langit-langit terdapat ukiran motif yang bernapaskan islam dan dihiasi lampu gantung yang antik. Namun, jika dilihat dari dalam,  masjid terasa lebih sempit.

ntu masjid yang menghadap menara utama

Interior Masjid Baiturrahman Aceh saat ini

Masjid Baiturrahman adalah salah satu simbol kebudayaan islam di Aceh. Pada setiap renovasi menunjukkan lapisan peradaban yang terekam dalam sejarah Aceh. Bagi wisatawan yang ingin ke Aceh wajib mengunjungi masjid ini.

Kuah Pliek U: Makanan Sultan Aceh yang Saat Ini Merakyat

Kuah Pliek U pada awalnya adalah makanan raja-raja Aceh sejak abad ke-16. Namun, saat ini keunikan cita rasa masakan ini dapat dirasakan oleh rakyat. Nama Pliek U biasa disebut juga patarana yang berarti fermentasi dari ampas kopra yang minyaknya sudah diperas.

Potret Sultan Iskandar Muda (sumber:abulyatama.ac.id)

Kuah Pliek U terdiri dari racikan aneka sayuran seperti nangka muda, daun melinjo, buah melinjo muda, daun singkong, pepaya muda, jagung muda, dan labu siam yang dibumbui dengan ketumbar, cabe merah, cabe rawit, bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, kelapa sangrai, merica dan asam sunti (belimbing sayur) serta ikan asin.

Kuah Pliek U (sumber: herbaportal.com)

Cara memasaknya dengan merajang dan merebus semua sayuran hingga lunak, lalu dicampur dengan bumbu-bumbu yang sudah digiling. Setelah bumbu menyerap di sayuran kemudian ditambahkan santan. Aroma masakan ini sangat khas dan harum.

Selain dijadikan bahan utama membuat kuah atau gulai. Masakan ini juga dapat dijadikan bumbu rujak.

Sangat cocok dipadukan dengan buah pisang  muda dan buah rumbia (buah pohon sagu).

Bagi masyarakat Aceh sekarang, kuah Pliek U menjadi masakan perekat tali persaudaraan dan kekompakan antarkeluarga.

Terlebih lagi bagi orang-orang Aceh yang sedang berada di perantauan. Masakan ini menjadi masakan kangen-kangenan akan kampung halaman.

Kompasiana, Syukri Muhammad Syukri menulis pengalamannya menikmati kuah pliek u

Biasanya, setelah aroma gulai (kuah) pliek-u menguap dari dandang, saya tidak pernah jauh dari dapur. Mondar-mandir, lirik sana, lirik sini, sampai akhirnya dibubuhkan satu piring kecil. Habis satu piring, ingin terus menambah untuk piring berikutnya, sering sampai lupa makan nasi. Tidak jarang, makan malampun hanya cukup dengan gulai para raja itu. Pernah, menu sarapan pagi cukup dengan gulai (kuah) pliek-u ditambah nasi putih.

Dikutip dari detik.com bahwa masakan ini dapat meningkatkan gairah dan kekebalan tubuh.

Jika para wisatawan ingin mencoba kuah Pliek U, majalah Diwana Koetaradja merekomendasikan dua rumah makan di bawah ini:

  1. Rumah makan Khas Aceh Rayeuk Leung Bata, Banda Aceh;
  2. Rumah makan Tringgadeng, Jalan Daut Beureueh, Banda Aceh.

Bagi yang ingin mencoba di daerah Jakarta dapat mencoba di sebuah restoran daerah Benhil, Pasar Minggu, Jalan Juanda Depok, atau di depan RS TNI AL.

 

Budaya Kopi Aceh yang Lestari

Budaya kopi Aceh sudah sangat mendalam di kehidupan masyarakat Aceh. Hal ini terbukti dari setiap jalan di Kota Banda Aceh pasti ada tempat minum kopi.

Pada setiap harinya, kafe-kafe itu juga sangat ramai dikunjungi oleh orang tua dan muda. Pada masa dahulu, kafe-kafe kopi hanga dikunjungi oleh laki-laki, namun dengan perkembangan zaman.

Banyaknya kebutuhan akan informasi melalui internet, para perempuan di Aceh pun juga ramai mengunjungi kafe kopi.

Di kafe-kafe kopi, masyarakat Aceh bertemu dari sekadar berdiskusi tentang masalah sehari-hari hingga bisnis.

Bagi wisatawan yang berkunjung di Aceh tanpa mampir ke salah satu kafe kopi sangat disayangkan karena akan melewatkan menyaksikan langsung budaya kopi Aceh.

Budaya kopi Aceh yang kental telah terkenal di seluruh penjuru tanah air. Salah satu di antaranya adalah meluasnya varietas kopi dari Aceh yang terkenal adalah kopi Aceh Gayo.

Bagi pencinta kopi, tidak susah untuk menyatakan kopi yang dia hirup baunya adalah Kopi Aceh Gayo karena baunya yang harum dengan cita rasa yang agak asam khas kopi Aceh.

Proses pembuatan kopi saring.

Dari sisi meracik segelas kopi, masyarakat Aceh juga mempunyai cara tersendiri.

Cara khas ini terkenal dengan sebutan kopi tarik. Dalam teknik pengerjaannya, kopi dimasukan ke dalam saringan lalu dituangkan air panas dan saringan tersebut diangkat tinggi-tinggi.

Air yang menetes dari saringan itu di tampung dalam sebuah gelas. Nantinya, air seduhan kopi itulah yang akan disajikan.

Lambang Solong Coffee

Dari segi sajian, masyarakat Aceh juga memiliki kopi Sanger. Kopi Sanger adalah kopi khas Aceh yang di dalamnya terdiri susu kental manis dan dituangkan air seduhan kopi di atasnya.

Benar-benar budaya kopi Aceh yang telah lama berkembang. Dari yang mudah terlihat saja, sudah ada keunikan dalam proses penghasil biji kopi, meracik kopi, dan sajian kopi.

Salah satu kafe kopi yg cukup tua dan terkenal adalah Kopi Solong. Kafe ini dibangun oleh Bapak Abu Solong pada 1974.

Walaupun, sudah banyak kafe kopi sejenis yang lebih memiliki banyak fasilitas, seperti wifi. Kafe ini tidak kalah sepinya. Kafe ini buka dari subuh hingga menjelang maghrib. Setiap jalan di kota Banda Aceh, kafe ini dapat dijumpai.

Kopi Solong tidak hanya menyediakan kopi yang dapat diminum langsung. Namun, juga memiliki produk yang bisa dibawa pulang. Berbagai jenis produk yang disajikan oleh kopi Solong.

Suasana di Solong Kopi

Segelas kopi di Solong kopi

 

Biji kopi yang disajikan

Seperti yang sudah dituliskan di atas. Wisatawan di Aceh yang tidak merasakan budaya kopi Aceh belum afdol rasanya. Jika sesampainya di rumah,teman-teman bertanya “bagaimana rasanya ngopi di Aceh?” Jika menjawab dengan senyum saja, sangat malu rasanya.

Ayo sempatkan diri mampir ke salah satu kafe kopi di Kota Banda Aceh! Tidak sulit, kok. Hampir di setiap jalan ada kafe kopi.

Saking banyaknya kafe kopi. Hal ini membuat Kota Banda Aceh mendapatkan sebutan kota 1001 kafe kopi.

error: Maaf, konten terproteksi.